Manusia hanya berencana, dan Tuhan yang menentukan.
Jika takdir sudah menentukan kehidupan seseorang. Maka sejauh manapun orang itu pergi. Takdirnya akan selalu menghampiri.
Bagaimanapun itu cara, dan waktunya.
Mark membuka matanya yang terasa berat, lalu ia mengangkat tangan menutupi mata dan mengerang pelan.
Sinar matahari yang menembus jendela kamar tidur menyilaukan matanya. Ia menguap lebar sambil merenggangkan lengan dan kaki dengan posisi yang masih terbaring di tempat tidur.
Lalu pandangannya ia edarkan keseliling. Matanya mendadak menyipit. 'Ini bukan kamarku?' batinnya.
Dengan perasaan yang bingung, Mark bergegas bangun, turun dari tempat tidur. Berjalan dengan langkah diseret-seret menuju pintu. Pikirannya benar-benar tidak mengingat ia berada dimana. Dan, sepertinya Mark memang belum sadar sepenuhnya.
Clek
Pintu kamar ia buka, di depan sana menampakan sosok Chae Young yang sedang sibuk menyiapkan makanan di pantry. Masih dalam kebingungan, Mark melangkahkan kaki menuju meja makan. Mendudukan diri disana-kursi meja makan.
"Aku dimana?" tanya Mark pada Chae Young yang langsung membalikan badan. Menengok sesaat. Hanya memastikan jika itu benar Mark.
Chae Young kembali dengan masakannya. "Dimana? Kau tidak ingat kau pingsan di depan apartementku?" jawabnya ketus.
"Ternyata kau masih peduli."
"Tidak!" bantah Chae Young cepat-cepat. "Itu hanya pertolongan yang seharusnya dilakukan diantara sesama." lanjutnya dengan nada kesal yang kentara.
"Terserah... Yang kutau kau masih peduli padaku." ucap Mark tidak menghiraukan perkataan Chae Young tadi.
Chae Young menyodorkan semangkuk bubur dan segelas susu kehadapan Mark. "Makanlah. Setelah itu cepatlah pergi." titahnya. Kemudian berlalu meninggalkan Mark. Masuk ke dalam kamar.
Mark hanya mengangkat bahu. Kemudian melahap bubur yang diberikan Chae Young. Kapan lagi Mark bisa merasakan masakan Rosenya? Siapa yang tahu kan, jika setelah ini mereka tidak akan pernah bertemu kembali?
Setelah pergi meninggalkan Mark, dan masuk ke dalam kamar. Seharusnya Chae Young bergegas untuk bersiap pergi ke kantor. Seharusnya seperti itu. Tapi, obrolan tadi dengan Mark membuat dirinya hanya berdiam di depan meja rias. Memperhatikan raut wajahnya sendiri, dibalik cermin dihadapannya.
"Benarkah aku masih peduli? Seharusnya aku membiarkannya?" Chae Young menenggelamkan kepalanya pada meja rias. Berdiam sejenak seperti itu. Memikirkan ulang lagi kejadian tadi malam. Dan...
Pening tiba-tiba menghantam kepalanya. Bukan karena ia sakit. Tapi karena perasaan bingung yang sedang melanda. Teringat kembali pada apa yang dilakukannya malam tadi.
Malam tadi, setelah menemukan Mark yang terkapar di depan pintu. Chae Young sedikit terkejut dan bingung. Chae Young bingung harus berbuat apa. Pasalnya ia hanya seorang diri disana. Menemukan orang yang di benci dan di sayangnya terkapar.
Rasanya, Chae Young ingin tidak peduli, dan membiarkan Mark saja. Tapi, hati nurani dalam dirinya berkata sebaliknya. Hati nurani Chae Young terus mengingatkan. Setidaknya berikan pertolongan untuk sesama ciptaannya.
Maka dengan bantuan petugas penjaga apartement yang Chae Young panggil, ia memutuskan membantu Mark. Membawanya ke dalam kamar tamu, dan memanggil dokter pribadinya. Bagaimanapun Chae Young bukan orang kejam yang tak punya hati. Dia masih memiliki rasa peduli terhadap sesama. Terlebih itu Mark. Mantan yang belum bisa ia lupakan. Jadi wajarkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Could Be Destiny
FanfictionJika bertemu kembali denganmu adalah takdir kita, maka kita tidak akan berlari menghampirimu atau berlari menjauhimu. Bagaimanapun keadaannya jika kembali bertemu, kamu punya andil dalam hadirnya dua malaikat jagoanku. Karena mau mengelak bagaimanap...