Chapter 18

476 67 107
                                    

Orang yang memilih hidup sendiri, bukan berarti takut mencintai. Hanya saja ia takut akan terluka lagi dengan alasan yang sama. Atau memang masih terjebak dengan perasaan yang dimiliki untuk orang yang bahkan sudah menyakiti.

Salah satu orang itu adalah Chaeyoung. Bukan berarti dia kuat dan bisa mengatasi semua dengan sendiri, ia hanya tak ingin luka dan kesalahan yang sama di masa lalu terulang. Begitu sangat mencintai dan mempercayai seseorang. Yang pada akhirnya menyakiti.

Keadaan hati Chaeyoung seharusnya baik-baik saja. Seharusnya memang seperti itu, tapi kenyataan yang terjadi sangat berbanding terbalik. Pikiran dia banyak terkuras hanya karena satu kabar yang pagi tadi Daniel berikan. Kabar apalagi kalau bukan pernikahan seorang Mark Tuan.

"Kalau pada akhirnya akan seperti ini, seharusnya kau jangan membuat sandiwara jika kau adalah istriku," ucap Jinyoung saat memasuki ruangan Chaeyoung.

Senyum lirih terulas dari bibir Chaeyoung sebagai jawaban pernyataan Jinyoung. Tak ada bantahan, tak ada persetujuan. Hanya sebuah senyuman yang dipaksakan.

Dan Jinyoung bukan pria dewasa yang tidak mengerti. Dia sangat mengerti jika sekarang keadaan hati Chaeyoung tidak baik-baik saja.

"Apa aku harus menghubungi Mark, dan memberitahukan dia jika kita tidak dalam hubungan apa-apa?"

Jinyoung mendudukan dirinya pada sofa dalam ruangan tersebut. Pandangannya masih memperhatikan raut wajah Chaeyoung.
Butuh waktu beberapa menit Chaeyoung menjawab pertanyaan itu.

"Tidak usah. Mungkin ini memang sudah jalan untuk kita. Lagipula aku tidak yakin jika Mark akan memilih aku dibanding Mina. Bisa saja, kan kalau dia sudah tidak punya perasaan untukku." jawab Chaeyoung.

"Bagaimana jika dia masih mencintaimu? Masalahnya apa kamu masih mencintainya?" ada sebuah seringain yang terukir di akhir pertanyaan Jinyoung.

"Entahlah... Aku tidak tahu. Satu sisi aku sangat membencinya, tapi di sisi lain kadang aku masih mengharapkannya."

"Sebenarnya, tidak perlu kau beri tahu juga aku bisa melihat. Masih ada cinta untuk dia. Entah lebih besar mana antara cinta dan benci yang kau miliki, yang jelas cinta itu masih ada. Tidak mungkin kau akan sendiri selama ini jika kau tidak mencintainya dan masih mengharapkannya."

Chaeyoung berjalan menuju lemari es, membawa dua botol air mineral. Yang satu diberikan pada Jinyoung. Kemudian dia mendudukan diri dihadapan Jinyoung, meneguk air dalam botol mineral yang satunya lagi sebelum menjawab, "mungkin."

"Percayalah Chae, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Terkadang rasa benci itu akan terkalahkan dengan setitik cinta."

Chaeyoung tertawa pelan, "kenapa mendadak bijak dan drama begini? Memungut darimana kata-kata puitis itu?"

Jinyoung tergelak. Tapi memang benar sih ini kali pertama Jinyoung bersikap seperti ini.

"Itu tidak penting, yang penting aku tahu kalau kamu masih mencintai Mark."

"Cinta yang tak akan pernah bersatu, ditambah rasa sakit ini masih ada. Ah! entahlah aku hanya merasa bingung. Aku membencinya, tapi hati ini seperti sakit jika dia bersama orang lain."

"Andai kau tau jika semua ini hanya kesalahpahaman Chae, dan andai kau tau bukan hanya kau yang menderita."

"Yasudah, kuatkan hatimu jika seperti itu. Pilihannya hanya ada dua, kau akan terus sendiri, atau akan mencari penggantinya. Dan maaf aku sudah tidak tertarik padamu," Jinyoung mengulum senyum. Sedangkan Chaeyoung sengaja memasang wajah cemberut.

"Yasudah aku akan sendiri selamanya," kata Chaeyoung lirih. Membuat Jinyoung tertawa. Rasanya entah kenapa menjahili Chaeyoung disaat seperti ini adalah kebahagiaan tersendiri.

Could Be DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang