✓ BAB 11 - Pembunuhan

3.1K 341 6
                                    

Penjaga selalu disiagakan siang-malam secara pergantian, membuat Sophie dan Gally harus terus bersembunyi. Hanya itu pilihannya.a

Keadaan Ben semakin membaik setelah satu bulan berlalu. Terkadang ia membantu pekerjaan kami walaupun hanya dengan satu tangan.

Namun, ada kabar tak enak yang kuketahui. Waktu itu, tak sengaja aku mendengar dua penjaga yang sedang mengobrol. Mereka membicarakan bahwa satu-persatu, penjaga yang ditemukan kebanyakan mati dalam keadaan yang mengenaskan. Aku tidak tahu, itu benar atau tidak, tetapi, aku akan diam agar tak menimbulkan kepanikan. Karena kupikir, kebanyakan orang belum mengetahuinya.

Semua orang sibuk dengan pekerjaannya, hanya berhenti jika hari sudah menjelang malam. Aktivitas yang sudah, mungkin berjalan cukup lama, sampai lupa bagaimana keadaan di luar sana.

Ngomong-ngomong keadaan di luar sana. Dulu aku pas pertama dibawa ke tempat ini sempat mendengar suara yang sangat ribut. Apa itulah yang mereka maksud? Bahwa di sini adalah tempat paling aman?

Aku dan Ben bersiap tidur di rumah Rendy. Di sini sudah tersedia tiga ranjang dari kayu.

Kurebahkan tubuhku di ranjang, sesekali kutarik napas dalam. Rumit jika dipikir, di luar sana, ada apa di sana? dan lagi, siapa orang yang mengikuti Ben saat itu?

"Kalian sudah dengar tentang penjaga yang mati mengenaskan?" mendengar ucapan Ben, aku tersentak dan langsung terduduk, begitu juga Rendy. Pandangan kami tertuju pada Ben yang ranjang tidurnya di bagian paling kiri, Rendy di tengah, dan aku paling kanan.

Jika cerita sebelum tidur akan bisa membuat pendengarnya terlelap. Tidak untuk cerita yang satu ini, aku akan dibuat tidak bisa tidur karena penasaran.

Mungkin, ia juga mendengar obrolan para penjaga itu. Namun, tidak dengan Rendy, ia sangatlah terkejut, "Dari mana kau tahu?"

"Aku tak sengaja dengar percakapan penjaga tadi siang." Ben kembali merebahkan badannya, "Tapi, sepertinya sang pembunuh cuma mengincar penjaga, jadi...yah, kita aman."

Aku agak bersyukur. Namun, itu artinya sang pembunuh ada di dalam sini, di Tallessa dan berkeliaran di antara kami.

"Lah? Kalau kita tidur. Misal pembunuh itu datang? bagaimana?" tanya Rendy. Ia melirikku sesaat. Kau benar Ren, aku tahu mengenai hal ini, tapi aku memilih diam sampai Ben berkata hal yang sama.

Benar, ini cerita yang malah akan membuatmu tidak bisa memejamkan mata. Rasa penasaran itu masih ada, tetapi, kali ini ditambah oleh rasa takut.

***

Kuajak Rendy menemui Sophie dan Gally. Ia setuju dan kami segera menuju tempat Dokter Deri.

Dokter Deri langsung membuka pintu setelah kami mengetuknya, "Malam begini, mau apa kalian ke mari?"

"Maaf Dok, kami cuma ingin bertemu Sophie dan Gally," ucapku. Namun, Rendy langsung masuk dan menuju pintu ruang bawah tanah. Ia membukanya, lalu masuk tak lama kemudian.

Dokter Deri tak mungkin melarang kami. Ia hanya berhati-hati agar dua orang yang sedang bersembunyi itu tak ketahuan oleh para penjaga.

"Ya, sudah masuklah, aku mau istirahat dulu." Dokter Deri menutup pintu setelah aku masuk.

Saat aku sudah berada di dalam ruang bawah tanah, terlihat Rendy yang mendekati Sophie dan tepat pada saat itu, telapak tangan Sophie bersarang di muka Rendy.

Aku bahkan tak bisa menghitung berapa kali Rendy telah menerima tamparan. Kasian juga dia.

Mataku beralih ke Algojo yang berada di jeruji besi. Ia bersender pada dinding sembari menatapku, tetapi hanya diam. Kurasa karena dia tahu kalau ia tak bisa melakukan apapun.

Sophie, sehabis gadis itu menampar Rendy, ia mendekatiku, "Aku bosan di sini, kenapa kita tidak keluar saja dari tempat ini, kabur?"

"Kurasa, di luar sana memang lebih buruk. Jadi, lebih baik kita tetap di sini, kurasa ucapan mereka tidak sepenuhnya adalah kebohongan." Aku yakin, beberapa persen dari ucapan mereka ada benarnya.

Setelah beberapa saat kami berbincang. Dokter Deri memanggil kami, aku dan Rendy segera naik, keluar dan menemuinya, "Di luar sangat ramai, entah ada apa. Tapi, kurasa itu hal yang buruk."

Apa lagi ini, sesuatu yang buruk lagi dan kali ini, apa melibatkan para penjaga lagi?

Rendy langsung berlari keluar pintu dan menghilang, lenyap dari jarak pandang. Aku dan dokter berusaha menghentikannya, tapi ia bersikeras tetap pergi.

"Dok? Aku akan keluar mencari Rendy." Dokter mengiakan dan aku langsung berlari keluar rumah.

Dari sini aku akan mencari tahu apa yang kembali terjadi. Semoga bukan hal yang akan membuat nyawa manusia melayang.

Dari sini, di depan rumah Dokter Deri. Di dekat dinding terlihat kerumunan orang membawa obor sebagai penerangan. Aku mencoba mendekatinya. Berusaha kulihat apa yang mereka lihat. Ya, wajah yang pernah kulihat.

Seorang penjaga yang mengobrol tadi siang, kini kondisinya sangat mengenaskan. Sungguh buruk, entah siapa yang melakukannya.

Tebakanku salah, tetap saja ini bersangkut paut dengan nyawa manusia. Dua nyawa manusia sudah melayang sia-sia.

Seseorang memegang pundakku dari belakang, lalu berkata saat aku bergidik ngeri "Hei, kau, pergi dari sini cepat!" Seorang penjaga mengusirku.

"Siapa pembunuhnya?"

"Cepat sana pergi, ini bukan urusanmu!" Penjaga itu membentak.

Segera kulangkahkan kaki pergi, saat berada di sebelah pohon, seseorang yang suaranya kukenal memanggil, "Hei ...."

"Siapa kau?"

"Rendy ...."

Ya, itu Rendy. Kami berbincang, Rendy malah mencurigai Grem, bahwa ia yang membunuh para penjaga dengan alasan kalau malam ia jarang terlihat. Namun, aku ragu, untuk apa Grem melakukan itu?

Karena tak ada alasan mendasar untuk Grem membunuh dua penjaga. Sama sekali tak ada alasan.

"Untuk apa dia melakukannya?"

"Entahlah, lebih baik kita sekarang cari aman, kan?"

Kami kembali ke rumah Rendy, di sana Ben masih tertidur pulas, bahkan sambil mengorok. Kulihat lengannya lagi, kasian dia.

"Dasar, dari dulu tidak berubah!" umpat Rendy dan aku menyambutnya dengan tawa.

Namun, aku berhenti untuk menertawakannya. Sekali lagi, aku merasa kasian padanya.

***

Esok harinya, kami dibangunkan oleh para penjaga, kami disuruh berkumpul, di depan rumah Dokter Deri. Di sana juga ada pemimpin Tallessa, Zara maria. Dan para penjaga berbaris di belakang, samping kiri-kanannya. Grem, serta Nob berdiri tepat di samping Zara.

Aku berdiri, berbaris di posisi paling depan, tepat di belakangku adalah Rendy. Sementara Reth di samping kananku. Ya, semua berkumpul di sini layaknya sedang melakukan upacara, kecuali Sophie dan Gally.

Zara menghirup napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Ia menatap kami dengan penuh kecurigaan, aku tahu maksudnya.

"Kalian tahu kenapa dikumpulkan di sini?" tanya Zara.

Ya, aku tahu dengan jelas tanpa kau bertanya dan menjelaskan.

"Karena kasus pembunuhan, kan!?" Rendy dari belakang sedikit berteriak.

"Ya, benar, Saya curiga dengan salah satu dari kalian." Zara memandang ke arah barisan belakang.

"Grem, cepat bawa kemari anak itu ...."

"Baik."

Siapa yang dimaksud anak itu? Kami semua memandang ke mana si Grem berjalan.

****

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang