✓ BAB 26 - Gigitan

2.2K 251 18
                                    

Apa yang diucapkan Johan tentang nama itu membuatku sedikit tak percaya, kalau benar, Ari Winata adalah tetanggaku--anak dari seorang anggota DPR, mungkin sekarang dia sudah 18 Tahun. Dulu dia sering mengerjaiku sewaktu malam, mengetuk pintu dan saat kubuka tidak ada orang. Kosong.

Kukira dulu dia yang melakukan itu saat ada yang mengetuk pintu-- dan ternyata bukan dia, tetapi dua lelaki yang menculikku.

Dia masih hidup, itulah yang memperkuat dugaanku saat ia kembali--yang kata Johan dari mencari makanan. Aku menatapnya saat ia berjalan di sampingku. Melewatiku. Ari langsung duduk di sebelah Johan. Kurasa ia belum sadar ada aku di sini.

"Huh." keluhnya sembari mengatur napas, "Susah sekarang cari makanan, hampir semua isi toko sudah habis, banyak juga yang sudah kedaluwarsa." lanjutnya.

"Tapi dapatkan makanannya?" tanya Johan.

"Cukuplah buat satu minggu...hehe." Ari, jelas sekali ini anak itu, yang kukenal.

"Sepertinya tidak akan cukup untuk satu minggu, yah, karena kita kedatangan tamu di sini," ucap Johan sembari menatapku.

Pada saat itu juga, Ari mengetahui kalau ada aku di sini, terlihat ia sangat serius menatapku, kurasa ia memastikan,"Kaz?" ucapnya menyadari.

Ia mendekatiku dan duduk di sebelahku, "Kau masih hidup?" ucapnya masih dengan ekspresi tidak percaya, "Aku tidak melihatmu saat terjadi kekacauan, dan sekarang kau muncul dengan sehat, darimana saja kau? di mana kau bersembunyi?" lanjutnya.

"Ceritanya panjang," ucapku datar. Bagaimana pun, aku sedikit kesal dengan kejahilannya dulu.

"Sudah kuduga kalian saling kenal," ucap Johan, "...Kau tahu Ar? temanmu ini seperti sudah terlatih, permainan pedangnya begitu hebat dan kurasa kita bisa mengandalkannya."

"Pedang?" ucap Ari sembari menatap pedang yang dari tadi berada di atas meja, "Sejak kapan Rikaz bisa beladiri? setahuku dia cuma anak SMA biasa."

"Sudah kubilang Ar, ceritanya panjang," jelasku sembari kuambil pedangku.

"Okelah, aku takkan bertanya lagi atau apapun itu, sekarang aku ingin mandi dulu," sahut Ari sambil berdiri, "Kalau kau mau membersihkan tubuhmu, langsung saja ikuti aku."

"Tidak, terima kasih."

***

Saat malam tibapun aku diberi kamar yang lumayan nyaman, tadi juga sebelum tidur aku memakan sedikit apa yang mereka berikan. Baguslah, setidaknya mereka masih punya rasa sebagai manusia.

Entah kenapa, sampai pagi aku belum juga bisa memejamkan mata, kulangkahkan kaki keluar kamar dan yang pertama kulihat saat kubuka pintu ini adalah Ari bersama teman-temannya serta Johan. Mereka terlihat berkemas.

"Bersiaplah Kaz, bagaimanapun kita harus berpindah-pindah, selain agar lebih aman, yah, agar kita lebih mudah dapat makanan," ucap Johan.

"Ke mana?" tanyaku. Semua tujuan mereka aku harus mengetahuinya.

"Entahlah." Ari menjawab.

"Kenapa kalian tidak ke GBK? di sana amankan?"

Ari dan teman-temannya tertawa, "Memang, tapi kita harus melawan mayat-mayat yang ada di sekitarnya dan itu tidaklah mudah," jelas Johan, "Ayo." lanjutnya.

Kukira mereka akan berjalan, ternyata dugaanku salah, di bagasi mereka terdapat mobil yang sudah dirancang sedemikian rupa. Dengan bagian bemper depan dan belakang yang dipasang besi runcing. Samping kanan-kiripun juga dipasang besi runcing. Kaca mobil diganti dengan besi yang kuat. Yah, mereka benar-benar bersiap akan hal ini.

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang