Tunggu?
Aku kenal dengan suara ini, tak asing di telingaku, "Siapa kalian? maaf kami berdua tak bermaksud--"
"Rikaz?" ucap seorang perempuan yang juga tak asing lagi suaranya.
"Resh?" tanyaku memastikan.
"Singkirkan pistolmu Ren! kau juga Darius!"
Dua orang tadi yang menodongkan pistol ternyata adalah Darius dan Rendy, temanku. Resha langsung memelukku erat, "Kukira kamu--"
"Aku takkan mati dengan mudah, masih belum," potongku sebelum Resha melanjutkan ucapannya.
"Dasar bodoh!" umpat seorang perempuan lagi, dan itu pasti Sophie. Hanya dia yang memanggilku dengan ucapan itu.
"Kemana saja kau!?" kini suara Rendy bertanya.
"Seharusnya aku yang tanya, kenapa kalian meninggalkanku?" ucapku, sementara Resha perlahan melepaskan pelukannya.
"Kau, kau kami panggil malah diam tak menjawab, terpaksa kami lari meninggalkanmu. Makhluk itu mengejar kami dan mengepung kami dan dari arahmu pun sudah terlalu banyak," jelas Rendy
"Kami tak punya pilihan." kini orang lain lagi yang berbicara, pasti itu Alam.
"Tapi, semua selamat, kan?" tanyaku. Membuat semuanya terdiam. Di tambah dengan tempat gelap ini, aku tak bisa melihat ekspresi teman-temanku.
"Kenapa kalian diam?" tanyaku lagi. Entah apa yang mereka alami selama terpisah denganku.
"Gadis jepang yang kita selamatkan dulu, dia tak selamat," ucap Sophie.
"Kami telah berusaha menolongnya, tapi--" ucap Resha
kupotong perkataannya Resha, "Aku paham, kita harus mengerti keadaan saat ini, dan mungkin, salah satu dari kita berikutnya. Kita seperti menunggu giliran."
"Wah reunian," ucap Ari secara tiba-tiba.
"Siapa dia?" tanya Darius.
"Teman Rikaz, tetangga dekat." Ari menjelaskan.
"Oh, tapi aku tak peduli kau siapa, jika kau melakukan hal yang membahayakan nyawa kami, kau akan kubunuh!" Darius mengancam, "Dan kita harus segera pergi dari sini."
Dengan siaga, kami bersiap saat Darius membuka pintu belakang mobil ini, dan benar, masih ada beberapa dari makhluk itu di luar. Darius turun dan langsung membunuh dua makhluk, aku juga tak mau kalah, kubunuh satu makhluk terdekat dan satu lagi di samping mobil ini.
Sementara yang lain juga telah membunuh satu persatu hingga tak tersisa. Miris memang, dulunya mereka adalah manusia seperti kami.
Darius secara cepat mendekatiku, ia memegang erat lengan kananku, "Kenapa kau tak memakai baju? kenapa lenganmu?" Darius menarik kain baju di lenganku, "kau tergigit?"
Kutarik lenganku sehingga terlepas dari genggaman Darius, "Bu-kan ma-sa-lah be-sar!" ucapku dengan penekanan tepat di depan muka Darius.
Saat itu pula, semua anak menatap lenganku, lalu menghampiriku.
"Kapan kau tergigit?" tanya Alam sambil memanah satu makhluk yang akan menghampiri kami.
"Mungkin dua atau tiga jam yang lalu," jawabku dan Alam mendekatiku, secara perlahan melakukan hal yang sama seperti Ari tadi, menempelkan telapak tangannya di dahiku.
"Aneh," ucap Alam saat selesai memeriksa dahiku.
"Apa maksudmu?" ucapku berpura-pura tidak tahu.
Alam tak menjawab, tetapi dari ekspresinya, ia sangat terkejut.
Kini, Darius melakukan hal yang sama, "Kau seharusnya sudah terinfeksi."
KAMU SEDANG MEMBACA
OutbreaK (Wattys Winner 2018)
Science Fiction#Pemenang Wattys2018 kategori The Originals **** Kata mereka, para pemimpin tempat ini. Kami telah diselamatkan dari dunia luar, dari virus yang menyerang. Dan katanya kami itu kebal. Namun, kebal dari apa? Mereka tak menjelaskan, tetapi satu hal...