✓✓ BAB 47 - Akhir

3.6K 270 41
                                    

Darius tanpa aba-aba langsung menabrakkan diri pada salah satu orang itu, cukup keras hingga jatuh menghantam lantai kayu.

Kini Darius berada tepat di atas orang yang terkapar, "Kalau aku mati! setidaknya itu tidak sia-sia!"

Beberapa pukulan menghantam muka orang itu. Sampai orang itu tak berdaya.

Dua orang lainnya berusaha melerai, tapi semua itu tak diindahkan oleh Darius yang terus memukuli. Sementara kami semua masih terpana akan tindakan Darius.

Salah satu orang itu masuk, mendekat ke arahku yang masih dalam lumbung ini. Ia menatap kami dan saat itu aku tahu siapa dia sebenarnya.

"Cepat! hentikan si Darius, Rikaz!" ucap orang ini.

Dia, si Alam.

Aku sempat terdiam, antara senang dan bingung, tak sempat melihat  kalau mereka adalah teman kami. Namun, aku harus segera bertindak.

Beberapa saat aku bangkit berdiri dan keluar. Kudekati Darius dan kudekap lehernya dari belakang sekuat tenagaku. Yang lainnya-pun mengikuti, membantu menghentikan tingkah brutal Darius.

"Lepaskan!" seru Alam yang memegangi lengan kiri Darius.

Satu orang lagi yang ternyata adalah Ari yang tengah berusaha memegangi lengan kanan Darius. Dan yang lainnya berusaha menyadarkan Darius dengan meneriakinya.

"Kau kesurupan, hah!?" teriakku ke telinga Darius, aku masih mendekap lehernya.

"Aku sudah muak dengan semua ini! biarkan aku menghabisi salah satu dari para bajingan ini!" Darius berusaha keras, namun tenagaku dan lainnya jelaslah lebih kuat untuk menahannya.

"Bajingan siapa!? mereka Alam dan Ari! Hei...!" teriakku, "Sadar hei!"

"Alam ... Ari?" badan Darius mulai melemas dan perlahan menghentikan tindakannya. Orang yang tak kukenal ini telah babak belur. Namun, masihlah sadar dan bernapas walau sempat batuk dan meringis beberapa kali.

"Maaf .... Aku sudah tak tahan dengan ini semua," ucap Darius. Menyesal.

"Tak apa, aku paham." orang yang dipukuli Darius bangkit, ia duduk dan meringis kesakitan, "Jangan dipikirkan, ini akan segera sembuh, yang lebih penting, sekarang ayo kita keluar dari tempat ini." orang ini bangkit. Berdiri.

"Maaf aku sudah kelewatan, maaf sekali lagi." Darius menunduk.

Orang yang kuketahui namanya Praka Arsa dari tanda pengenalnya. Ia mengulurkan tangan kanan ke arah Darius, kukira ia akan mengajak berdiri, namun, sebuah hantaman di muka Darius membuat kami tercengang.

"Apa-apaan kau!?" teriakku bertanya, aku berdiri hendak membalas, namun ia berbicara dan menghentikan tindakanku.

"Hanya balasan kecil sebagai hadiah dariku," ucap Praka dengan senyum, kini ia kembali mendekati Darius, mengulurkan tanganya dan kembali berkata, "Ayo ... apa kau sudah tumbang hanya dengan satu pukulan?"

"Maaf," ucap Darius, lagi. Ia menerima uluran tangan Praka, berdiri dengan bantuannya.

"Salam kenal." lagi, Praka mengumbar senyum.

---

Kami tak lagi ragu karena ucapan Alam dan Ari kalau mereka-lah yang menyelamatkan. Kami berjalan keluar dari tempat ini melalui pintu belakang yang telah hancur akibat bom yang mereka gunakan.

Sebuah pemandangan indah terpapar jelas dari sini, kumpulan kapal-kapal dari berbagai ukuran telah terparker di tepi laut. Terlihat juga anak-anak lain yang kebal tengah berjalan menuju tranportasi laut itu. Terlihat dari gerak-gerik mereka ada yang masih bingung.

Entah kenapa, aku tanpa sadar tersenyum melihat semuanya. Air mataku-pun menetes tanpa bisa dikendalikan.

Antara perasaan lega dan kecewa; lega karena kami selamat; kecewa karena beberapa teman dan keluarga kami tak dapat merasakannya.

Ari berjalan mendahului kami, lalu berbalik menghadap kami semua, berjalan mundur. Kurasa sifatnya belum berubah.

"Berterima kasihlah padaku, wahai teman-temanku, aku. Yang. Menyelamatkan. Kalian." Ia kembali berbalik badan membelakangi kami, lalu berlari ke depan sana menuju kapal besar.

"Pada dasarnya, memang Ari yang menyelamatkan kita, menyelamatkanku dengan tindakannya." Alam berbicara.

"Oh, iya bagaimana kalian bisa lolos?" tanyaku.

"Ari yang membunuh dua orang sialan itu menggunakan ranting pohon yang tajam ... dan saat itu kami dinaikkan ke sebuah perahu kecil, mereka berniat membunuh kami di tengah laut dan membuang mayat kami di sana," ucap Alam, "Lalu Ari yang membunuhnya, dibantu oleh Praka dan teman-temannya yang kebetulan lewat, kami diselamatkan dan baru hari ini kami berani melaporkan bahwa di pulau ini ada yang tidak beres."

---

Kami telah berada di tepi laut, sebuah kapal besar berada di hadapan kami, beberapa orang menuntun untuk masuk dengan begitu ramah.

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang