✓ BAB 32 - Expelled

1.8K 256 8
                                    

"Orang ini tergigit!" teriak salah seorang dari mereka, lalu semakin menjauhiku.

Kami kembali menggunakan pakain.

"Kau terinfeksi, kau tak diterima di sini," ujar Rudi.

"Aku tak terinfeksi," ucapku sembari kuperlihatkan ke semua orang bekas gigitan ini, "Kalian lihat? ini gigitan yang sudah lama, ini bahkan tak terasa sakit."

Namun, mereka tak percaya. Mereka mundur saat aku berusaha mendekat. Menjauh, seperti merasa takut, penuh kewaspadaan.

"Keluarkan dia dari sini!" teriak lagi salah seorang dari mereka, kemudian direspon oleh yang lain dengan ucapan yang sama, terus meneriakkan bahwa aku harus keluar.

"Hei!" dari balik kerumunan, suara Sophie terdengar, lalu muncul dari sana, mendekatiku, "Jika dia terinfeksi, pastinya anak ini takkan ada di sini, dan sekarang sudah menjadi makhluk itu." lanjutnya sembari memegang lenganku dengan luka gigitan. Sesaat mengheningkan suasana.

Namun, itu sementara.

"Kalau tidak mau pergi, bunuh saja dia!" lagi, salah seorang dari mereka berteriak.

"Baik!" seruku, "Aku akan keluar, tetapi, biarkan teman-temanku berada di sini!"

"Apa yang kau katakan? tentu kami akan ikut denganmu," bisik Resha yang mendekatiku.

"Tidak, biar aku saja yang keluar, kalian tetap di sini, di sini aman."

"Apa yang kau tunggu? cepat keluar!" seru Rudi.

Teman-temanku mendekatiku dan masing-masing dari mereka berbicara. Pasti mereka sulit menetapkan hal ini.

"Maaf, kami tak bisa melakukan apapun," ucap Alam.

"Kau yakin?" tanya Ari.

"Ya, tak apa," jawabku.

"Biar aku menemanimu, kamu butuh bantuan, tak mungkin jika hanya sendiri di luar sana," ucap Resha memohon.

"Biar aku sendiri yang keluar, mereka hanya takut padaku, lagi pula, aku takkan berubah jika tergigit, kan?" ucapku meyakinkan Resha.

"Cukup! cepat keluar dari sini ...!" teriak Rudi sembari menunjuk gerbang yang kini mereka buka.

Mereka terus menembak para makhluk yang berusaha masuk. Amunisi mereka banyak.

"Aku pergi dulu, pasti kita akan bertemu lagi," ucapku dan mereka merespon dengan senyuman.

Aku mulai berjalan ke gerbang itu, yang kini telah dibuat sedemikian rupa agar lebih aman. Mereka masih menembaki para makhluk itu saat aku sudah berdiri tepat di gerbang.

Tubuhku didorong oleh Rudi dengan kuat sampai memaksaku keluar dan menghabisi makhluk dengan pedangku.

Gerbang mulai mereka tutup saat kulihat. Aku masih menggunakan pedangku untuk melindungi diri. Namun, makhluk di sini tak sebanyak tadi, ini sudah berkurang.

Aku lengah, sampai satu makhluk menggigit tangan kiriku.

"Makhluk bodoh!" umpatku sebelum kutembakkan satu peluru.

Makhluk yang menggigitku mati, bukan aku yang membunuhnya, tapi ada orang lain yang melakukannya. Bahkan setiap makhluk yang mendekatiku langsung ditembaknya.

Namun, aku tak tahu siapa itu, kutatap sekitar sini dan nihil. Tidak ada orang lain. Sambil kutahan rasa sakit akibat gigitan ini, aku berlari di antara makhluk sembari membunuhnya.

Tembakan masih dilancarkan, jelas orang ini berniat melindungiku. Pasti ia berada cukup jauh dari posisiku sekarang. Jelas, aku mencarinya dan akan kuucapkan terima kasih jika sudah bertemu.

Senjataku hanya berupa pedang tajam. Ini cukup untuk melindungiku, saat ini karena para mayat hidup entah pergi ke mana.

Terik matahari menyilaukan mataku. Aku mendekati mobil yang kami naiki dan sekaligus tempat di mana Darius menghilang. Benar sekali, ia sudah tak ada di sana, hanya berupa darah yang berceceran dan tulang belulang.

Satu mayat hidup mendekatiku, berjalan pincang beberapa meter di depan sana. Aku berjongkok, ada tas yang setelah kubuka ada satu botol penuh air minum.

Kuminum perlahan, air mengalir, membasahi tenggorokanku.

Mayat hidup itu hampir berada di dekatku. Aku bangkit, tetapi sebelum kuhabisi, mayat ini sudah tergeletak dengan luka tembakan di kepalanya.

###

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang