Aku dan Darius akhirnya dipersilakan untuk masuk ke tempat ini. Bisa kubilang ini adalah lantai ke satu dan tak ada yang mencurigakan. Ini seperti tempat masak atau dapur.
"Kalian lihatkan?" ucap Rudi, "Di sinilah kami memasak apa yang kalian makan."
Kami tak menjawab perkataannya, aku juga terlalu fokus melihat sekitar. Apa aku yang terlalu curiga? Karena sama sekali tak ada yang mencurigakan, hanya tempat masak lengkap beserta kokinya atau juru masaknya.
Tidak sampai di sini saja kami dibawa Rudi, tetapi sampai mentok ke belakang dari tempat ini dan ada satu pintu yang tertutup rapat.
"Dari sinilah kami keluar-masuk selain menggunakan Helikopter, tapi kalian tak boleh keluar karena sangatlah berbahaya jika tanpa persiapan," jelas Rudi.
"Di lantai dua dan tiga, untuk apa?" tanyaku saat kulihat sebuah tangga menuju atas, tepat di sebelah kiri kami.
"Lantai dua berisi bahan makanan dan lainnya, sementara untuk yang paling atas adalah tempat di mana komandan Gio tinggal, termasuk aku sendiri dan juga beberapa orang yang bekerja di sini, koki, dan lainnya," jawab Rudi.
"Boleh kami melihatnya?" tanya Darius.
"Tentu, kecuali lantai tiga," jawab Rudi.
"Kenapa?" tanya kembali Darius.
"Oh, hanya menjaga privasi komandan Gio dan yang lainnya, mereka tak suka diganggu," ucap Rudi sebelum akhirnya mengajak kami naik ke lantai dua.
Saat kami tiba, seperti tadi di sinipun tak ada yang mencurigakan, ini sama persis dengan apa yang diucapkan Rudi, hanya berisi bahan-bahan makanan, rempah-rempah yang begitu banyaknya, tersusun rapi di rak kayu yang menempel di dinding.
Aku berkeliling melihat setiap bahan makanan untuk sekedar memastikan, dan kali ini aku menemukan sedikit keanehan. Ruangan ini lebih sempit dari yang seharusnya sama dengan yang di bawah. Jelas lantai dua ini hanya setengahnya saja.
"Apa ini?" tanya Darius yang berdiri tepat di sebelah kananku. Ia memegangi gagang pintu di sini, dan pasti kalau dibuka adalah ruangan yang setengahnya lagi.
"Tolong jangan dibuka," ucap Rudi yang justru membuat kami menjadi semakin curiga lagi.
Namun, aku dan Darius tak mengindahkan larangan Rudi, rasa curiga dan penasaran kami jauh lebih besar.
"Buka saja!" suruhku ke Darius.
"Tak kau suruhpun, aku akan melakukannya," ucap Darius datar.
"Kumohon jangan dibuka, kalian berdua takkan suka," ucap Rudi kembali memohon.
"Justru ucapanmu yang membuat kami ingin membukanya Rud," ucap Darius yang tengah bersiap membukanya.
Tanpa jeda, Darius dengan semangat langsung menarik pintu itu dan kami sangatlah terkejut dengan apa yang ada di hadapan kami, aku dan Darius mundur beberapa langkah karena ada setumpuk padi yang sekarang berceceran, berantakan akibat ulah kami berdua.
"Lumbung padi?" ucapku bertanya-tanya sembari kutatap Rudi yang berada di belakang kami.
"Sudah kubilang, jangan dibuka karena akan berceceran padinya, dan inilah yang terjadi sekarang," ucap Rudi menyalahkan kami.
"Maaf, biar kami bersihkan," ucapku.
"Tak usah repot, biar nanti ada yang membersihkan. Lebih baik kalian keluar sekarang dan kembali ke tempat kalian. Lagipula hari juga mulai gelap," suruh Rudi.
Sebelum kami berniat menuruni tangga, Rudi berbicara lagi, "Nanti malam, akan ada pesta, kita makan di luar dengan menyalakan api unggun."
"Ya, kami pasti akan senang," ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
OutbreaK (Wattys Winner 2018)
Science Fiction#Pemenang Wattys2018 kategori The Originals **** Kata mereka, para pemimpin tempat ini. Kami telah diselamatkan dari dunia luar, dari virus yang menyerang. Dan katanya kami itu kebal. Namun, kebal dari apa? Mereka tak menjelaskan, tetapi satu hal...