✓ BAB 40 - Mereka Terlihat Bahagia

2K 252 12
                                    

"Kenapa dengan anak itu?" tanyaku.

"Aku juga tak begitu mengerti," jawab Sophie dan langsung menenggak air minumnya, "Mereka yang mengatakannya," lanjutnya sembari menunjuk ke arah para perempuan yang tadi duduk dengannya.

"Ah," ucap Ari, "Untuk apa juga mendekatinya? kita sudah aman di sini, tak ada monster, tak ada darah yang membuatmu mual dan banyak makanan serta air yang tersedia. Satu hal lagi yang paling penting."

"Apa?" tanyaku.

"Banyak gadis-gadis cantik," jawab Ari dengan nada berbisik.

"Dasar kau," ucap Sophie yang kemudian disambut oleh Ari dengan tawanya.

Menurutku memang benar apa yang dikatakan Ari selain poin terakhir, hidup di sini itu sudah seperti layaknya surga. Apa yang kami alami di luaran sana seolah telah musnah. Makan dan minum tak perlu bersusah payah.

"Aku sama Resha mau kembali ke kamar kami dulu ya, ada yang perlu kami selesaikan," ucap Sophie yang langsung menarik lengan Resha dan mereka berdua berjalan keluar dari kantin ini.

Selang beberapa detik setelah Sophie dan Resha keluar, seseorang yang kami kenal langsung masuk dan berdiri tepat di pintu keluar.

"Mohon perhatiannya," ucap orang itu, Rudi, "Kalian telah selesai makannya, kan? kalau belum silakan selesaikan dan dimohon untuk berkumpul di depan, kecuali anak yang masih baru, kalau mau tidur silakan atau mau melihat? itu terserah kalian." lanjutnya dan kemudian ia berjalan keluar.

Anak-anak terlihat bersemangat saat mulai berdiri dari tempat duduknya dan secara bergantian keluar dari kantin ini.

Kami masih belum terlalu mengerti akan situasi ini, sampai saat tempat ini mulai sepi dan kami bangkit berjalan mengikuti mereka, aku sendiri berniat ingin melihat apa yang mereka lakukan.

Seperti kata Rudi tadi, kami anak baru, untuk saat ini hanya boleh menonton dan itu yang kami lakukan, hanya berdiri di depan kantin ini memperhatikan mereka yang tengah berkumpul tidak jauh dari tempat kami berdiri.

"Seperti biasa, ini adalah hari pemindahan untuk tiga orang di antara kalian semua. Hal seperti ini memang terkadang mendadak, bisa juga karena ada anak baru, mau tidak mau pasti kalian akan dipindahkan,  tapi, pasti kalian tak akan menolak, ya kan?"

Semuanya bersorak bahagia dan bersemangat setelah Gio berpidato.

Gio melanjutkan pidatonya, "Setiap dari kalian pasti mendapat giliran," ucapnya yang kemudian membisikkan sesuatu ke Rudi yang berdiri di sebelahnya.

Rudi yang sedari tadi membawa sebuah kertas--kini membukanya dan mulai membaca, "Tiga orang yang terpilih adalah Noval, Robin, dan Mikha!"

"Itu aku! itu aku!"

Ada seseorang yang langsung berteriak senang, seolah telah mendapatkan sebuah penghargaan, semua mata terlihat menatap anak itu dan setelahnya, mereka semua mulai bertepuk tangan.

Bahkan sampai terdengar olehku ada beberapa anak yang mengucapkan selamat kepada yang terpilih.

Tiga anak itu, tak lupa dengan senyuman di wajahnya, kini telah berdiri di samping Rudi.

"Beri tepuk tangan untuk tiga teman kita yang sungguh beruntung ini!" Gio berteriak penuh semangat dan langsung disambut tepukan tangan dan sorakan.

"Aneh," ucap Darius tiba-tiba.

"Memang aneh," jawabku datar.

"Bukan itu yang kumaksud, tapi, kalian ingatkan dengan anak yang dibicarakan Sophie?"

"Yah, itu baru tadi, mana mungkin kami lupa," ucap Ari dengan nada kesal.

"Diam kau!" bentak Darius pada Ari.

"Hehe maaf, lanjutkan-lanjutkan," ucap Ari dengan wajah ketakutan.

"Semuanya terlihat begitu senang dan bahagia kecuali anak itu," jelas Darius, "Dia di sana." lanjutnya sambil menunjukkan arah di mana anak itu berdiri.

Mataku langsung melihat letak yang ditunjuk Darius, ia berada paling depan sebelah kiri. Terlihat ia tak menunjukkan ekspresi apapun. Kami memang tak bisa melihat wajahnya karena rambut yang menutupi.

"Menurut kalian, mau dibawa ke mana tiga anak itu ya?" Ari mulai bertanya.

"Dasar! apa kau tak mendengar ucapan pemimpin itu Ar!?" ucap kesal Darius.

"Maksudku, apa yang diucapkannya tidak jelas, tujuannya itu," jawab Ari.

Tidak henti-hentinya aku menatap tiga anak itu yang sedang berjalan ke arah Utara sana, mereka terlihat jelas sangat bersemangat, mereka ke sana dengan Rudi dan Gio beserta dua orang lagi yang sepertinya seorang penjaga.

Setelah itu semuanya membubarkan diri, ada yang kembali ke bangunan yang mereka tempati dan ada pula yang masih duduk-duduk berbincang di luar sini.

"Mau ke mana kau Ar?" tanyaku saat kulihat dia berjalan menjauhi kami.

"Ayolah, jangan terlalu kaku, berbincang dengan anak lainnya itu perlu," ucapnya sembari berjalan mundur, menghadap kami sesaat, lalu ia berbalik badan dengan gaya Michael Jackson dan berjalan mendekati kumpulan anak perempuan yang tengah mengobrol di sana.

"Itulah sifat yang sebenarnya dari seorang Ari," ucap Alam yang kemudian menguap, "Aku istirahat dulu, " lanjutnya dan langsung berjalan ke tempat ia tinggal bersama Ari, teman sekamarnya.

Kini tinggal aku dan Darius di sini, dan ia mulai dengan tampang seriusnya sembari memandang ke Utara, "Apa yang ada di dalamnya, ya?"

"Kau ingin melihatnya? dari dekat?"

Ia tak menjawab dan hanya terus memandang ke bangunan di Utara itu.

"Kau yakin kita diperbolehkan?" tanyaku lagi.

Darius langsung berjalan beberapa langkah, "Kita harus memeriksanya," ucapnya tanpa berbalik badan dan masih terus melangkah.

Aku terpaksa mengikutinya dan mempercepat langkahku sampai aku berjalan di samping kanannya.

Namun, beruntungnya kami, karena tak ada satupun orang yang memperhatikan, setidaknya itulah yang kuperkirakan. Mereka sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Apalagi Ari yang terlihat akrab bersama para perempuan itu, ia sempat melambaikan tangan ke arahku dan Darius saat aku menatapnya.

----

Kami telah sampai di Utara sini, tepat di depan bangunan yang cukup tinggi dibandingkan yang lain.

Sekarang kami hanya berjarak satu meter dari bangunan yang terlihat bertingkat tiga.

"Kenapa tak ada yang menjelaskan tentang tempat ini?" tanya Darius.

Aku tak menjawab apa yang diucapkan Darius karena seseorang tiba-tiba batuk di belakang kami, itu Rudi saat kami berbalik badan, "Kurasa kalian penasaran dengan tempat ini, kan?" tanyanya yang kemudian menghisap rokoknya.

Ketika aku ingin berbicara, Rudi langsung memotongnya, "Ini tempat menyimpan makanan, selain itu juga, tepat di belakang bangunan ini ada pintu keluar dan itulah mengapa tiga orang tadi kami bawa ke sini, setelah itu mereka akan menaiki kapal yang sudah tersedia dan langsung menuju ke pengungsian yang memang lebih baik dan lebih nyaman." lanjutnya panjang lebar serta beberapa kali ia menghisap rokoknya disela-sela ucapannya.

"Ah, begitu, ya," ucap Darius, "Tempat menyimpan bahan makanan? berarti kami boleh masuk, kan?"

****

OutbreaK (Wattys Winner 2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang