Enam: Eksotis Masa Kini

13.5K 2.3K 505
                                    

            Gue eksotis.

Nggak perlu protes, gue emang ngerasa gue super menakjubkan! Gue nggak bakalan muji diri gue sendiri kalau nggak ada buktinya. Meski gue masih jones, sorry garisbawahi, ya! Gue nggak jones. Gue single. Gue masih belum nemu pacar, dan itu artinya gue bukannya nggak bakalan dapat pacar. Gue normal, punya keinginan buat menggebet seseorang. Meski sekarang belum ada yang gue suka. Gue masih fokus sama... apa, ya? Sekolah? Gue nggak rajin-rajin amat buat duduk di bangku. Gue masih pengen jalan-jalan dan maen ke gunung. Naik gunung juga nggak serajin anak pecinta alam. Gue fokus sama apaan, sih?

Gue juga nggak jelek-jelek amat, kok!

Masih ada sisi yang bisa gue banggain. Mata gue indah. Bibir gue seksi. Gue tinggi. Iya, nggak kayak cowok kutil sebelah! Yang pendek, tapi banyak banget cewek yang nyamperin! Apa sekarang lagi trend kayak gituan? Cewek naksir sama yang pendek-pendek?

Sebenernya gue nggak ada masalah sama kisah Meru dan juga percintaannya. Gue nggak ahli dalam urusan kayak gitu, jadi sebagai cowok yang cinta damai... gue nggak mau ngurusin. Tapi sayangnya gue salah. Gue harus terseret kali ini. Kirana, cewek yang katanya naksir Meru garis keras lagi-lagi nongol di depan gue.

Gue nggak tega, lah ngusir dia dengan kasar! Jadi, dengan sangat sopan, gue menjelaskan kalau gue nggak tahu apa-apa tentang kisah cinta Meru dan siapa yang lagi ditaksir cowok kutil iseng kurang ajar itu!

"Lalu aku harus apa, Kak?" tanyanya lagi. Gue sendiri mana tahu!

"Gue nggak tahu, Kirana. Maaf..." Kenapa gue yang minta maaf, coba? Salah gue apa? Apa yang udah gue lakukan sampe gue harus merendahkan diri dan merasa bersalah kayak gini?

Apa karena gue merasa Meru sangat menyimpan rahasia dan dia nggak beritahu gue? Tapi kan... kan... meski seandainya gue tahu, gue nggak berani, lah bilang ke Kirana. Rahasia ya rahasia! Apalagi Meru ini sepupu gue, temen maen gue, orang yang gue sayangi. Kalau dibanding Kirana ya jelas nggak ada apa-apanya.

Tapi Kirana ini cewek! Apa pun yang gue bilang, pasti salah di mata dia. Gue jujur, gue nggak membantu. Gue bohong, gue pasti salah!

Gue harus apa?

"Maaf, ya, Kak! Kak Rama jadi ikutan ribet gara-gara aku," bisiknya. Gue mengangguk.

"Iya, nggak apa!" Dasar Bromo bodoh! Harusnya kamu nggak boleh bilang gitu! Ini tuh apa-apa, bukan nggak apa! Kamu jujur, dong! Biar, deh meski dia bilang kamu nggak punya perasaan!

"Tapi Kakak nggak marah, kan?"

Pertanyaan mainstream yang cenderung membosankan lagi?!

"Iya." Gue rada jutek sekarang. Kayaknya Kirana ini tipe yang lebih suka nanya-nanya daripada gerak sendiri. Dia tuh... lebih suka ngerepotin orang lain, tau! Kalau udah kayak gini, gue harus apa?! Gue seriusan nanya karena gue emang nggak tahu!

"Dia beneran nggak pernah cerita masalah cewek ke Kakak?"

Gue menggeleng. "Nggak pernah."

"Beneran? Padahal kan kalian deket."

Gue muak lama-lama kayak gini. Gue nggak bisa kalau terus-terusan gini. Kalau diterusin, hanya ada tiga kemungkinan. Pertama, gue nyolot. Kedua, gue jutek. Ketiga, gue emosi. Ketiganya nggak santai. Pokoknya nggak ada yang bagus sekarang ini!

"Jadi... kayaknya aku harus usaha lagi!"

Gue mengangguk. "Good luck!"

Kirana pergi. Iya, kali ini dia pergi. Kali ini doang. Lalu istirahat keduanya, Kirana datang lagi. Gue cengo. Bengong. Nggak paham gue sama cewek satu ini! Kalau emang dia pemalu, dia nggak mungkin berani nyamperin gue yang jelas-jelas kakak angkatan dan juga memegang kunci senioritas. Harusnya dia sungkan! Masalahnya, gue juga kena dampaknya. Banyak murid yang mulai asyik dan sibuk bergosip tentang gue dan Kirana.

Panen RambutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang