Sepuluh: Pengakuan Meru Part 1

16.1K 2.4K 806
                                    


            Hal paling ambigu selama hidup gue adalah cerita Meru soal orang yang dia suka digodain orang lain. Selama ini, gue tahunya Meru adalah cowok paling maruk yang pernah gue kenal. Dia manis, imut, mirip gula-gula. Banyak cewek yang suka cowok kayak begini untuk dijadikan adeknya. Iya, awalnya adek, tapi kita nggak tahu ke depannya mau dijadikan apa, kan? Meski dia imut dan manis, tapi nggak ada orang yang ngatain atau bilang dia kecewek-cewekan alias banci. Meru sama sekali nggak banci. Kalau lo semua ingat, dia itu jago olahraga meski badannya pendek. Dia juga jago melakukan hal manly meski kakinya nggak lumayan tinggi. Apa lagi, ya?

Ah, dia itu juga sayang orang tua, sayang adik juga! Dia humoris, meski seringnya rusuh dan jahil ke gue. Ke orang yang lebih tua dia santun banget, ke yang lebih muda dia menyayangi. Lagaknya juga nggak neko-neko. Ke gue terkecuali.

Banyak orang yang sayang sama dia dan dia pun juga nggak besar kepala karena disayangi. Dia tetep kayak gitu. Usil ke gue, ngerusuh, tapi kalau nggak ada dia hidup gue hampa. Sekarang, Meru bilang dia lagi naksir seseorang. Tentunya bukan Kirana. Dia bilang gitu. Dia bilang katanya orang yang dia suka lagi digodain orang lain.

"Dan lo merasa insecure?" Gue mencomot satu buah tempe di meja makan. Gue masih belum pengen pulang, masih pengen dengerin curhatan Meru tentang orang yang dia sayangi dan digodain orang lain.

"Banget, lah, Mas Bro! Aku kan sayang sama dia..." Meru menggerutu. Mama yang lagi sibuk menggoreng akhirnya nguping juga.

"Meru naksir siapa, Sayang?" Mama menyenggol lengan gue. Gue menggeleng nggak ngerti.

"Bromo nggak tahu, Ma. Mungkin bukan manusia." Gue pasang muka sok ngeri. Mama terbahak kencang dan mencubit lengan gue. Nah, kan! Mendingan nyokap gue dituker aja, lah!

Biar Mama jadi bunda gue, lalu Bunda jadi mama Meru. Soalnya mereka kayak ketuker. Sikap Mama ke gue berlebihan banget, sedangkan sikap Bunda ke Meru juga berlebihan. Jangan-jangan pas masih kecil dulu kami dituker!

"Manusia, Mas Bro! Dia keren, trus ya... badannya bagus..."

Mama dan gue melongo. Meru udah mulai paham apa itu badan bagus. Sebagus apa, sih? Apa mirip gitar spanyol? Atau mirip biola? Gue nggak tahu gimana kriteria yang menurut Meru badan bagus itu!

"Dia seksi?" tanya gue cepat. Meru mengangguk.

"Di mataku dia seksi."

Gue belum pernah denger Meru bahas cewek seksi sebelumnya. Dia selalu bilang kalau orang yang dia suka tipe orang yang perhatian dan sayang sama dia. Ah, gue kan nggak tahu cewek mana yang lagi deket sama Meru! Dia super rahasia kalau menyangkut soal cewek yang dia suka. Yang deket sama dia kan banyak! Gue kan iri! Mana cantik-cantik, lagi! Tiap kali kami jalan, yang dilirik selalu dia. Mungkin banyak yang pengen Meru jadi adeknya, tapi kok selalu?

"Emang siapa, sih dia?"

Meru bungkam. Pertanyaan gue akhirnya nongol juga. Dia jaga rahasia dan nggak mau ngomong apa pun ke gue. Dia menatap gue, lalu mengembuskan napas sekali lagi.

"Nggak mau bilang, ah!"

"Kenapa nggak mau bilang?"

"Rahasia!"

Gue masih pengen tahu. Meru emang kayak gitu sejak dulu! Dia penuh rahasia. Bahkan ke Mama aja dia nggak pernah bilang. Meru jago nyembunyiin perasaannya sendiri. Gue nggak tahu gimana cara dia mencurahkan isi hatinya. Meru selalu berdiri sendiri. Dia susah ditebak. Bahkan dia nggak mau ngomong siapa orang yang dia suka. Gue makin penasaran.

"Ayolah, Ru! Beritahu, dong! Nggak bilang siapa-siapa, deh!"

"Nggak mau, ah!"

"Ru..."

Panen RambutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang