Tiga Belas : Meru Juga Bisa Serius

13.2K 2.2K 306
                                    

            Gue udah nggak tahan lagi dengan semua ini. Gue pengen lari, tapi gue nggak bisa. Gue pengen membebaskan diri, tapi Meru tetep nggak peduli. Dia terus mengejar gue, seolah-olah gue adalah mangsa empuk yang bisa dianiaya dan dikejar. Gue nggak mau kayak gitu. Gue juga pengen bahagia dan hidup bebas selalu sepanjang masa.

Hidup itu adalah sebuah kebetulan semata. Kebetulan yang akhirnya dirangkai dengan sebutan takdir. Siapa yang bakalan ngira gue bisa sepupuan sama Meru? Tuhan punya rahasia kenapa Dia memberikan Meru, bukannya cowok normal lain yang bisa diajak bolos bareng. Tuhan punya teka-teki kenapa harus Meru yang kebagian senengnya, sementara gue... selain gue dianiaya, orang-orang juga ngira kalau gue adalah pihak antagonis. Padahal... sumpah, gue nggak pernah jahatin si Kutil! Emang mulut gue pedes dan juga galak ke dia, tapi dia yang paling sering jahilin gue. Tangannya gatel, nggak enak kalau sehari aja tobat!

"Mas Bro..." Sebuah bisikan ghaib terdengar di telinga gue. Gue menoleh ke kanan dan kiri, tapi nggak ada siapa pun di sana. Gue merasa Meru bikin guna-guna! Kenapa sekarang gue jadi parno dan juga selalu mikir Meru menghantui gue?

"Ru..." Gue berbisik pelan. "Kalo emang lo ada di deket gue, nongol aja! Jangan bisik-bisik!"

Sayangnya nggak ada siapa pun di samping gue! Posisi gue juga nggak memungkinkan kalau si Kutil pengen rusuh. Gue ada di atas pohon rambutan. Tujuan? Menyendiri.

Gue pengen introspeksi seorang diri, mikir kenapa hidup gue sial. Padahal gue nggak pernah berniat jahat atau menciptakan dosa yang permanen. Gue adalah makhluk ciptaan Tuhan yang telanjur biasa. Kagak pinter. Kagak kaya. Kagak populer. Tapi gue lumayan ganteng. Iya, gue yang bilang sendiri!

Karena itulah... gue harus bertahan di tempat ini dan berpikir tentang banyak hal. Gue adalah ciptaan Tuhan yang paling mumpuni untuk diampuni. Gue nggak akan bikin dosa lagi, sumpah! Gue bakalan rajin menabung dan juga bakalan nurut sama Bunda. Gue nggak pengen terjerumus ke dalam jurang yang Meru buat!

Nggak mau!

"Tenang, Bro! Tenang..." Gue mencoba mengembuskan napas, lalu menenangkan diri. Berbagai doa gue rapalkan, tapi nggak ada satu pun yang bisa menembus ketenangan gue. Gue masih galau dan juga nggak bisa tenang. Padahal ini adalah tempat ternyaman selama gue hidup.

Pohon rambutan.

"Mas Bro..." Suara Meru terdengar lagi. Nah, kan!

Gue merinding untuk yang kesekian kalinya. Gue nggak mau buka mata. Gue ogah kena jahili makhluk halus, tapi gue nggak mau turun dari sini. Gue ogah buka mata dan memutuskan buat terus kayak gini! Nggak mau, nggak mau, nggak mau!

"Mas Bro..." Lagi-lagi suara Meru terdengar. Gue makin curiga.

"Tolong jangan ganggu gue! Jangan!" Gue menjerit kencang. Suara itu makin menyebalkan karena ngikik-ngikik nggak jelas. Gue spontan membuka mata.

Sekarang ada orangnya sungguhan! Bukan hanya suara kayak yang tadi!

"Kenapa sekarang gue ngeliat bentuknya, Tuhan? Tadi kan cuma suaranya!" Gue mengeluh, mengadu pada Tuhan. Siapa tahu saja dengan gue jadi agamis, Meru dan juga setannya berhasil diusir dari hidup gue!

"Mas Bro..." Suaranya masih monoton. Gue menelan ludah sekali lagi.

"Ru..." bisik gue pelan.

"Ya, Mas Bro?"

"Lo beneran ada?" tanya gue pelan. Meru ngikik geli dan mencubit pipi gue. Gue mengernyit nggak paham. Geli juga.

"Kalau Mas Bro imut gini, aku bisa nerkam, lho!"

Gue nggak paham ke mana arah pembicaraannya. Gue nggak ngerti kenapa dia jadi kayak gini, sementara gue sendiri nggak paham apa yang terjadi. Apa Meru adalah sebuah kenyataan? Tapi dia fiktif banget! Dia terlalu mustahil buat jadi manusia berjenis kelamin cowok dan duduk di bangku SMA!

Panen RambutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang