Gue dalam masa-masa bingung pencarian jati diri. Mungkin gue harus banyak-banyak belajar tentang filosofi hidup biar hidup gue lebih berwarna dan bermakna. Gue nggak tahu harus ngomong sama siapa lagi. Meru, satu-satunya temen yang bisa gue curhatin malah berubah. Dia bukan lagi orang pertama yang bisa gue tuju. Dulu... tiap kali gue curhat, dia selalu membalas curhatan gue dengan manis.
"Mas Bro semangat, ya! Aku tahu kalau Mas Bro cowok yang paling kuat di dunia ini." Itu katanya. Meski itu dusta, tapi gue yakin dengan seyakin-yakinnya kalau Meru akan selalu jadi adik manis gue, yang akan bicara manis meski kenyataannya pahit.
Sekarang, Meru ada di depan gue. Orang yang paling sering gue curhatin sekarang jadi alasan dan jadi sumber kenapa gue harus curhat. Gue nggak tahu harus curhat ke siapa, sementara selama ini gue jones. Sebenernya gue nggak jones. Gue ditaksir orang, dan gue bisa deketin cewek mana pun yang gue suka. Hanya saja...
Si Kutil ini jauh lebih berbahaya daripada yang kalian duga. Dia bisa melakukan apa pun demi keinginannya. Gue nggak bisa apa-apa selain pasrah dan juga menerima semua yang dia lakukan. Gue nyerah!
"Ru..." Gue berbisik pelan.
Meru masih merengut, menatap gue dengan tatapan menutut. Gue pasrah. Meru masih mengatakan banyak hal tentang Rio dan juga niatan busuknya pegang-pegang bokong gue. Sampai di sana, gue nggak paham apa mau Meru sebenernya. Gue bener-bener bingung kenapa dia harus berpikir sejauh itu tentang bokong gue.
"Sekali lagi lo ngomong tentang Rio dan ketertarikannya ke bokong gue, gue janji bakalan nguleg mulut lo!" Gue bete setengah mampus.
Di dunia ini, nggak semua orang terlahir sebagi homo. Rio, adalah temen gue. Dia punya pacar, cewek yang super cantik. Anggota grup cheerleader. Pacarnya juga sempurna. Baik, cantik, pinter, belum lagi anak dari keluarga berada. Dia juga setia dan nggak banyak gaya. Nggak sombong juga. Dulu gue mikir di masa lalu Rio adalah panglima perang yang sangat berjasa menyelamatkan sebuah negara, makanya dia terlahir kembali dengan seberuntung ini.
Gue iri juga. Iya, lah! Pacar Rio itu sempurna banget! Adalah perbuatan biadab kalau Rio sampai berpaling. Emangnya apa lagi yang mau dia cari di dunia ini kalau kesempurnaan ada di depan matanya?
"Tapi tatapan Mas Rio ke bokong Mas Bro itu aneh! Apalagi pas abis pegang-pegang..." Meru masih merepet. Gue pusing banget dengan pernyataan dan kecurigaan Meru.
"Selaen berisik, lo juga suka buruk sangka ke orang lain, ya, Ru?" Gue protes. Meru menunduk lagi. Matanya mengerjap ke arah gue, lalu mengembuskan napas lelah. Gue nggak mau bikin gara-gara lagi. Gue pasrah.
"Tapi aku tahu! Aku peka! Aku punya insting yang bagus! Aku suka meriksa banyak hal dan neliti mereka. Aku observer yang paling mumpuni!"
Gue mengembuskan napas ogah. Meru masih merepet. Dia menghakimi Rio semau dia. Gue diem aja. Kalau gue belain Meru, artinya gue udah jadi tukang fitnah. Kalau gue belain Rio, gue jadi pengkhianat. Masalahnya, tuduhan Meru semuanya aneh! Masa iya dia bilang Rio itu dulunya adalah kaum jin yang nggak diterima dunia lain, akhirnya mengajukan proposal sebagai manusia?
Meski gue penakut sama hantu, tapi gue nggak gila juga mikir kayak gitu! Semakin Meru benci, otaknya makin nggak rasional. Dia juga pernah bertingkah kayak gini ke Kirana. Sekarang ganti Rio. Meru nggak bisa membenci orang lain dengan cara yang lebih normal kayaknya! Dia punya cara membenci yang aneh!
"Emangnya lo pikir si Rio kayak gitu gara-gara apa?" Gue menghela napas. Meru merengut dan akhirnya tersenyum lebar.
"Aku tahu karena instingku soal Mas Bro selalu bener."
Gue mencebik nggak percaya. "Mana mungkin gue percaya sama lo!"
"Feeling-ku soal Mas Bro selalu bener!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Panen Rambutan
HumorGue harus tahan cobaan. Si Biji Kecapi lagi ngerusuh di lapak gue. Pohon rambutan yang jadi markas kami akhirnya heboh juga. Kutil sebelah, yang gue sebut Meru ini lumayan jahil. Tangannya kurang ajar. Gue bete setengah mampus. Kaki pendeknya pecici...