Meru kumat lagi. Gue nggak tahu harus gimana menghadapi Kutil satu itu! Gue pengen terbebas dari beban pikiran yang harusnya nggak perlu gue pikirkan. Meru dan pemikirannya adalah sebuah keanehan yang nggak bakalan bisa gue raih. Otak gue nggak nyampe, Coy kalau mau ikutan mikir kayak dia! Otak gue dan pemikiran antimainstream-nya adalah sesuatu yang nggak bisa bersatu atau dipikirin lagi. Gue nggak mau mikir banyak hal, kecuali pemikirannya rasional. Meru nggak pernah kayak gitu, selama gue temenan dan hidup bareng dia!
Lalu kejadian kemaren mengubah segalanya. Gue pikir Meru bakalan menganggap itu biasa. Gue pikir, setelah gue bilang lebih suka orang yang unyu dan juga pendek, Meru bakalan nyerah karena tingginya udah mulai nggak aturan. Gue pikir, setelah mendengar pengakuan gue itu, Meru nyerah dan akhirnya balik buat suka sama orang lain. Tapi nyatanya Meru masih sering ngelamun. Gue sering ngajak ngomong dia, tapi dia malah nggak nyambung. Pas gue nanya apa yang dia pikirkan, dia malah jawab, "Mas Bro, apa ada obat yang bikin tinggi kita jadi menyusut?"
Gue nggak pernah mikir dia jadi kayak gitu, lalu dengan cara yang luar biasa sabar – gue pikir gue udah lumayan sabar kali ini – gue mencoba satu-satunya cara adalah dengan menghibur. Gue bilang, "Kan lo bisa cari orang yang suka sama cowok tinggi dan macho. Banyak, lho cowok ataupun cewek yang suka sama cowok kayak gitu!"
Tapi... dalam beberapa detik, Meru langsung menekan kedua pipi gue dengan satu tangannya sampai bibir gue manyun-manyun. Cengkeramannya sakit, tahu! Gue nggak paham dari mana kekuatan ini berasal, tapi Meru di depan gue adalah Meru yang mulai menunjukkan kekuatan yang sebenernya sebagai seorang cowok.
"Aku nggak pernah naksir mereka! Aku naksirnya sama Mas Bro!"
Gue nggak paham. Bener-bener nggak paham. Meru terlalu jauh buat gue raih. Dia terlalu sulit untuk dimengerti. Belum lagi dia makin tinggi. Para cewek yang suka lihat adek manis akhirnya ganti aliran. Mereka mulai suka lihat adek keren. Ibu-ibu se-RT yang biasanya muji Meru imut akhirnya berubah aliran muji Meru ganteng.
Lah? Gue kapan dipujinya?
Kapan? Salah gue apa? Kenapa gue harus denger pujian tanpa batas buat si Meru, sementara orang lain muji gue kalau gue pas minta dipuji. Meru selalu menyita perhatian orang-orang, dan merampas perhatian orang yang buat gue!
Lalu... Meru akhirnya berubah. Dia terlihat nggak bersemangat ataupun menikmati hidup. Tiap ditanya, jawabannya selalu ngelantur. Mama yang paling kelimpungan dalam hal ini. Katanya semalem Meru nggak mau tidur. Pas ditanya, dia nggak mau tumbuh. Karena pertumbuhan itu terjadi pas orang lagi tidur. Bahkan Meru nggak mau lagi minum susu ataupun makan sayur. Dia maunya makan nasi doang. Itu juga dikit. Tiap hari dia ngemil snack.
Akhirnya Meru tumbang. Dia sakit. Bunda juga ikut kelimpungan. Gue dipaksa ikut rempong juga. Gue datang ke rumahnya. Niat hati pengen bawain makanan, tapi pas gue melihat kondisi Meru... hati gue sakit mendadak. Mama menyuapi Meru, tapi makanan yang baru ditelan itu dimuntahkan lagi. Gue pengen nangis. Mama malah udah nangis.
Kaki gue nggak bisa digerakkan. Gue terpaku melihat kondisi Meru yang udah pucat dan terlihat lemas.
"Ru..." panggil gue pelan. Meru mendongak lemah, mengerjap ke arah gue.
"Mas Bro..."
Gue nggak bisa kayak gini! Gue nggak tahan lagi! Gue nggak mau! Gue melangkah cepat ke arah Meru, lalu menarik lengannya, membantu Meru pergi dari sana.
"Mau ke mana, Mas Bro?" tanyanya lemah.
"Kita ke rumah sakit!"
Mama mengangguk. Bunda juga ikutan. Naik apa? Gue nelepon Papa. Papa jemput dan akhirnya kami sampai di rumah sakit. Dan kayak di acara orang sakit kurang makan biasanya, Meru harus rawat inap. Itu keputusannya. Meru berkali-kali ngamuk, dia nggak mau rawat inap. Dia maunya dirawat di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panen Rambutan
HumorGue harus tahan cobaan. Si Biji Kecapi lagi ngerusuh di lapak gue. Pohon rambutan yang jadi markas kami akhirnya heboh juga. Kutil sebelah, yang gue sebut Meru ini lumayan jahil. Tangannya kurang ajar. Gue bete setengah mampus. Kaki pendeknya pecici...