10. HEARING AIDS (2)

120 9 0
                                    

"Hai...," sapa Sari serileks mungkin, tapi tidak ada jawaban, cowok itu masih fokus dengan ponselnya. 

Sari berulang kali memanggilnya dengan suara tinggi membuat orang-orang di kantin melihatnya dan melemparkan pandangan heran, ia tersenyum kecut. Namun cowok itu tetap tidak merespon, kesal sudah menjadi pusat perhatian karena cowok ini, akhirnya Sari melepaskan earphone si pemilik dari terlinganya. Cowok itu tersadar lalu mengalihkan fokusnya kepada Sari, tersenyum. 

Gantengnya, pikir Sari ikut tersenyum.

"Kamu yang namanya Sari?" tanyanya masih tersenyum membuat Sari deg-degan. 

Cowok ini mengingatkannya pada artis korea (KIM BUM), cute banget senyumnya, teriak Sari dalam hati. Sari mengulurkan tangannya sambil menunjukan senyuman andalannya, kalau kata Tasya senyuman Sari yang seperti ini, senyum 2 jari alias senyum yang giginya sampe keliatan, adalah senyuman maut.

"Hai, salam kenal."

Cowok itu menyambut tangannya, "Gue Arthur. Silahkan duduk." pintanya yang langsung dituruti Sari. Cowok itu merapikan earphone dan menaruhnya di kantung celana lalu tersenyum menatap Sari, "Kamu kelas berapa?" tanyanya.

"Dua belas IPA 2." Sari menjawab dengan jelas dan sedikit ada penekanan tujuannya agar cowok ini mengingat dengan jelas dimana kelas Sari.

"Sorry kelas berapa?" tanyanya lagi masih dengan senyum yang sama.

Sari balas tersenyum, "Dua belas IPA 2. Lo kelas berapa?" kini Sari balik bertanya. Dilihatnya Arthur menggeleng, Sari menatap heran.

"Sorry Sari, tadi kamu kelas berapa?" tanyanya lagi membuat Sari bengong.

Sari menarik nafas dalam-dalam berusaha menaikkan volume suaranya yang terdengar cempreng "GUE KELAS DUA BELAS IPA DUA." kini Sari mendapatkan tatapan aneh lagi dari orang-orang disekitarnya, tidak hanya itu beberapa dari mereka malah menertawakannya, apa ada yang lucu? pikirnya.

Dilihatnya Athur tersenyum lagi, kali ini Sari tidak ikut tersenyum. "Oh dua belas IPA 2. Kalo gue kelas dua belas IPS 1." tuturnya memberitahu.

"Berarti sekelas dengan Nico ya?" tanya Sari dengan volume suara normal. 

Namun lagi-lagi dilihatnya Arthur menggeleng dan mengambil sesuatu dari dalam saku seragamnya, cowok itu lalu memasang sesuatu ditelinga kanannya yang sesaat kemudian membuat Sari meruntuki nasibnya juga meruntuki Nindi.

***

Sari cemberut berat saat dilihatnya Nindi sedang tertawa senang bersama dengan Tasya, Astri dan Nico, dihampirinya mereka yang sedang duduk di lantai di bawah jendela.

"Jangan cemberut lo, jelek tau." tandas Nico, membuat Sari yang sedang bete jadi tambah bete.

"Apaan sih lo!" serunya galak.

"Kok muka lo gitu Sar, bukannya udah sesuai?" tanya Nindi heran.

Sari berdecak sebal, "Sesuai dari mana!?" ujarnya jutek.

"Lho se-iman kan? Kulitnya putih, tinggi, cool banget malah cuma minus ditindikan aja."

Sari melirik sinis ke arah Nindi lalu menunjuk-nunjuk telinganya sendiri, tapi Nindi hanya menggeleng tidak mengerti, "Hearing aids NINDI, dia pake hearing aids."

"DIA BUDEK?" tanya ke empat sahabatnya berbarengan. Sari mengangguk lalu menjelaskan lebih detail lagi kepada mereka, bagaimana usahanya memperkenalkan diri sampai pada akhirnya Sari pamit undur diri pura-pura mau ketoilet. 

"Gue tinggalin aja tuh dia, kalo gue lanjutin bisa emosi tingkat kabupaten nanti." adunya.

Nico, Tasya dan Astri tertawa sejadinya sedangkan Nindi memilih untuk menahan tawanya, dia tidak tega dengan muka merah milik Sari.

"Tenggorokan gue sampe kering tau." adunya lagi kepada Nindi dan dengan cepat tangan itu meraih botol minum milik Nico dan menghabisi isinya dalam sekali teguk.

"Siapa sih yang lu maksud?" tanya Nico penasaran.

"Temen lo, Arthur."

"Buset anak ganteng gitu lo cuekin." ledek Nico lagi.

"Bodo ah." Sari mendelik kesal pada Nico, sedangkan yang dilirik hanya mesem-mesem saja.

"Lo masih belum bakat Nin buat jadi Mak comblang, gagal cuy." ledek Astri.

"Lagi pula buat apa sih lo nyomblangin Sari segala Nin?" tanya Nico yang disambut dengan tatapan heran Tasya, "kenapa?" tanya nya kali ini kepada Tasya.

"Dia tuh perhatian tau sama gue, mau nyariin pacar buat gue. Lo kan tau Co gue belum pernah pacaran dari bayi, kalian enak udah punya beberapa mantan. Lah gue, mana?" urainya dengan wajah sesedih mungkin, sejurus kemudian Nico mengambil botol mineralnya yang sudah kosong dan melemparnya ke arah Sari. Mereka tertawa bersama.

"Sebenernya ada satu orang lagi sih yang mirip Ray...," tutur Astri yang sengaja menggantung kalimatnya.

Nico menoleh saat Astri menyebut Ray, pasti Ray yang dimaksud adalah Ray Bass Guitar dari band d'Masiv. Nico menggeleng tersenyum singkat, "Siapa?" tanyanya sedikit penasaran.

Astri tersenyum penuh arti, "Naufal."

"PLAYBOY!" seru ke tiga cewek itu bersamaan membuat Nico menutup telinganya.

Nico tidak pernah mengenal atau mendengar nama itu sebelumnya, rasa penasarannya bertambah namun dia tidak mau terlalu ikut campur dengan urusan cewek ini, 

"Udah deh, pacar pertama bukan berarti cinta pertama kan. Ngapain dicari sih. Tenang Sar, yang belum pernah pacaran bukan cuma lo aja kok, gue juga belum pernah." terang Nico dengan gaya coolnya.

"BOHONG!" teriak ke empat cewek itu bersamaan membuat Nico menutup kedua telinganya lagi lalu tertawa. 

Namun apa yang dikatakan Nico barusan adalah kejujuran, meskipun dulu saat dia SMP ada seorang cewek yang nekat menyatakan perasaan kepadanya dengan tegas hati Nico bilang TIDAK!

Hingga saat ini lah kata hati Nico berkata sebaliknya, bukan dengan cewek saat SMP dulu melainkan dengan salah satu dari ke empat cewek di hadapannya kini.

Sari tersenyum kecut, "Bokis lo kebangetan sih Nic. Eh tapi Nico ada benernya juga sih, mungkin belum saatnya kali ya?" tanyanya lebih pada diri sendiri.

"Jadi nyerah nih?" tanya Nindi.

Sari mengangguk yakin lalu menggeleng, "bukan nyerah sih namanya, tapi menunggu." ucapnya sambil tersenyum manis membuat Nico tanpa sadar menghela nafas, lega. 

"Kok lo keliatan seneng Nic?" cecar Astri dan berhasil membuat Nico terkejut.

Sari, Nindi dan Tasya menunggu respon Nico.

"Apaan sih biasa aja kali." ucap Nico asal membuat ke tiga cewek itu mengangkat kedua bahunya tak peduli. 

Berbeda dengan Tasya, sejak awal dia merasakan hal yang lain dari cara Nico memandang Sari.

Tasya menggeleng cepat, mengusir pikiran negatifnya itu.

TERAS (Tentang Ego dan Rahasia Anak SMA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang