19 ) Tempat Maksiat

502 38 5
                                    

VOTE DULU SEBELUM MEMBACANYA! HARGAI KARYA PENULIS!

LAGI-LAGI Devan merasa patah hati di balkon rumahnya. Ia melirik ke bawah dan bertepatan dengan Sean yang baru saja mengantar Olivia pulang dari ekstrakulikulernya.

"Devan, lo ngapai di situ?" tanya Olivia dengan berteriak dengan keras ketika melihat Devan berada di balkon kamarnya. Sean yang melihatnya mengarahkan pandangannya ke atas melihat ke arah Devan.

"Nggak-papa kok Liv, lagi bingung aja buat ngatur strategi buat pertandingan nanti," balas Devan yang merupakan kebohongan belaka.

Sean yang melihat Devan tersenyum dan Devan yang melihatnya tersenyum dengan pikiran.

Ngapai nih anak senyum-senyum? Sok baik, fuck pencitraan.

"Yaudah nanti masuk ya, nanti lo masuk angin," teriak Olivia dari bawah.

"Iya bawel," ucap Devan setelah itu melambaikan tangannya kepada Olivia.

Devan segera masuk ke dalam kamarnya dan menghempaskan tubuhnya dengan kasar di ranjang.

Sedangkan Olivia yang tengah bersama dengan Sean di teras rumahnya mengernyit bingung.

"Kenapa ya Devan sekarang kayak orang gelisah gitu ya?" tanya Olivia kepada Sean

"Mungkin dia lagi jatuh cinta atau lagi patah hati?" ucap Sean.

"Tapi coba tadi kamu lihat, Devan kayak murung gitu mukanya. . . Terus pas lihat kita berdua dia akhirnya senyum," ucap Olivia yang merasa aneh dengan perubahan Devan.

"Bisa aja dia tadi lagi galau, terus pas ada kita dia jadi nggak galau. Sudahlah biarkan Devan yang menanganinya sendiri," ucap Sean.

"Oke boss," balas Olivia.

Berbeda dengan Devan, ia tadi yang ingin memainkan personal computernya mengurungkan niatnya karena ia merasa malas.

Akhirnya ia memutuskan untuk mengirim pesan kepada Jeje sang sahabatnya.

Jeje

je |
lo dimana? |
gue bosan di rumah anjir |

| gue di rumah cavan
| ngebasket
| sini lo ke rumahnya

otw |

Setelah mengirim pesan kepada Jeje, Devan segera melajukan motornya menuju rumah Cavan yang berada di sebelah blok rumahnya.

Biasanya ia akan berjalan kaki atau memakai skateboard, tetapi sekarang ia merasa malas dan membawa motornya menuju rumah Cavan.

Sesampai di rumah Cavan, Devan melihat Cavan dan Jeje tengah bermain basket di halaman rumah Cavan.

"Lo berdua nggak ajak gue tai," ucap Devan sambil turun dari motornya mendekati mereka.

"Kalau nggak diajak lo nggak di sini tai," ucap Jeje sambil mendribble bola basket.

"Tumben lo bawa motor, biasanya jaki," ucap Cavan.

"Malas gue, capek," ucap Devan sambil menaruh kunci motornya di bangku taman Cavan dan segera bergabung dengan Jeje dan Cavan.

Tak terasa hari menjelang malam, Jeje dan Devan pamit dan meninggalkan pekarangan rumah Cavan.

"Asli Je, gue bosan di rumah. Setiap hari gue ngelihat orang pacaran di sebelah rumah gue, gimana gue nggak cemburu?" ujar Devan sambil mengendarai motornya.

"Lo bosan? Pengen nggak ke suatu tempat yang seru?" balas Jeje sambil mengendarai motornya juga.

"Seru? Emang ada?" ucap Devan.

"Ada, lo pasti tahu," ucap Jeje sambil tersenyum licik.

"Eh, jangan-jangan. . . Jangan-jangan lo mau ajak gue ke diskotik? Yang pernah lo kunjungi itu kan?" ucap Devan yang tahu akan sifat Jeje.

"Lo mau nggak ke sana? Gue ke sana nggak pernah ngapai-ngapai kok. Cuman minum-minum, sama taruhan aja, itu doang," ucap Jeje.

"Serius lo? Tapi kan di situ tempat haram Je, nggak ada kah tempat seru yang lain?" ujar Devan menolaknya.

"Yey Van, lo kalau belum ke situ belum gentle, ayuk ke sana sama gue," ucap Jeje.

"Tapi Je, kalau gue kenapa-napa kayak apa? Lo mau tanggung jawab?" ucap Devan.

"Lo bakal nggak kenapa-napa, percaya gue," ucap Jeje.

Akhirnya Devan mengganguk pasrah dan mengikuti motor Jeje yang melesat pergi meninggalkan perumahan mereka.

**

Sesampai di suatu tempat yang penuh dengan lampu disko, atau biasa disebut dugem.

Maklum gue nggak tahu apa itu, gue cuman tahu dugem. Gue kan anak baik-baik :) [Author's Note]

Devan dan Jeje duduk di sofa yang kosong sambil bersender santai. Devan melirik sekelilingnya, baru pertama kalinya ia mendatangi tempat ini selama hidupnya.

"Bang, satu!" ucap Jeje sambil menunjuk seorang pelayan yang tengah di meja barnya.

Devan mencium sekelilingnya yang bau alkohol dengan beberapa wanita yang menggunakan baju seksi.

Tuhan Yesus maafkan Devan ya, maaf Tuhan. Ini akan menjadi pertama dan terakhirnya Devan ke sini.

Devan melirik seorang perempuan yang tengah duduk di sebelahnya yang menggunakan baju tenktop dan rok mini. Devan mengernyit bingung melihatnya.

"Hai ganteng," ujar gadis tersebut kepada Devan. Devan mengernyit dan merasa jijik dengan gadis tersebut.

"Hai," balas Devan sambil melambaikan tangannya.

Gadis itu tersenyum seperti tante girang kepadanya, Devan bingung mengapa ia mau menjual dirinya? Padahal ia cantik, kan bisa saja menjadi model atau semacamnya.

"Je, toiletnya dimana? Gue nggak tahan mau muntah, gue nyium asap rokok nih," bisik Devan kepada Jeje yang tengah asyik meminum alkoholnya.

"Di sebelah kanan, habis itu terus dah itu di situ tempatnya," ucap Jeje yang untung saja masih sadar.

Devan mengikuti instruksi Jeje dan mendapatkan toilet, ia memasuki toilet dan segera menuju westafel.

Ia membasuh mukanya dan meludah karena sudah memasuki tempat maksiat ini.

"Tuhan Yesus, Mama, Papa, Devin, Olivia, maafin Devan ya. Devan masuk ke sini," ucap Devan sambil mengadah ke atas.

Devan melihat ke arah cermin dan mendapatkan seseorang yang keluar dari bilik kamar mandi dengan berpakaian seksi.

Devan membalikkan badannya, kedua manusia itu sama-sama terkejut bukan main.

"Iffy?"

**

A/n : VOTE!

What a Feeling【✓】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang