Scintillare Club
Milan, Italia
21.40 DST
Langkah kakiku mengalun perlahan, melewati beberapa pasang manusia yang sibuk meliukkan tubuhnya, mengikuti irama musik menghentak, cukup membuat telinga berdenging. Dengan penuh percaya diri kuhempaskan tubuhku pada kursi tinggi di depan meja bar memanjang.
“Give me one Hennessy Cognag." seruku pada seorang bartender yang sedang sibuk meracik sebuah minuman.
Mengedarkan pandangan ke sekeliling. Bola mataku memutar bosan menatap tontonan menjijikan. Seperti biasa, saat aku tiba di tempat ini. Semua mata pria hidung belang, memandangku dengan tatapan lapar memuakkan. Aku memilih tidak mengacuhkan mereka.
Aku memang sering mendatangi tempat ini untuk sekedar mencari hiburan. Di sini aku lebih dikenal sebagai 'Say'– jalang no. 1 yang paling di inginkan semua pria. Mereka sering berlomba, siapa yang paling cepat bisa mendapatkanku.
Aku tidak perduli apa saja yang mereka pertaruhkan. Yang terpenting bagiku hanyalah memasang senyum manis palsuku. Membuat mereka semakin terpana dengan apa yang kumiliki. Siapa saja yang rela menguras lebih banyak lembaran dollar miliknya, maka dengan senang hati aku akan menemani mereka.
Bahkan, mereka rela melakukan apa saja yang kuinginkan, hanya demi mendapatkan sentuhan seduktifku pada area sensitif mereka. Oh! Jangan pikir aku dengan gampang mau - mau saja melakukannya, aku memiliki selera tinggi pada pria-pria yang menerima perlakuan khusus dariku.
Bukan sembarang pria yang bisa mendapatkanku, aku tidak ingin mengambil resiko yang mungkin saja bisa membahayakan diriku sendiri. Disini posisiku hanya menemani minum, tidak lebih!
Jika sedang berbaik hati, aku akan sedikit memanjakan mereka dengan sentuhanku. Mengundang birahi kaum adam, menjadi kegiatan menantang untukku. Rasa bangga akan hadir saat aku berhasil membuat mereka frustasi akibat menahan gejolak gairah, dan tentu saja tidak akan bisa melampiaskannya padaku secara langsung.
Kupersilahkan bagi mereka untuk mencari wanita lain sebagai partner ranjang. Karena aku tidak akan pernah sudi, tubuhku dijamah pria asing berhidung belang. Aku wanita bebas yang bisa memilih, apa saja yang kuinginkan. Jadi jangan pernah memaksaku, atau kau akan tahu akibatnya.
“As usual, you’re so beautiful, baby.” sudut bibirku tertarik ke atas mendengar bisikan seduktif di samping telingaku, hal seperti ini memang sudah biasa. Tanpa menoleh pun, aku sudah tahu siapa pria tak di undang yang berani mendekatiku lebih dulu, ini sungguh menjengkelkan, aku menggeram dalam diam.
Mengembalikan raut wajahku pada mode ramah yang dibuat-buat. Kutatap pria yang entah sejak kapan sudah duduk manis pada kursi lain di sampingku. Bartender mengulurkan sebotol Scotch whisky padanya.
"Pelase, don't disturb me, tonight!" ujarku tanpa basa - basi. Malam ini aku malas menemani siapapun, terlebih pria gila yang selalu menguntitku kemana saja sepertinya.
Seharian ini aku sudah cukup dilelahkan rutinitas kerja yang selalu menuntutku bersikap profesional.Di lain tempat, kau akan melihatku di berbagai sampul majalah seperti Vogue,dan model brand ternama seperti Dior atau Cidade Jardim. Aku akan lebih terlihat sebagai wanita terhormat yang memiliki karier cemerlang.Mungkin kalian bertanya-tanya untuk apa aku sering mendatangi tempat ini? dan jawabannya hanya ingin bersenang-senang. Aku hanya ingin menetralkan pikiranku dari rutinitas melelahkan sepanjang pagi hingga sore, dengan cara seperti ini.
Mengabaikan ucapanku. Pria itu justru meraih gelas kristal berbentuk tulip yang disodorkan bartender. Menuangkan whisky-nya kedalam gelas, lalu memutar benda tersebut secara perlahan.
"You want it?" bukannya langsung minum, apalagi angkat kaki dari hadapanku. Pria itu malah menawarkan minumannya, seraya menampilkan seringai licik di sudut bibirnya. Mengabaikan peringatanku sebelumnya.
Aku menggelang, melempar tatapan bosan. Dari gelagatnya, sudah jelas bisa ditebak, berapa banyak digit angka yang baru saja masuk ke dalam rekeningku, tepat ketika pria ini menjatuhkan bokongnya di kursi, di sampingku. Padahal aku sama sekali sedang tidak ingin diganggu.
“Jangan memandangku seperti itu, atau kau akan berakhir di ranjangku malam ini juga.”
“Oh shit! please go away, bastard!” teriakku lantang tepat di depan wajahnya, dengan telunjuk menuding ke arah pintu, mengisyaratkan agar dia segera enyah dari hadapanku. Sungguh! tidak bisakah pria sialan ini membiarkanku hidup tenang. Jemariku menggengam erat gelas berkaki tinggi. Menghembuskan nafas kasar, berusaha meredakan emosiku yang mulai menggelegak.
Sayangnya pria itu tetap bergeming. Menggeser bokongnya satu senti pun tidak. Sialan!
Kali ini aku mencoba lebih tenang, berusaha mengabaikan ucapan kurang ajarnya barusan, menyesap minuman keemasan milikku dengan gerakan elegan, bukan gayaku jika harus berteriak tanpa tata karma pada seseorang, tapi sepertinya menjadi pengecualian jika berhubungan dengan pria ini. Sebenarnya bukan satu atau dua pria saja yang pernah mengatakan hal menjijikan seperti ini padaku, tentu saja aku sangat bosan mendengarnya.
“Apa yang kau inginkan?” tanyaku malas. Ingin cepat mengakhiri perdebatan tak berujung ini.
“Wow! ini sungguh pertanyaan yang menarik.” dia berseru riang, seolah baru saja memenangkan sebuah taruhan berharga fantastis. "Kau yakin, ingin tahu apa yang kuinginkan?"
"Cepat! katakan apa maumu, jerk!" kesabaranku mulai menipis. Pria ini sudah jelas tidak akan pernah mau mengalah.
“Akan kutegaskan satu hal nona. Ingat! tidak ada yang bisa menyuruhku pergi dari sini. Sesuai perjanjian, kau akan menemani pria yang berani mengeluarkan banyak dollarnya lebih dari siapapun, dan kau bisa mengeceknya sekarang juga berapa banyak deretan angka yang mengisi rekeningmu.”
“Dan aku juga memiliki hak untuk menolaknya, aku tidak butuh uangmu, di sini aku hanya ingin bersenang-senang sesuai keinginanku, jadi jangan mengangguku lagi.” Aku mendengus jengah. Sepertinya mengusir dengan cara halus tidak akan pernah berlaku untuknya.
Tidak cukup sekali atau dua kali pria gila ini selalu mengacaukan kesenanganku, entah darimana asalnya tapi aku merasa dia selalu ada di manapun aku berada. Dia seorang penguntit yang tak tahu malu.
"Dan aku juga tidak akan pernah memberimu kesempatan untuk menolak." Pria itu membalikkan ucapanku sebelumnya.
"Yang ku mau adalah menikah denganmu Renesya.” ucapannya begitu tegas seperti tidak ingin di bantah. Lagi-lagi yang bisa kulakukan hanyalah memutar bola mataku malas. Aku bahkan sampai lupa entah sudah berapa ratus kali dia mengatakan kata-kata keramat itu. Hal semacam ini sudah berlangsung selama beberapa bulan lalu. Dan sejak saat itulah aku merasa selalu terbayangi oleh hal-hal buruk mengerikan. Pria ini seperti mimpi buruk bagiku.
Aku sendiri tidak mengerti kenapa kata ‘menikah’ selalu membuat kepalaku berdenyut tidak karuan, rasanya seperti akan pecah, dan sialnya pria itulah yang selalu mengatakannya, jadi jangan salahkan aku jika membencinya.
“Kau gila!” aku bergegas membawa tubuhku menjauh darinya. Aku tidak ingin dia melihat tubuhku limbung saat ini juga.
“Hei nonna! setidaknya kau harus mengingat namaku, Marcus Cho." samar-samar aku masih dapat mendengar teriakannya di antara deruan musik yang memekakkan telinga.
‘Marcus’ , lagi, dia juga sering menyebutkan namanya padaku. Apa dia pikir aku ini pengidap penyakit alzheimer? sialan memang!
Tentu saja aku tahu namanya, itu karena dia seperti hantu yang bisa muncul di mana saja dan kapan saja. Hanya untuk menyebutkan namanya dan mengatakan kata ‘menikah’ setiap saat kepadaku. Tidak peduli dimanapun kami berada. Sangat konyol!
Chieva
15 September 2017
Republish 02 Oktober 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
RIOTOUS - [ End ]
RomanceApa kau pikir aku akan menyerah begitu saja? Tidak akan pernah! Kau akan tahu sendiri, apa saja yang bisa kulakukan untuk memenangkan permainan takdir ini. Tidak perduli seberapa keras kau menolaknya. ~Marcus ~...