Chapter 32

2.6K 162 15
                                    


"Apa kau ingat seorang gadis bernama Emely? tanya Renesya tiba - tiba.

Emely? Keningku mengerut dalam. Darimana Renesya tahu nama gadis itu?

"Darimana kau tahu tentang Emely?" Aku bersuara.

"Aku tidak tahu siapa Emely dan apa hubungannya denganmu di masa lalu,  yang aku tahu semua ini ada kaitannya dengan nama gadis itu."

Aku semakin tidak mengerti, bagaimana mungkin gadis seperti Emely mampu melakukan semua ini. Yang aku ingat ─ dulu Emely adalah gadis manis yang selalu membuntutiku, dia menyukaiku sejak lama, namun sayangnya aku tidak pernah tertarik padanya. Aku menganggapnya tidak lebih dari seorang adik.

Namun seorang Emely yang pantang menyerah selalu melakukan apa saja yang dia mau, pun dengan sebuah pertanyaan yang sama terus menerus ia lontarkan, hingga membuatku bosan kala itu.

"Sampai kapan kau menolak cintaku, Marcus?"

Entah sudah keberapa kalinya, pertanyaan demikian lolos dari bibir mungilnya, dan hal itu justru membuatku terkekeh.

Aku mengusap puncak kepalanya gemas. "Kau tidak ada kuliah hari ini?" Mengabaikan pertanyaannya. Aku menatap aneka masakan yang dia siapkan untukku. Gadis ini memang rajin sekali mengirimkan makan siang ke kantor.

"Aku ada jam, tapi masih nanti sore, makanlah, aku akan menyuapimu. Aaaa."

"Aku bisa sendiri." Kuraih sendok ditangannya. Bibir gadis itu mencebik lucu.

"Fokuslah pada kegiatan belajarmu, kau harus lulus dengan nilai memuaskan, jangan memikirkan urusan hati. Belum saatnya."

"Apakah nanti jika aku sudah lulus, kau mau menerimaku?" tanya gadis itu dengan binar harap dikedua matanya.

"Tergantung." jawabku asal.

"Tergantung pada apa?" tanyanya lagi mengejarku.

"Kau harus menyelesaikan kuliahmu dulu, jangan terlalu memikirkan urusan cinta, memangnya kau tidak ingin mengejar cita-citamu?" Aku tidak menanggapi pertanyaanya. Bagiku Emely adalah gadis kecil yang sudah aku anggap seperti adik sendiri. Tidak mungkin kami memiliki hubungan layaknya pria dan wanita dewasa.

"Cita-citaku adalah menjadi istrimu." Aku semakin tergelak mendengar jawaban spontannya.

"Bocah nakal." ujarku seraya mengacak rambutnya.

"Bukan Emely yang melakukannya." suara Renesya berhasil menarikku kembali dari lamunan.

"Lalu?" Tanyaku penasaran. Tanganku terulur meraih pinggangnya, mengikis jarak diantara kami. Tubuh Renesya menghimpit padaku. Wajahnya mendongak, bola mata coklatnya menatapku dalam.

"Tapi Rudolf─ayah gadis itu." ujarnya lirih, sontak ucapannya membuat kedua mataku membulat sempurna. "Kau yakin?" tanyaku ingin memastikan.

Renesya menghela napas. "Aku tidak mengerti apa yang telah kau lakukan pada gadis bernama Emely hingga membuat lelaki tua itu menaruh dendam padamu, bahkan ingin menyingkirkan siapapun yang dekat denganmu."

"APA KAU BILANG!"

Semua yang dikatakan Renesya membuat otakku berpikir keras. Apa maksud semua ini? Bagaimana mungkin orang yang selama ini kuanggap sudah dekat denganku justru menjadi dalang yang berusaha menghancurkan hidupku. Jadi orang yang berusaha mencelakai kami adalah Paman Rudolf bukan Charles?

Paman Rudolf adalah sahabat dekat kedua orang tuaku. Dari yang aku ingat, dia adalah sosok yang baik dan bijaksana, dulu bahkan kami sering menghabiskan waktu bersama. Terkadang  Emely kecil juga sering dititipkan pada kami jika Paman Rudolf sedang sibuk mengurus bisnisnya di luar kota. Emely telah kehilangan ibunya tepat setelah ia baru dilahirkan, begitulah cerita yang pernah kudengar.

Bahkan dulu paman Rudolf dan kedua orang tuaku sempat berencana menjodohkanku dengan Emely. Padahal kami berdua saat itu masih kecil. Jarak usiaku dengan Emely terpaut delapan tahun.

Aku juga masih ingat hari itu, ketika paman Rudolf mendatangiku. Dia mengajukan sebuah penawaran padaku. Penawaran yang tidak mungkin pernah bisa kuterima.

"Ada perlu apa paman datang kemari?" Aku bertanya saat paman Rudolf baru saja mendudukkan diri pada sofa diruang kerjaku.

"Ini menyangkut Emely." jawabnya lirih.

"Kenapa dengan Emely, paman?"

"Kau pasti tau bahwa putriku dari dulu menyukaimu."

"Aku juga menyukainya, dia gadis yang manis." Aku terkekeh menanggapi perkataan paman Rudolf.

"Dia juga mencintaimu."

Deg,

"Maksud paman?"

"Aku ingin melanjutkan perjodohan kalian yang pernah kurencanakan dengan orang tuamu dulu, dengan kau menjadi suami Emely maka saham utama di perusahaanku akan sepenuhnya menjadi hak milikmu karena saham tersebut juga milik Emely. Aku memang sudah  merencanakan ini semua, Emely harus menikah dengan pria yang tepat agar kelak ada yang menggantikan tanggung jawabnya dalam mengurus perusahaanku."

Penuturan panjang lebar paman Rudolf seketika membuat kepalaku berdenyut nyeri.

"Sayangnya aku menolak rencana tersebut, karena aku sudah menganggap Emely seperti saudaraku sendiri." ujarku pada Renesya yang sejak tadi hanya diam mendengar ceritaku tentang Paman Rudolf dan kedekatan keluarga kami.

"Apa menurutmu, hanya karena aku menolak putrinya, lalu dia menaruh dendam padaku? Lagipula aku memang hanya menganggap Emely seperti saudaraku sendiri. Aku tidak mungkin bisa mencintainya."

"Alasanku lainnya, tentu saja karena saat itu sudah ada wanita yang keras kepala yang mengisi hatiku." Aku mengecup bibir Renesya cepat, ia tersentak kaget akibat ulahku. Aku terkekeh mendapati delikan tajamnya.

"Dan kau adalah pria paling menyebalkan yang tiba-tiba muncul mengusik hidupku." sudut bibirku tertarik ke atas, lalu menarik pinggangnya, menghapus jarak diantara kami.

Chieva
09 November 2022

RIOTOUS - [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang