Oh! ini sungguh menyebalkan, pasti kalian mengerti seperti apa rasa bosan itu bergelanyut tanpa ampun. Seharian terkurung di kamar seorang diri tanpa melakukan apapun. Ini sungguh mimpi buruk.
Berusaha keras memutar otakku, namun tetap tidak dapat menemukan jalan. Shit! bagaimana aku bisa kabur dari tempat ini, aku tidak menemukan satupun saluran telepon, televisi atau apapun yang bisa menghubungkanku dengan dunia luar. Aku bahkan tidak tahu dimana ponselku sekarang. Pria gila itu sepertinya memang berniat membunuhku secara perlahan. Sejak tadi kemana saja dia, batang hidungnya sama sekali tak terlihat. Awas saja jika muncul nanti, aku akan membuat perhitungan dengannya.
Menahan nyeri, perutku terus berdemo ingin segera diisi, tapi aku tidak peduli, makanan sejak pagi tadi bahkan belum aku sentuh sedikitpun, padahal saat ini hari sudah mulai petang, siluet jingga bias cahaya matahari yang mulai tenggelam menyeruak ke dalam menyilaukan pandanganku, membuatku terpesona dengan keindahan surya yang terlihat sangat jelas dari kamar ini.
Melangkahkan kakiku semakin dekat ke jendela kaca yang menampilkan view indah tersebut, jauh di sana, gedung-gedung pencakar langit menjadi background pelengkap tergelincirnya sang surya. Entah mengapa aku merasa tidak asing melihat pemandangan seperti ini, seolah aku sudah sering melihatnya, tapi kapan dan dimana?
Apartement ini berada di lantai paling atas, sesaat aku teringat sesuatu lalu bergidik ngeri membayangkan rencana gilaku yang akan melompat dari sini. Oh Ya Tuhan! sepertinya aku juga mulai tidak waras akibat rasa frustasi.
Syukurlah saat ini fikiranku kembali jernih, rencana bodoh itu justru akan membuatku rugi, aku harus menemukan cara lain. Pria itu sama sekali tidak mempan hanya dengan sebuah ancaman.
Yang terpenting sekarang adalah bisa keluar dari kamar ini, siapa tahu nanti aku memiliki kesempatan untuk kabur.Apa mungkin aku harus bersandiwara? sepertinya itu bukan ide buruk. Keningku mengernyit ngeri membayangkan diriku harus berkata manis pada lelaki brengsek macam Marcus. Pria itu telah merenggut sesuatu yang berharga dari diriku secara paksa dan aku sangat membencinya.
Tapi, sepertinya tidak ada cara lain, mau tidak mau aku harus melakukannya. Yach! Meskipun rencana ini membuatku muak. Aku tetap akan mencobanya, berpura-pura menjadi wanita penurut, right! Dan saat dia lengah nanti aku memiliki kesempatan untuk kabur.
Terdengar suara pintu terbuka, membalikkan tubuhku. Detik itu juga melihatnya melangkah santai melewati pintu membawa paper bag di tangan kanannya. Dia belum melihatku, kedua matanya justru terarah pada makanan di atas nampan yang belum sempat aku sentuh sama sekali.
“Kau ingin makan dengan caramu, atau aku akan menyuapimu dengan caraku sendiri.” Dia berjalan mendekatiku, aku berdecih lalu memalingkan wajahku. Aku tidak tahu harus menjawab apa? masih bingung bagaimana cara berinteraksi secara baik-baik pada pria sialan ini.
“Bagaimana keadaanmu? apa pergelangan tanganmu masih sakit?” oh! aku bahkan nyaris melupakan luka akibat hasil karyaku ini. “Aku bosan!” jawabku acuh. Berusaha mengabaikannya yang kini sudah berdiri tepat di belakangku.
“Apa yang kau inginkan heuum?” tanpa permisi melingkarkan lengannya di pinggangku, apa-apaan ini? aku berusaha menghindar namun dia justru semakin mengeratkan pelukannya. “Hanya tetap di sampingku, maka kau tidak akan bosan.” Oh! sialan ingin sekali aku merobek mulut lancang pria ini, tapi sayangnya tidak sekarang Renesya, kau harus bisa lari darinya. Pria ini benar-benar gila. Aku berusaha keras meredam gemuruh di dadaku. Ingin sekali menyingkirkan lengan menyebalkan yang melilit pinggangku, sayangnya aku harus tetap diam, baiklah! kali ini aku akan mengikuti permainannya.
“Biarkan aku keluar dari kamar ini.”
“Asal jangan pernah berfikir lari dariku, kau bisa melakukan apapun sesuka hatimu di apartemen ini.” ck! darimana dia tahu isi hatiku. Ini bahkan belum di mulai.
“Berikan alasan mengapa kau mengurungku seperti ini?”dia menempelkan dagunya di pundakku, lengannya memelukku semakin erat, tubuhku terasa kaku, namun aku tetap diam, tidak menolak sentuhannya, pandangannku menatap lurus pada kaca, matahari sudah tak terlihat digantikan pernak pernik lampu yang mewarnai kota.
“Karena ingin melihatmu setiap hari berada di dekatku.” memutar bola mataku malas, hanya seperti itu? aku mendengus. Dia memang sudah gila. Siapapun tolonglah aku!
“Dan kau membuat hidupku berantakan!”
“Itu tidak benar!” kecupan ringan menghujani leherku. Oh ya ampuunn! pria ini benar-benar tidak tahu diri. Aku menggeliat berusaha menghindari sentuhannya, jujur aku paling sensitif menerima sentuhan di daerah itu. “kau akan mengerti suatu saat nanti.” tambahnya lagi. Mengernyitkan kening, apa maksudnya ‘suatu saat nanti?’ dia fikir saat ini aku tidak mengerti tentang hal gila yang dia lakukan padaku.
“Kau harus makan.” lilitannya di pinggangku sudah terlepas, membuatku kembali bernafas lega. Bisa dipastikan lebih lama aku berada di dekatnya, mungkin saja aku bisa tertular virus kegilaannya ini, sangat menghawatirkan.
“Biarkan aku keluar dari kamar ini dulu.”
“Baiklah, tapi kau harus makan!”
Aku mengangguk tanpa membantah lagi, ternyata mudah sekali, aku tersenyum dalam hati. Tinggal sedikit lagi aku bisa kabur darinya. Dasar pria gila bodoh! dia pikir aku mau begitu saja menurut padanya.
Dia berjalan mendahuliku tangannya terulur meraih handle pintu, sedangkan aku mengikutinya dari belakang tanpa suara. Masih diam, bukannya melangkah keluar dia justru menoleh lagi kebelakang, menatapku dalam seraya meraih dengan hati-hati pergelangan tangannku yang di perban, wajahnya tiba-tiba terlihat sendu, aku tidak mengerti apa yang dia fikirkan saat ini. Ahh! mungkin saja dia merasa bersalah, dan jika benar begitu seharusnya dia melepaskanku.
“Jangan pernah menyakiti dirimu lagi.” ujarnya lembut seraya mengusap lukaku yang dibalut perban.
“….”
“Kau boleh meminta apapun, asal jangan meminta pergi meninggalkanku, mengerti!” lidahku gatal ingin sekali memakinya, tapi tidak! kau harus tetap diam Renesya!
“….”
“Jangan diam saja, biasanya kau selalu mendebatku.”
Memalingkan wajahku. “Aku sedang malas berdebat.”
“Aku anggap saat ini kau sudah menurut padaku.” tiba-tiba saja senyumnya mengembang layaknya bocah yang baru saja mendapat mainan baru. Ya Tuhan! kenapa moodnya cepat sekali berubah-ubah. “Aku tadi membelikanmu beberapa potong baju.” Dia mengendikkan dagu ke arah paper bag yang tergeletak di atas nakas. “setelah makan, kau bisa mandi dan mengganti bajumu.” Aku menanggapinya hanya dengan anggukan malas.
“Sampai kapan kita berdiri di ambang pintu seperti ini?” kesabaranku mulai habis, hanya cengiran lebar yang kudapatkan. Detik selanjutanya, dia mulai melangkahkan kakinya keluar seraya menghela tubuhku, aku mengikutinya dari belakang. Ini pertama kalinya aku keluar dari kamar membosankan itu. Pandanganku mengedar ke sekililing, apartement ini terlihat minimalis namun terkesan mewah, ada beberapa ruangan dengan pintu tertutup rapat, kami berjalan ke ruang tengah.
“Duduklah sebentar aku akan menghangatkan makanan untukmu.”
“Kemana pelayanmu?” menghempaskan tubuhku ke atas sofa, diam-diam ekor mataku menyapu ke segala arah, dimana dia menaruh telepon? ahhh itu dia, tidak jauh dariku ternyata.
“Mereka hanya datang di pagi hari sampai sore, biasanya setiap malam aku lebih sering makan di luar.” Dia berjalan ke arah dapur. Akupun segera beranjak saat tubuhnya tidak lagi terlihat. Melangkahkan kakiku cepat menghamipiri gagang telefon yang terletak di meja kecil samping televisi flatscreen di sisi kiri ruangan.
“Baiklah! aku harus secepatnya menelpon Grace.” gumamku lirih.. Telunjukku menekan beberapa digit nomor , untung saja aku hafal nomor ponselnya. Jantungku berdegup kencang, berdo’a dalam hati semoga saja dia lama berada di dapur. Aku menunggu sejenak, Grace belum mengangkat panggilanku, aiissh! kemana gadis itu, harusnya dia berusaha mencariku! mana ada seorang manager diam saja saat modelnya menghilang, emosiku tiba-tiba meletub mengingat hal itu, namun detik selanjutnya sebuah suara membuat jantungku hampir lepas dari tempatnya. oh tidak! mimpi buruk semakin nyata.
“Kau pikir, apa yang sedang kau lakukan Renesya?”
Chieva
30 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
RIOTOUS - [ End ]
RomantizmApa kau pikir aku akan menyerah begitu saja? Tidak akan pernah! Kau akan tahu sendiri, apa saja yang bisa kulakukan untuk memenangkan permainan takdir ini. Tidak perduli seberapa keras kau menolaknya. ~Marcus ~...