"Bisakah kau menjelaskannya, ini hanya bercanda bukan?" Aku menyodorkan layar ponsel itu tepat di depan wajahnya, sedetik aku melihat perubahan raut di wajahnya itu, tapi aku tidak tahu apa artinya, dia masih tetap diam seolah tak berminat menjawab pertanyaanku. Tiba-tiba ponsel di tanganku berbunyi nyaring, lalu dia meraihnya cepat.
Aku hanya terdiam melihatnya. Ponsel itu kini sudah beralih tepat menempel di telinganya. "Apa kau bilang?" dia berbicara masih dengan keadaan yang sama, hanya berbalut handuk sepinggang, oh mungkinkah di dalamnya tidak ada penutup lainnya lagi? hei! apa yang kau pikirkan Renesya. Fokus!
"Kau gila bagaimana mungkin bisa terjadi?" dia mulai meninggikan suaranya, aku mengerutkan kening, memangnya apa yang terjadi?
"Baiklah!" Dia menyudahi panggilannya, lalu kembali melemparkan tatapannya padaku, aku masih berusaha sabar menunggu jawabannya dari pertannyaanku tadi.
"Kita harus segera pergi dari sini."
"Pergi? Tidak. Kau harus menjelaskan lebih dulu tentang foto itu padaku" Aku tetap bersikeras menuntut penjelasan darinya.
"Akan kujelaskan nanti, sekarang kita harus cepat pergi sebelum mereka naik ke atas." Aku mengerutkan kening tidak mengerti. Mereka siapa yang dia maksud? Dia mendorong tubuhku keluar dari kamarnya.
"Cepat ganti bajumu, aku akan berpakaian, kita harus pergi dari sini secepatnya." Seketika itu juga kata 'Pergi' seperti lampu pencerah di otakku yang gelap. Pergi dari sini berarti aku memiliki kesempatan kabur darinya. Apa mungkin mereka itu orang-orang yang mencariku, dan Marcus berniat kabur membawaku pergi ke tempat lainnya lagi. oh! aku tidak akan tertipu olehnya lagi, lihat saja nanti.
Melangkahkan kakiku cepat, memasuki kamar lalu bergegas mengganti pakaianku dengan dress hitam selutut yang dia belikan waktu itu."Ini tidak buruk." ujarku seraya mematut diri di depan cermin. Beberapa saat kemudian, kulihat di kaca pantulan diri Marcus menyembulkan kepalanya dari balik pintu, "Kau sudah selesai? ayo! kita tidak punya banyak waktu." Marcus berjalan mendekat ke arahku dengan membawa sesuatu di tangannya.
Memakaikan topi, syal, masker dan kacamata hitam padaku lalu pada dirinya sendiri. "Apa maksudnya ini?, memangnya apa yang akan kita lakukan?" keningku mengerut bingung. Oh! tidak penampilanku pasti aneh sekali, mana ada seorang wanita memakai dress berpadu dengan topi dan syal pada musim panas seperti ini, Marcus Jo memang sialan.
"Tidak ada yang boleh tahu, kita harus menyembunyikan wajah kita, atau semuanya akan kacau." Aku mendengus, semakin tidak mengerti apa yang dia inginkan sebenarnya. Lihat saja! saat diluar nanti aku akan membuang semuanya, aku tidak butuh ini. Biar saja orang lain tahu siapa aku.
"Ingat! jangan pernah di lepas, kau harus tetap memakainya, jika tidak wartawan di luar nanti dapat mengenalimu dan semuanya menjadi runyam." Jadi ─ mereka yang dia maksud adalah para wartawan. Oh! bukankah itu bagus. Runyam hanya dalam versimu, keparat!
Aku tersenyum sinis dibalik masker yang kupakai, tentu saja Marcus tidak menyadarinya karena dia sudah sibuk menarik tubuhku keluar dari ruangan. Ide baru terlintas di otakku, ini kesempatanku kabur darinya. wartawan itu harus melihatku. Tapi apa yang sebenarnya terjadi? mengapa wartawan mencariku? mungkinkah keberadaanku di kota ini telah di ketahui oleh mereka?
Kami turun melewati lift khusus untuk penghuni Suite Room, berjalan melalui lorong panjang yang sepi lalu keluar melewati pintu darurat, Marcus terus menggenggam tanganku sangat erat. Kulihat sebuah mobil telah menunggu kami. Oh! Tidak aku harus berhasil kabur sekarang juga, tidak ada lagi kesempatan, tekatku dalam hati, memutar cepat otakku. Dengan gerakan refleks aku menarik tangannya lalu menggigitnya sangat kuat, dia mengaduh kesakitan dan genggamannya mengendur. Inilah kesempatanku.
Menghempaskan kuat tangannya lalu aku berlari cepat meninggalkannya. Dari belakang aku masih bisa mendengar suara teriakannya memanggil namaku. Sial! dia pasti mengejarku, mengabaikannya, aku terus berlari, tidak ingin menoleh kebelakang. Membuang semua perlengkapan sialan yang kupakai.
Aku hampir mencapai depan pelataran apartemen, dan memang benar ternyata banyak sekali wartawan yang mengumpul di sana dengan perlengkapan siaran masing-masing. Bingung! apa yang harus aku lakukan? aku tidak memiliki keberanian menghampiri mereka, itu sama saja seperti mengumpankan daging pada buaya. Sebaiknya aku langsung kabur saja. Sial! ternyata Marcus hampir mendekat.
Aku berlari semakin cepat, kulihat dari arah berlawan ada taksi yang akan lewat. Tanpa menoleh ke kanan dan kiri, dengan cepat aku berlari menyebrang jalan untuk menghentikan taksi tersebut. Namun belum sempat sampai di sisi seberang jalan, aku merasakan tubuhku membentur sesuatu yang sangat keras, lalu terhempas ke udara, dan kembali kurasakan benturan keras itu untuk kedua kalinya. yang terakhir rasanya jauh lebih menyakitkan, seluruh tubuhku seolah remuk tak bersisa mulai dari ujung kepala hingga kaki. Merenung di sisa kesadaranku, Ya Tuhan! apa aku akan pergi dengan cara seperti ini? Kepalaku terasa pening. penciumanku menangkap bau anyir yang kuat. Hanya satu teriakan suara yang kudengar, sebelum semuanya menjadi gelap.
"RENESYA!"
Chieva
25 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
RIOTOUS - [ End ]
RomanceApa kau pikir aku akan menyerah begitu saja? Tidak akan pernah! Kau akan tahu sendiri, apa saja yang bisa kulakukan untuk memenangkan permainan takdir ini. Tidak perduli seberapa keras kau menolaknya. ~Marcus ~...