Chapter 6

4.7K 319 33
                                    

Sepertinya dewi keberuntungan memang sedang memihak padaku. Buktinya aku tidak perlu repot-repot melakukan casting sana-sini untuk mendapatkan kontrak baru.

Satu minggu setelah penolakan kontrak yang  kulakukan terhadap penawaran pria sinting itu. Aku justru mendapat tawaran lain, yaitu menjadi model sampul salah satu majalah dewasa ternama- Maxim Magazine, untuk edisi bulan depan.

Tentu saja aku tidak melewatkan kesempatan emas ini.  Akan kubuktikan. Tidak ada satu pun orang yang bisa mengendalikan seorang Renesya.

"Kau yakin akan memakai kostum ini?" Dari pantulan cermin besar di depanku, kulihat kerutan panjang tercetak jelas di dahi Grace. Dia mengernyit nampak tidak suka, mendapati make up tebal yang menghiasi wajahku.

Aku berdecak menanggapi pertanyaan Grace. "Maksudmu aku harus memakai piyama tidur saja? Kau pikir ini pemotretan keluarga berencana." tanyaku sarkastik.

Grace memang sedikit tidak setuju saat aku menerima tawaran ini. Menurutnya, wajah orientalku yang terkesan polos dan tampak lembut, kurang pas jika berpose dalam balutan gaun terbuka nan menggoda. Tapi aku tidak perduli. Bagiku Ini sebuah tantangan. Aku ingin menampilkan image yang berbeda. Menjadi liar dalam artian yang sesungguhnya bukanlah hal tabu bagiku?

Seorang make up artist sibuk menyapukan blush on di pipiku, sebagai sentuhan terakhir. Grace terlihat enggan saat menyodorkan kostum yang akan kugunakan untuk pemotretan hari ini.

"Sepuluh menit lagi akan dimulai." Grace mengingatkan sebelum tubuhku menghilang dibalik pintu ruang ganti.

Mematut tubuhku di depan cermin sebadan. Gaun flower romper with lace fishnets memeluk setiap lekukan tubuhku dengan pas, dipadukan dengan kimono hitam layered necklaces sebagai outernya . Tidak ada yang berlebihan. Menurutku gaun ini masih terkesan normal, kalau mengingat Maxim merupakan majalah dewasa yang sering mengumbar sisi menarik dari setiap lekuk tubuh wanita.

Tapi tunggu. Ada dua tema dalam sesi  pemotretan ini, kita lihat saja, mana yang lebih menarik nantinya.

"Time to show!" gumamku pada diri sendiri. Sudut bibirku terangkat, menampilkan seringai yang terlontar pada bayanganku di dalam cermin. Rasanya sudah tidak sabar ingin melihat hasilnya nanti.

Saat keluar dari ruang ganti. Kulihat para kru dan fotografer handal sudah selesai menyiapkan segala perlengkapan mereka untuk mengambil gambar.

"Are you ready, ladies?" Aku menoleh, mendapati Matthew berjalan perlahan mendekatiku. Dialah yang akan menjadi pasanganku untuk pemotretan kali ini.

Matt hanya mengenakan bawahan hitam berbahan jeans. Tubuh bagian atasnya terbuka, tidak memakai apapun. Membuatku leluasa menikmati pemadangan indah tubuh tegap pria dewasa. Mendadak tenggorokanku terasa kering, aku kesulitan meneguk salivaku sendiri. Sial!

Matt sudah berdiri tepat di sampingku. Seketika telapak tanganku terasa gatal ingin merasakan tekstur keras otot liatnya, dan bagaimana saat aku menyentuh perut sixpacknya tersebut. Cukup. Hentikan Renesya! Kau sungguh memalukan. Dewi batinku memprotes, dia cemberut, karena aku bertingkah seperti remaja labil yang haus akan sentuhan pria.

"Hai ... " Aku tersenyum canggung menyapanya. Ini merupakan kali pertama kami berpasangan.  Aku memang sering melihat Mathew muncul di sampul majalah model Maxim Man.

Seorang kru memberi aba-aba jika pemotretan akan segera dimulai. Aku dan Matt berjalan beriringan menuju area pemotretan. Beberapa perlengkapan seperti soft box, lighting dan lainnya sudah siap dalam mode on.

Sebuah ranjang berukuran queen size terletak di bagian tengah yang akan menjadi properti utama kami. Background warna putih dan beberapa properti lainnya membuat suasana studio ini layaknya seperti sebuah suit room mewah.

Konsep pemotretan sesi pertama ini adalah 'Flirt'. Jadi disini, aku harus bisa menampilkan image seorang wanita penggoda. Sepertinya tidak sulit. Bukankah hal semacam ini sering kulakukan setiap malam.

Aku menyeringai saat fotografer memberi aba-aba take. Matt duduk di pinggiran ranjang. Sedangkan aku berdiri di sisi tubuhnya, seraya mengalungkan kedua tanganku di pundaknya. Tubuh bagian depanku sedikit condong ke arahnya.  Sisi kiri wajah Matt menempel di dadaku. Sial! Pria ini pintar sekali mencari kesempatan. Dewi batin menyumpah serapah di dalam sana. Tentu saja aku harus bersikap profesional dengan menampilkan, senyum menggoda serta lirikan manja untuk Matt.

"Hold ..."

"Oke, good!" Fotografer tersebut mengacungkan ibu jarinya. Tanda bahwa kami harus berganti posisi.

Aku naik ke atas ranjang, diikuti Matt. Pria itu merapatkan tubuhnya seraya merundukkan wajahnya di atasku, seolah akan menciumku. Fotografer kembali mengabadikan moment kami.

"Tiga take lagi kita akan ganti tema." Intruksinya lagi, sambil terus membidikkan lensanya pada kami.

***  

Pemotretan itu akhirnya selesai ketika matahari nyaris tergelincir dari singgasananya. Aku dan Grace segera bergegas pergi setelah aku selesai dengan urusan berganti kostum dan menghapus riasan.

"Sepertinya Matt tertarik padamu." celetuk Grace tiba-tiba saat kami sudah berada di dalam mobil.

Aku hanya terkekeh menanggapinya. "Bukankah sudah menjadi hal biasa jika seorang pria tertarik padaku?"

"Hei! Mataku sampai tak berkedip melihat kalian berdua. Apa kau tidak sadar Matt sudah memanfaakan posisinya dengan menyentuhmu di mana pun yang ia suka."

"Akan kuingatkan jika kau lupa Grace sayang. Kami model, dan itu sudah menjadi konsekuensinya. Aku memang sempat kesal padanya. Tapi toh percuma jika aku memprotes. Hal itu hanya akan mempertaruhkan karierku saja. Orang-orang akan menganggap aku tidak bisa bersikap profesional."

Grace memutar bola matanya jengah. "Well! Tidak seharusnya ia ngotot ingin mengantarmu pulang."

Ucapan Grace membuatku terkikik geli mengingat kejadian beberapa saat lalu. Matt ngotot ingin mengantarku pulang. Padahal aku tahu tempat tinggalnya berlawanan arah denganku.

Tentu saja aku menolaknya dengan alasan, kami sudah memiliki rencana khusus wanita. Akhirnya ia pun menyerah. Tapi aku harus berjanji, meluangkan waktu untuknya saat akhir pekan nanti.

Grace membelokkan kemudinya ke kawasan Guadrilatero della Moda. Kami memutuskan menghabiskan sisa hari ini dengan menjelajahi sepanjang jalan Via Montenapoleone. Untuk menginspeksi satu persatu jajaran butik-butik para desainer dan rumah mode ternama yang menampilkan koleksi terbaik sepanjang tahun. Oh ... Aku rindu berbelanja. Dewi batin berteriak kegirangan mengetahui sebentar lagi dapat memuaskan hobinya.


Chieva
18 Maret 2020

Di part ini Marcus g nongol dulu. Dia lagi prustasi karena ditolak Renesya mulu'... Wkwkwk see you next capt ya... 😘😘

RIOTOUS - [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang