Pallazo Apartement
Milan, Italia
15.40 DST
Tiga minggu berlalu. Kehidupanku menjadi lebih tenang. Tidak ada lagi gangguan dari pria gila itu. Mungkin dia sudah bosan dengan semua penolakanku. Ya. Anggap saja begitu.
Tapi sungguh. Ia seperti menghilang ditelan bumi, batang hidungnya sama sekali tak terlihat di manapun. Bahkan saat di Club malam. Padahal dari yang kuingat, pria brengsek itu tidak pernah absen dari kunjungannya ke Club. Terkadang aku sampai heran. Bagaimana mungkin ia bisa selalu tahu, saat aku berkunjung ke sana. Well, dia benar-benar wujud nyata dari seorang penguntit.
"Kupastikan setelah ini aku akan berpose untuk majalah dewasa, kau bisa melihatnya sendiri nanti!"
Aku terkekeh geli, tatkala benakku memutar kembali kalimat terakhir yang sempat kuucapkan padanya hari itu. Yach! Aku berhasil membuktikan ucapanku. Memang tidak akan sulit bagiku menemukan pekerjaan lain, meskipun aku menolak tawaran pria sinting semacam Marcus.
Harus kuakui, royalti yang akan kudapatkan dari kontrak jangka panjang bersama perusahaan mode milik Marcus, sangat menggiurkan. Jelas, tidak sebanding dengan kontrak pemoretan sampul majalah yang kujalani beberapa minggu ini.
Entahlah, aku hanya merasa penawarannya saat itu hanya bertujuan untuk mengikatku. Dan alasan lainnya. Aku seperti mendapatkan kepuasan tersendiri karena berhasil menolaknya mentah - mentah.
Jika boleh jujur. Sebenarnya aku cukup penasaran. Tentang bagaimana reaksi pria itu saat melihat hasilnya nanti? Aku tidak sabar menanti majalah edisi terbaru itu terbit. Tunggu. Apa mungkin dia akan melakukan sesuatu dengan kekuasaannya lagi? Dewi batinku menggeram tertahan. Awas saja, jika dia berani menggagalkan pekerjaanku untuk kedua kalinya. Aku benar-benar akan menuntutnya nanti.
Oke! Itu berlebihan. Kurasa kali ini dia tidak akan melakukannya lagi. Lagipula dia sudah tidak menggangguku.
Cukup. Berhenti memikirkannya Renesya! Dewi batinku memprotes sengit. Bukankah itu sangat baik? katanya mengingatkan. Ya. Itu memang sangat baik, aku setuju.
Hari ini aku bisa sedikit bersantai setelah beberapa minggu kemarin aku harus bekerja keras melakukan pemotretan. Seharian, aku mengurung diri di dalam kamar. Hanya keluar saat perutku merengek meminta asupan.
Lusa adalah peluncuran edisi terbaru ‘Maxim Magazine’ . Ini merupakan kali pertama aku menjadi model majalah dewasa. Sebenarnya aku sangat gugup. Katakanlah aku sedang mempertaruhkan image-ku yang lain dari biasanya. Bisa jadi sebagian orang tidak menyukai hasilnya nanti, tapi aku tidak peduli.
Mengembuskan napas. Aku berguling kesana-kemari di atas tempat tidur. Sepertinya aku harus menjernihkan fikiranku dengan mandi air hangat. Sudah terlalu lama aku bermalas-malasan di dalam kamar ini.
Matahari bahkan sudah tergelincir di luar sana. Kau sungguh mengerikan Renesya. Dewi batinku mengernyit jijik saat menatap pantulan wanita di dalam cermin. Rambut acak-acakkan. Wajah pucat tanpa polesan apapun, semakin diperparah dengan kelopak mata bengkak akibat terlalu lama tidur. Lengkap sudah.
Kurasakan dinginnya lantai marmer menyapa telapak kakiku. Meregangkan tubuhku sejenak sebelum berjalan ke arah pintu kamar mandi. Sepertinya hari ini aku akan menghabiskan sisa hariku dengan bersenang - senang. Yeah! You know what i mean.
***
Langkah kakiku berjalan gontai memasuki lift yang akan membawaku ke lantai atas dimana tempatku tinggal. Aku mengumpat kesal, karena telunjuku sedikit kesusahan menekan tombol agar pintu besi ini segera tertutup dan bergerak ke atas. Kepalaku terasa berdenyut seperti ada palu godam besar yang memukul -mukul disana. Sial! Sepertinya aku terlalu banyak minum malam ini.Beruntung hari ini Grace ikut ke Club. Dia yang mengantarku pulang sampai depan tadi. Jika tidak. Mungkin sekarang aku sudah berakhir di atas ranjang bersama pria yang bahkan tidak aku ketahui namanya. Ck! Aku terkekeh saat mengingat Grace kerepotan membawaku pulang, hingga terpaksa ia harus menelpon kekasihnya untuk meminta bantuan, padahal mereka sedang dalam mode bertengkar.
Seperti layaknya hari-hari sebelumnya. Pulang dari Club, aku selalu mendapati seluruh ruangan di apartemenku gelap gulita. Aku memang tinggal seorang diri. Karena aku tidak suka ada orang asing yang memasuki wilayah privasiku. Sejak dulu, aku lebih nyaman mengurus segala keperluanku seorang diri, tanpa bergantung pada orang lain.
Membuang stiletos sepuluh sentiku. Kakiku melangkah sempoyongan tak tentu arah. Berusaha membunuh kegelapan ini, telapak tanganku meraba dinding, mencari saklar lampu. Setelah berhasil menemukannya, ruangan ini menjadi terang benderang, pandangan mataku menjadi lebih jelas. Aku berjalan menuju kamar, berniat mencari beberapa potong pakaian nyaman di Wardrobe yang akan kugunakan tidur malam ini.
Langkah kakiku terhenti saat ekor mataku menangkap sesuatu di atas ranjang. Keningku mengerut dalam. Aku berjalan mendekati benda asing, yang entah dari mana datangnya.
Kulihat sebuket bunga mawar biru tergeletak begitu saja di atas tempat tidurku. Entah berapa jumlahnya aku tidak dapat memastikan. Tapi entah kenapa, aku merasa familiar dengan untaian tersebut. Keningku semakin mengerut dalam, siapa yang berani memasuki apartemenku? bagaimana mungkin bisa? bukankah hanya aku sendiri yang tahu berapa kombinasi kunci apartemen ini? Sial! Itu berarti ada seorang penyusup.
Tanganku terulur meraih note kecil yang terselip di antara bunga tersebut.
'Tidak lama lagi. Kau akan kembali'
Keningku semakin mengerut dalam. 'Kembali' Aku tidak mengerti devinisi kata kembali dalam kalimat tersebut. Memangnya aku harus kembali kemana? Ck!
Mataku kembali tertuju pada bunga yang masih belum sempat kusentuh sedikitpun itu. Dan entah kenapa tiba-tiba kepalaku berdenyut keras. Tubuhku limbung, aku terduduk di pinggiran ranjang, kedua kaki seketika lemas seperti ada tangan tak kasat mata yang melolosi tulang-tulangku. Lalu beberapa saat kemudian semuanya menjadi gelap.
Chieva
25 Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
RIOTOUS - [ End ]
Любовные романыApa kau pikir aku akan menyerah begitu saja? Tidak akan pernah! Kau akan tahu sendiri, apa saja yang bisa kulakukan untuk memenangkan permainan takdir ini. Tidak perduli seberapa keras kau menolaknya. ~Marcus ~...