Chapter 2

7.1K 436 29
                                    

Pallazo Apartement

Milan, Italia

07.40 DST

Siang ini, ada sesi pemotretan merk pakaian dalam Victoria's Secret. Ini merupakan kali pertama, aku menjadi model brand tersebut. Tidak ada salahnya mencoba hal baru bukan? mungkin saja bisa membuat karier modelingku semakin bagus.

Mematut tubuhku di depan cermin besar. Blouse Peach With Necklace Short Sleeve berpadu dengan hotpans putih levis di atas lutut. Tidak lupa kaca mata berframe hitam menggantung di hidung, semakin menyempurnakan riasan make up tipisku. Terlihat santai namun tetap berkelas.

Meraih Handbag Gucci yang menjadi salah satu koleksiku di Cabinets Bag. Lalu, melenggang santai keluar dari kamar.

Saat hampir mencapai pintu keluar, langkah kakiku terhenti oleh suara dering ponsel dari dalam tas. Merogoh ke dalam, tanganku sibuk mencari benda pipih tersebut. Nama Grace - sahabat sekaligus managerku - terpampang jelas pada layar ponselku.

Keningku berkerut. Untuk apa dia menelpon lagi? Padahal tadi pagi kami sudah sepakat, langsung bertemu di tempat pemotretan. Pasti sekarang ini, dia sudah berada di sana.

Tiba-tiba saja, firasatku mengatakan, ada sesuatu yang tidak beres. Dengan cepat ibu jariku menggeser icon hijau, menempelkan benda tersebut ke samping telinga.

"Ada apa?" tanyaku tanpa basa basi.

"...."

"Apa kau bilang? Itu tidak mungkin!" sergahku tidak terima.

"...."

"Baiklah cepat datang kemari." mengembuskan napas kesal. Entah apa yang baru saja terjadi. Firasatku semakin menguat. Jika bukan karena hal krusial, sudah pasti Grace bersedia mengatakannya langsung via telepon.

Tapi, yang terjadi sekarang? Dia justru menahanku agar tetap disini, sampai ia datang. Kesabaranku benar-benar sedang diuji. Aku mengembuskan napas lelah seraya memijit pelipisku yang terasa pening.

Ingatan tentang kejadian semalam tiba-tiba saja menyeruak dari dalam benakku.

Kata 'menikah' yang keluar dari sela bibirnya terasa seperti momok yang terus menghantuiku. Dan bukan hanya sekali. Entah apa yang menjadi alasannya, pria gila itu tidak pernah bosan mengucapkannya di depanku. Dan itu benar - benar membuatku muak.

Pernah suatu ketika, pada malam dimana saat aku sedang menemani minum seorang pria. Bisa dikatakan pria ini merupakan sahabat dekatku. Orang yang berperan penting dalam kesuksesan karir modelingku.

'Marshal' begitulah aku memanggilnya. Kami menghabiskan waktu bersama, untuk merayakan kesuksesanku karena baru saja terpilih sebagai pemenang International Model of The Year pada acara bergengsi British Fashion Awards.

"Baby, aku senang kau memilihku malam ini." dia mengedip genit, lalu melemparkan tatapan mencemooh, penuh kemenangan pada para pria di Club ini yang menatapnya dengan pandangan penuh rasa iri.

Aku terkekeh melihat tingkah jahilnya. Pria itu lebih semangat merapatkan tubuhnya padaku, membuat tatapan, banyak pasang mata kian membara.

Mencondongkan tubuhku, bibirku mendekat di samping telinganya. "Aku tidak buta sayangku, pria berkemeja putih di meja paling ujung sana, sejak tadi menarik perhatianmu bukan? bisikku pelan. Dari sisi lain, orang - orang pasti menganggap posisi kami benar-benar intim, dan siap melebur kapan saja.

Oh! Mungkin jika para pria itu tahu, seperti apa sebenarnya sosok Marshal. Aku yakin, mereka lebih memilih melarikan diri, daripada mencemburui lelaki ini. Seharusnya mereka lebih khawatir pada diri mereka sendiri, daripada mengkhawatirkanku. Karena seorang Marshal tidak pernah tertarik pada makhluk sebangsa wanita.

RIOTOUS - [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang