Doughlas Apartement
Manhattan, New York
11.28 NYTMaaf ─ maafkan aku. Kumohon maafkan aku, bak mantra─ kalimat-kalimat itu terus saja tergumam di sela bibirku. Aku memang bodoh! aku memang gila! kenapa aku tidak bisa mengendalikan diri, aku justru menyakitinya. Sungguh! aku tidak bermaksud melakukan hal menjijikan seperti itu, semuanya terjadi diluar kendaliku. Aku sangat menyesal.
Tuhan. Kumohon selamatkanlah dia. Gumamku dalam hati. Aku hanya terdiam, berdiri mematung di belakang dokter yang saat ini membebat perban di pergelangan tangannya. Aku harap kejadian satu jam yang lalu tidak akan pernah terjadi lagi, aku takut ─ sangat takut, melihat banyaknya darah yang keluar dari pergelangan tangannya. Renesya berani menyakiti dirinya sendiri hanya karena dia muak melihatku. kenyataan tersebut membuat hatiku teriris perih.
Mengapa semua ini bisa terjadi? siapa yang patut disalahkan? tentu saja dirimu sendiri ─berkacalah bajingan! Seharusnya kau bisa mengendalikan dirimu, seharusnya kau tidak menyakitinya.
Aku memaki diriku sendiri. Dia pasti semakin membenciku. Apalagi saat aku berkata tidak akan pernah mau melepaskannya. Dia milikku, keberadaanya harus selalu berada dalam jarak pandangku. Inilah kesalahan terbesarku, aku telah bertindak egois. Aku terlalu pengecut untuk mengambil resiko kehilangannya.
Beruntung saja Dokter Stefan berhasil menghentikan pendarahannya dengan cepat. "Bagaimana keadaannya dokter?" Aku bertanya tidak sabar. Dokter Stefan─dia adalah dokter pribadiku. Pria paruh baya, berambut nyaris putih dengan kacamata bulat itu, menoleh padaku, senyuman tipis di bibirnya. Semoga ini pertanda baik.
"Syukurlah kondisinya saat ini sudah stabil, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Untuk sementara kondisi psikisnya yang harus lebih diperhatikan. Saya anjurkan jangan terlalu memakasakan kehendak padanya. Dia mengalami syock berat tentang apa yang baru saja dialaminya. Dorongan impulsif untuk melindungi diri darimu, justru membuatnya mengambil resiko ingin menyakiti dirinya sendiri."
Marcus mengernyitkan kening, berusaha memahami penjelasan dari dokter Stefan.
"Apa dia akan tertidur lama." tanyanya kemudian.
"Saya sudah memberikan obat penenang, dia mungkin akan terjaga esok hari."
"Baik Dokter saya mengerti. Terima kasih banyak"
"Sama-sama tuan. Kalau begitu saya permisi dulu." Doker Stefan berlalu meninggalkan kami berdua. Aku mengambil sofa kecil lalu duduk di samping ranjangnya. Kuraih pergelangan tangannya yang tidak terluka, mengecupnya lama di sana.
"Jangan sakiti dirimu lagi Renesya, aku benar-benar bisa gila jika kau melakukannya lagi."
"Kau memang sudah gila!" Entah sejak kapan Aiden tiba-tiba saja sudah berada di belakangku, padahal aku tidak mendengar suara apapun sebelumnya. Aku sengaja mengabaikan kehadirannya.
"Kau tidak seharusnya melakukan hal itu padanya." tekannya lagi.
"Semuanya terjadi begitu saja, aku tidak bisa mengendalikan diriku." tidak ingin melihat nyata kemarahannya, fokusku masih sepenuhnya tertuju kepada Renesya, ya aku memang salah dan aku sangat menyesal, tambahku dalam hati.
Aiden mencengkram kuat lenganku, memaksaku berpaling padanya, pandangan matanya menatapku penuh amarah.
"Sebaiknya kita bicara di luar." Aku segera berdiri lalu memberinya isyarat agar mengikutiku keluar kamar.
"Seharusnya, aku menghentikan rencana bodohmu." Aiden meremas rambutnya frustasi.
"Kau menyesal , sudah membantuku?" tanyaku skeptis dengan sebelah alis terangkat.
"Kau sudah melakukan kesalahan fatal, Mark." tuding Aiden tepat di depan wajahku. "Kau menyusup ke apartemennya, kau membiusnya, dan kau membawanya ke Negara ini!
"Ya, aku memang salah, tapi aku tidak punya pilihan lain. Hanya ini jalan satu-satunya."
"Kau yang terlalu gegabah. Jangan salahkan aku jika setelah ini kau mendapatkan masalah lain. Kau tidak mengindahkan peringatanku saat itu! Dan kau sangat bodoh sampai tidak bisa mengendalikan dirimu sendiri! bagaimana mungkin kau memperkosanya.Seharusnya aku memang tidak boleh meninggalkan kalian berdua saja." Aiden mendesah lelah.
"Mana mungkin bisa begitu, Renesya tahu kau kekasih Grace, dia pasti marah besar jika mengetahui fakta ternyata kau bekerja juga untukku. Dia akan mengambil kesimpulan bahwa kalian memata - matainya."
"Ck! kau memang pintar beralasan. Bagaimana keadaannya? dia baik-baik saja kan? Grace sangat mengkhawatirkannya, dia nyaris frustasi karena tidak bisa melihat langsung keadaan Renesya."
"Dia baik-baik saja, hanya saja aku harus lebih berhati-hati menjaga psikisnya."
"Aku harap kau tidak akan menidurinya paksa lagi."
"Aku tidak mungkin melakukan kesalahan yang sama." ujarku bersungut sungut tidak terima.
Menghela nafas pelan, berusaha menenangkan diriku, pikiranku benar-benar kacau sekarang. "Lalu apa kau sudah menemukan jejak siapa dalang di balik kecelakaan waktu itu." tanyaku berusaha mengalihkan topic dari pembahasan yang membuat kepalaku pening.
"Jika saja ini mudah, mungkin tidak membutuhkan waktu lama hingga sekarang, agar aku bisa menemukan siapa dalang di balik kecelakaan saat itu, kau tahu semua rencananya tersusun sangat rapi, dia pandai bersembunyi, tidak ada satupun bukti yang mengarah pada seseorang yang kau curigai. Kasus kecelakaanmu sudah di tutup karena pelaku sudah di temukan saat kau tidak bisa memberi kesaksian secara langsung, dan tragisnya sehari sebelum persidangan di mulai si pelaku ini melakukan aksi bunuh diri."
"Aku sangat yakin, si keparat itulah pelakunya. Pasti ada cara yang bisa kita temukan. Kita hanya perlu bukti untuk mengancurkan iblis bermuka malaikat sepertinya."
"Kuncinya hanya ada pada Renesya. Sayangnya untuk saat ini kita tidak akan mendapatkan apapun darinya."
Chieva
08 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
RIOTOUS - [ End ]
Roman d'amourApa kau pikir aku akan menyerah begitu saja? Tidak akan pernah! Kau akan tahu sendiri, apa saja yang bisa kulakukan untuk memenangkan permainan takdir ini. Tidak perduli seberapa keras kau menolaknya. ~Marcus ~...