12. HARI KE-10

240 46 0
                                    


12. HARI KE-10

Agatha mengekor kepada Harry selama berjalan untuk mencari cindera mata di pusat kota London. Harry dengan percaya diri terus melangkahkan kakinya kesebuah toko cindera mata langganannya sedari dulu.

"bisa kau pendekkan langkahmu, kaki panjang?" sindir Agatha saat dia menyadari dia sudah terpisah beberapa langkah dibelakang Harry. Sambil tersenyum kecil Harry menuruti perkataan Agatha.

"apa yang kau lakukan?!" protes Agatha saat Harry tiba- tiba merangkulkan tangan panjangnya diatas bahu Agatha, "ini kulakukan agar kau tidak tertinggal seperti tadi. Dan juga kalau kau mengekor padaku terus seperti tadi, kau malah terlihat sebagai asistenku, kau tahu?" Dan saat itu juga wajah Agatha berubah kemerahan.

Agatha menepis tangan Harry yang melingkar dibahunya dengan paksa dan mempercepat langkahnya mendahului Harry, "nah, kalau sekarang kau terlihat seperti asistenku, kan?" ejek Agatha.

Harry tertawa, "atau sekarang kau lebih terlihat seperti bodyguard ku?"

"bodyguard harus berbadan besar. Jadi, mana mungkin orang- orang bisa berpikir bahwa aku adalah bodyguard mu?" Agatha tersenyum menang untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia menyadari sesuatu, "apa kau pikir aku gemuk?!"

Harry hanya berjalan cepat dan tersenyum lebar sembari membelokkan badannya kesebuah toko yang dimana Agatha juga masih mengekor padanya, "Harry! jangan bilang kau memang mempunyai pikiran seperti itu?"

Tapi, Harry masih tidak menghiraukan omelan kecil Agatha. Karena bagi Harry, menggoda Agatha adalah sebuah moodbooster. Harry tidak menghiraukan Agatha yang masih mengomel karena ejekan tidak langsung yang Harry lontarkan kepadanya.

Karena bagaimanapun, Harry mengejek Agatha hanya karena ingin menggodanya. Dimata Harry tubuh Agatha sudah pas.

Agatha yang sudah lelah sendiri karena omelannya kepada Harry yang tidak digubris sama sekali hanya bisa melipat kedua tangannya sambil melihat- lihat barang yang ada didalam toko itu. berbagai miniature dari beberapa ikon Negara Inggris, terutama yang berada dikota London terlihat lucu dan membuatnya gatal ingin membeli semuanya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi Agatha dan juga Harry belum berniat pulang sama sekali. Mereka masih berjalan santai disebuah jembatan besar. Agatha merapatkan mantelnya dan bersender pada pagar jembatan. Dengan menengadahkan kepala sambil memejamkan matanya, Agatha menghirup udara malam yang begitu dingin hingga dia rasa paru- parunya ikut terasa beku.

Agatha tersenyum, dia bahagia bisa berada di Negara ini, dia bahagia bisa menikmati keindahan kota London pada malam hari, dan dia bahagia karena dia bisa menghabiskan hari itu bersama dengan Harry. hanya dengan Harry. sang idola bagi seorang Agatha.

"kau senang?" tanya Harry yang ternyata memperhatikan gerak- gerik Agatha sedari tadi. Bagi Harry melihat Agatha tersenyum kepadanya mampu menghangatkan dirinya ditengah dinginnya malam itu.

Agatha membuka matanya, "tentu aku senang. Memangnya kenapa aku harus bersedih?"

Harry merubah posisinya menjadi menghadap kearah sungai. Matanya menerawang jauh kedepan. Ini hari kesepuluh, itu berarti tinggal tersisa empat hari lagi kita bisa bersama, batin Harry. dia bingung dengan dirinya sendiri. Mengapa dia bisa merasakan kegundahan saat menyadari hal itu.

"tidak ada." Jawab Harry seraya tersenyum kearah Agatha. Senyum yang menular bagi Agatha, jadi mau tidak mau Agatha ikut tersenyum.

Harry malu untuk mengakui bahwa dirinya memang tertarik pada sosok Agatha. Agatha yang muda, ceria, bersuara cempreng, dan sedikit tidak tahu malu itu berhasil membuat Harry jatuh hati dalam kurun waktu beberapa hari.

"kau tahu?"

"tahu apa?" tanya Agatha.

Harry menahan senyumnya, "aku masih ingat bagaimana suaramu saat pertama kali aku menyebut namamu waktu itu."

Sontak wajah Agatha memerah menahan malu. Ini sungguh diluar bayangannya, bagaimana dia masih ingat reaksi Agatha saat itu. Agatha menggigit bibir bawahnya menahan malu. Agatha ingat betul bagaimana dia berteriak kegirangan saat mendengar Harry menyebut namanya. Dan juga..

"dan ketika kau pingsan saat melihatku."

SKAK MAT.

***

"ku dengar kau dulu tinggal di sini?"

"ya, memang aku dulu tinggal disini."

"lalu, mengapa kau pindah?"

Arnold memandang jauh kearah depan. Dia tahu hanya ada dua alasan dia meninggalkan London pada saat itu. pertama, dia diutus oleh ayahnya untuk melanjutkan bisnis keluarga yang berada di New York, dan kedua karena dia tidak ingin tersakiti lebih dalam oleh perasaannya sendiri kepada Katniss.

"kalau aku tidak pindah, aku mungkin tidak akan bertemu denganmu, Abe.." Abigail tersenyum mendengar pernyataan itu keluar dari bibir Arnold. Dia mengangguk- anggukkan kepalanya sembari mengaduk kopinya yang hampir dingin.

"padahal baru satu bulan sejak kita berkenalan, ya? tapi aku merasa kau adalah teman lamaku.." Abigail terkekeh kecil diakhir kalimatnya.

Ada sesuatu hal yang membuat Abigail nyaman dengan Arnold. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh hanya sebuah rangkaian kata. Namun, Abigail tahu bahwa itu adalah nyata. Tidak, itu bukan cinta. Tapi, sesuatu yang lain. Yang lebih sederhana namun abadi. Persahabatan.

"mungkin takdir yang membuat kita bertemu." Celetuk Arnold dan mendapat respon cemooh dari Abigail, "ya, takdir yang dibuat oleh ayahmu."

"lucu sekali, bukan?" Arnold menyerutput kopinya, "kurasa aku mulai menyukaimu." Sontak pernyataan Abigail membuat Arnold tersedak kopi panas yang sedang diminumnya.

Abigail tentu ikut panic dengan keadaan ini. dia segera meminta segelas air putih kepada pelayan dan langsung memberikannya kepada Arnold sambil menepuk- nepuk punggungnya.

"kau tidak apa- apa?" tanya Abigail khawatir saat Arnold sudah berhenti terbatuk- batuk.

Arnold menyenderkan punggungnya pada kursinya, "kau mabuk, ya?" Abigail mengernyitkan alisnya, "mabuk? Kita sedang minum kopi, bukan alcohol, bodoh."

"lalu mengapa kau mengatakan hal tadi?"

"hal apa?"

"ya, hal itu."

Abigail berpikir tentang hal apa yang dikatakannya sebelum Arnold tersedak. kurasa aku mulai menyukaimu, lalu Abigail tersenyum saat dia sudah berhasil mengingatnya.

"jangan salah paham. Aku hanya menyukaimu sebagai teman. Kau tahu kalau aku tidak bisa mencintaimu." Ujar Abigail lembut. Arnold tersenyum, "bukan tidak, tapi belum."

"tapi, kumohon jangan terlalu berharap kepadaku. ok?"

Abigail tersenyum pahit,"akan kuusahakan." 



***

mohon dimaklumi atas krisis ide dan inspirasi untuk melanjutkan cerita ini...

terimakasih atas kesabaran para readers yang masih (harus terpaksa) menunggu kelanjutan akan kisah mereka..

THANKS!!

regard,

-ichanfta

AGATHA [Harry's]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang