Lima

46 0 0
                                    

Seminggu sudah kejadian menyebalkan bagi Andira itu, dia bahkan semakin sebal dengan hidupnya. Bertemu dengan seseorang yang mengusik dan membuat hari-harinya sangat kelam.

Dan selama itu juga, Nadia dan Liana terlihat semakin dekat sekali. Pertemanan mereka semakin erat. Makin susah saja, untuk memisahkannya. Sudah berulang kali juga Andira meminta agar ibunya untuk tidak dekat dengan Liana. Dan permintaan itu juga sama sekali tak digubris oleh Nadia.

Terbukti, bahwa Andira harus lebih waspada akan cowok itu. Cowok yang super menyebalkan baginya. Yang akan menjadi musuhnya untuk selamanya.

"Pokoknya gue gak bakalan mau temenan sama dia." Kata Andira kepada dirinya sendiri.

Setelah mengatakan itu, Nadia mengetuk kamar anaknya dan perlahan-lahan membuka pintunya. "Mama boleh masuk?"

Andira yang melihat ibunya sudah berada di ambang pintu, kini segera memposisikan tubuhnya terduduk di atas tempat tidur miliknya.

Dengan cekatan Nadia menempatkan tempat duduknya di samping Andira. "Nak, mama boleh bicara ?" Tanya Nadia dengan nada lembut sekali.

Andira segera menoleh dan mendapatkan mamanya sedang menatap ke arahnya. "Ada apa, Ma? Ngomong aja"

"Jadi, gini mama sama papa besok harus ke luar negeri. Karena, ada rekan bisnis papa yang mau ketemu," jelas Nadia sambil membelai rambut anak semata wayang nya itu.

Wajah Andira berubah seketika. Baru saja dia merasakan akan kehadiran keluarga yang harmonis, sudah harus kehilangan kembali.

Sementara itu, Nadia mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh anaknya itu. Nadia mencoba untuk tersenyum kepada Andira walau ia tidak tega melihatnya.

"Kamu bisa kan? Sendiri?" timpal Nadia kembali karena, Andira sama sekali tidak membalas perkataannya.

Andira hanya dapat tersenyum dan memeluk mamanya. "Iya. Nggak apa-apa kok Ma, Aku bisa sendiri. Mama sama papa jangan lama-lama ya, aku kangen," manja Andira kembali kepada Nadia.

"Iya Mama nggak akan lama-lama kok, palingan cuma tiga minggu aja." Ucap Nadia yang masih memeluk anaknya itu.

Sesudah itu, Andira melepaskan pelukannya. Dia memerhatikan mamanya. Sebenarnya, dia berharap sekali bahwa Nadia akan tinggal lebih lama lagi bersama dengannya. Tetapi, kenyataan lagi-lagi membangunkannya.

Andira kembali menyandarkan tubuhnya di tempat tidur miliknya sambil, mencari cara untuk membuka topik mengenai cowok itu. "Ma, Tante Liana masih ada di Jakarta?"

Nadia yang merasa aneh mulai menatap anaknya dengan heran sekaligus curiga. "Iya. Memangnya kenapa?"

"Nggak, aku cuma heran aja. Kok Tante Liana bisa punya anak senyebelin Asgar sih ?!"

Nadia hanya tersenyum sambil mengelus lembut rambut anaknya itu. "Nyebelin gimana? Bukannya Asgar ganteng ya?" 

Memang betul. Andira sangat membenarkan pernyataan itu. Tetapi,  yang menjadi masalahnya adalah sifat Asgar yang sangat menyebalkan.

"Ya udah. Kalo gitu mama mau ke kamar dulu ya,"

Hanya anggukan saja yang diberikan Andira kepada Nadia. Rasanya bosan sekali di rumah. Apalagi, orang tuanya akan pergi ke luar negeri. Sangat menyebalkan pikir Andira.

****

Suasana koridor pagi sangat ramai sekali. Tetapi, Andira dengan santai berjalan menyusuri koridor sekolah. Kelas demi kelas di lewati olehnya. Hingga sampailah di kelas XII IPS 2.

Don't Leave METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang