Lima Belas

20 0 0
                                    

Jangan lupa di vote yaa....

Happy reading...

--------------------------------------------------------
Matahari terik sekali. Di siang yang panas ini , biasanya para kaum hawa akan lebih baik menunggu jemputan di dalam sekolah. Daripada , harus menunggu di pinggir jalan atau di depan gerbang sekolah. Tetapi, tidak dengan Andira. Dia lebih suka menunggu Pak Imron di depan gerbang sekolah, karena akan lebih mudah mengetahui sudah dijemput atau belum.

Sesekali gadis itu melirik ponselnya melihat lelaki paruh baya itu sudah sampai atau masih di jalan, tetapi nihil. Alhasil, gadis itu harus menunggu sampai di jemput. Bella dan Rayya baru saja pulang bersama , faktor rumah mereka yang searah. Jadilah, Andira harus menunggu sendiri di bawah teriknya matahari.

Seharusnya Asgar mengantarnya pulang tadi, tetapi karena ada urusan cowok itu jadi harus pergi terlebih dahulu. Andira pun menyetujuinya saja. Tanpa memprotes sedikit pun. Sehingga, cewek itu harus pulang bersama dengan Pak Imron. Tetapi, sedari tadi saja Pak Imron belum datang juga.

Bukan Pak Imron yang sekarang malah ada di hadapannya, tetapi cowok itu lagi dan lagi. Selalu saja mengganggu Andira.

Nggak ada kapok-kapoknya.

Andira menatap sinis cowok yang berada tepat di hadapannya sekarang. Sedangkan yang di pandang , menampakkan cengiran sambil membuka helm nya.

"Hai, mantan lama. Apa kabar ?" Terdengar sangat dekat sekali suara cowok itu . Andira masih membuang pandangannya ke arah lain, tanpa menoleh atau pun melirik sedikitpun.

Cowok itu tetap mendekati Andira terus , sampai jarak diantara mereka lumayan dekat. "kok sombong sih sekarang ? Nggak boleh gitu lah, yang namanya mantan harus berteman."

Andira terus menatap jalanan yang ramai. Matanya mencari-cari sesuatu yang sudah ditunggunya sejak tadi. Kalau saja dia sudah di jemput, mungkin Andira tidak akan bertemu dengan cowok yang satu ini. 

"Kalo belom move on bilang aja , masih sayang nggak usah malu-malu," ujar cowok itu tepat di telinga Andira.

Andira bergidik ngeri di bisikkan seperti itu. Keinginannya untuk mengeluarkan semua isi makanan , semakin menjadi-jadi. Dia melangkahkan kaki, mengikuti arah sebuah angkutan umum yang berhenti tidak jauh darinya berdiri sekarang.

Belum sempat melangkahkan kakinya , tangannya dicekal oleh laki-laki itu yang menatapnya dengan tatapan sedih yang dibuat-buat. "Mau kemana sih ? Cepet banget perginya , belum selesai berbicara sama orang jangan asal di tinggal. Nggak sopan lho,"

"Lepas nggak ?! Gue nggak sudi di pegang sama lo. Mendingan lo pergi deh sekarang , gue nggak mau ngomong sama cowok brengsek kayak lo." Ketus Andira yang segera melangkahkan kaki dari situ.

Langkahnya cepat sekali. Seolah ada seekor anjing yang mengejarnya. Berhasil sampai di depan angkutan umum, gadis itu cepat-cepat masuk. Takut, cowok itu akan menghadangnya kembali.

Angkutan umum melaju membelah jalanan raya Ibukota Jakarta. Gadis itu sedang menikmati udara yang masuk melalui celah jendela yang terbuka. Matanya terus melihat jalanan yang masih padat akan orang-orang yang berlalu-lalang. Bahkan , mobil pun juga. Beberapa menit kemudian , mobil berhenti. Jurusan yang mengarah ke rumahnya sudah sampai. Tinggallah sekarang dia harus berjalan sampai ke depan rumahnya.

"Nih bang, dua puluh ribu ya, "

"Makasih neng,"

Supir angkutan umum itu kembali menjalankan mobilnya. Andira terpaku di tempat. Ponselnya seketika berbunyi. Membuat gadis itu , harus menepi untuk melihat pesan di ponselnya.

Don't Leave METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang