Jalan raya kali ini sangat ramai, kota metropolitan memang terkenal dengan suasana ramainya. Ditambah lagi cuaca panas yang membuat siapapun kehausan.
Seperti sekarang ini. Seorang remaja laki-laki yang menepi kan motornya di sebuah warung kopi di dekat komplek rumahnya.
"Bu, Es kelapanya satu ya," kata lelaki itu kepada penjual warung tersebut.
Setelah memesan, cowok itu lekas mengambil posisi duduk di tempat yang sudah dipilih olehnya. Ia menjatuhkan pilihannya kepada bangku pojok paling kanan dekat dengan pintu keluar.
Beberapa saat kemudian pesanan pun datang. Dengan gelas yang berisikan es kelapa dicampur dengan es batu yang memberi rasa dingin.
"Makasih," ujar cowok itu sambil menerima segelas air kelapa tersebut.
"Sama-sama," balas penjual itu dengan seulas senyuman yang terlihat di wajahnya.
Drttt.....drttt...drttt
Sesuatu yang bergetar di saku celananya berhasil membuat cowok itu mengurungkan niatnya untuk meneguk minumannya. Matanya terfokus kepada benda pipih elegan karena warnanya itu.
Setelah melihat nama si penelpon, cowok itu segera menggeser tombol hijau dan mulai mendekatkan ponselnya ke daun telinga miliknya.
"Lo dimana kampret? Gua cariin di rumah nggak ada," suara di seberang sana berhasil membuat cowok itu menjauhkan sebentar ponselnya.
"Woi! Jawab kek, malah di diemin aje," timpal seseorang di seberang sana kembali dengan suara yang masih terdengar kesal sekali.
Cowok itu dengan santai menjawab pertanyaan temannya itu. "Gue lagi di warung kopi deket komplek rumah gue."
"Ngapain? Kok nggak ngajak kita lo?" Protes cowok di seberang sana sambil menghentakkan kakinya. Akibat, Asgar yang tidak mengajak Vano untuk ke warung.
"Ngapain gue ngajak lo? Rugi gue!" Jawab cowok itu sekenanya sambil meneguk minumannya kembali.
"Kumpul dong. Ada yang harus gua omongin sama anak-anak yang lain," kata cowok di seberang sana.
"Ya udah, gue cabut sekarang," Cowok itu segera memutar bola matanya dan menghela nafas sebentar seraya bangkit berdiri dan memberikan selembaran uang kepada penjual tersebut.
"Asgar, ini kembaliannya!" Ujar penjual warung tersebut. Warung penjual tersebut sudah hafal sekali bagaimana tingkah laku anak itu. Karena, beberapa kali Asgar selalu ke warung itu ketika, ingin jalan pulang ke arah rumahnya.
Asgar hanya mengangkat tangannya sambil menggelengkan tangannya yang memberi isyarat bahwa kembaliannya diambil saja.
"Eh ini anak! Bukannya ngambil lagi malah pergi. Udah ah, ndak apa-apa" senyum penjual sambil memasukkan uang tersebut ke dalam kotak yang berisikan uang.
Motor ninja hitam milik Asgar, sudah melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Membelah kota Jakarta yang tidak kunjung sepi.
Beberapa lama kemudian, Asgar sudah sampai di kediamannya. Lima motor sudah terlihat di pekarangan rumahnya. Sudah hafal sekali, siapa pemilik dari ketiga motor itu, Asgar bergegas masuk ke dalam rumahnya.
Setelah sampai di dalam rumahnya, Asgar bertemu dengan temannya yang sudah duduk di sofa ruang tamu miliknya.
Rangga mengangkat kepalanya dan tersenyum sumringah. "Oi! Lama amat, abis dari mana aja lu?" Rutuk Rangga sambil memasukkan ponsel miliknya.
Vano yang mendengar perkataan Rangga, memusatkan retinanya kepada seseorang yang sedang menjadi pusat pembicaraan itu.
"Yah, anjing gue kalah lagi!" Vano berteriak sambil membanting ponselnya ke sofa berwarna cokelat itu.
"Eh, lo tuh kalo teriak jangan di telinga gue bisa nggak?! Dasar kutil sapi!" Rangga memukul dahi milik Vano yang dibalas ringisan.
"Oh iya, gue punya gossip nih, terbaru lagi!" Vano menaruh ponselnya dan mendekatkan dirinya kepada Asgar yang sudah kembali duduk di sebelah Vano.
Asgar mengangkat sebelah alisnya dengan tatapan penasaran ke arah Vano."Tadi si Andira masa tolak si
"Tapi , menurut gue lo bakalan jadi kapten sekolah kita deh." Ujar Vano sambil kembali memainkan ponselnya.
"Emang pemilihannya kapan ?" Tanya Daffa setelah memakan camilan yang sudah tadi ia beli.
"Besok ," balas Vano yang diberikan anggukan langsung oleh Daffa.
Asgar menoleh sekilas , lalu memalingkan wajahnya ke arah meja depan sofa miliknya. "Nggak mungkin! Tahun kemaren udah gue, pasti tahun ini ganti lah,"
"Tapi bisa aja , Gar" timpal Rangga lagi yang tak mau kalah dari Asgar.
"Kan 'Bisa aja' berarti belom tentu lah ."
"Gini aja deh kita buat taruhan aja kalo gitu, gimana ?" Tutur Daffa yang kemudian disetujui oleh Rangga dan Vano.
"Boleh tuh! Taruhannya gue tau apa" jawab Vano yang langsung membuat Asgar menoleh ke arahnya.
"Apa ?" Jawab Asgar langsung dengan santai.
Vano pun tampak berpikir dan kemudian , mulai menyunggingkan senyumnya , "kalo misalkan bulan depan lo nggak jadi kapten untuk perlombaan kita , lo boleh nyuruh kita ngapain aja,"
Asgar mulai menyunggingkan senyum penuh arti kepada Vano. Tetapi, setelah itu Vano akan membuat senyum itu memudar seketika.
"Dan kalo ternyata lo yang mewakili sekolah kita , lo harus nembak cewek di sekolah kita ini secara besar-besaran. Gimana tantangannya ? Lumayan kan ?" Ucap Vano sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
Mendengar perkataan Vano, Rangga dan Daffa pun ikut bersemangat dalam taruhan ini.
"Siapa ? Gua aja nggak tau!" Jawab asal Asgar sambil memainkan ponselnya kembali.
"Lo tinggal duduk dan ikutin aturan main kita ," senyum Vano dengan senyum smirk nya.
"Awas lo macem-macem!" Ketus Asgar dengan wajah datarnya.
Vano, Rangga , dan Daffa pun membulatkan tangan mereka yang artinya membentuk kata 'Oke'.
9 April 2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave ME
Teen FictionKamu itu nyata atau hanya ilusi terindah yang hanya dapat ku genggam secara sementara ?