1. Pertemuan yang Tak Disengaja

257 12 0
                                    

Sore ini angin sepoi kembali mengibaskan rambutku. Seolah ingin ia membelai kepalaku lembut, mengusir rasa gamang yang menyergap hatiku. Tetapi sayang usahanya tidak berbuah apa-apa. Malah membuat diriku semakin terpuruk dalam perasaan tak menentu. Tertunduk dibangku taman ini, sembari mencoba untuk mengakhiri segala kebingunganku.

Ketika, aku mencoba ... mendongakkan kepala dan melayangkan pandang ke sekeliling. Mataku tiba-tiba menangkap sebuah pemandangan mobil penjual kopi keliling diujung taman, yang secara tidak sadar memutar kembali memoriku tentang dia...

Seorang kawan yang sempat mengajarkanku arti lain dari sebuah kenikmatan secangkir kopi susu. Lewat pertemuan yang tak disengaja kala itu ....

"Hosh...hosh..." Aku berlari sekuat tenaga menyebrang jalan. Maklum hari sudah menjelang petang dan aku takut kalau penjual kopi keliling langgananku keburu pergi.

Selain itu juga, sudah lama sekali aku tidak menikmati kopi susu buatannya, dan aku ingin menikmati segelas hari ini untuk teman lembur mengerjakan tugas kantor. Batinku.

Ketika aku akhirnya sampai disebrang jalan, aku segera berbelok menuju tikungan yang akan membawaku ke sebuah taman kecil tempat penjual kopi keliling langgananky itu mangkal. Tak butuh waktu lama, cukup lima menit untuk aku bisa sampai disana. Semoga dia masih disitu, harapku.

Lalu... untunglah dia masih disitu ketika aku sampai dengan terengah-engah. Meski kulihat dia sudah mulai berbenah untuk persiapan akan tutup. Tetapi aku rasa aku masih bisa mendapatkan segelas kopi susu yang aku mau.

"Maas..." kataku agak tersengal.
"Kopi susu satu."
"Kopi susu satu."

Sebuah suara lain membarengi suaraku. Aku pun terkaget dan segera menoleh kearah sumber suara lain yang membarengi suaraku barusan.

Lelaki jangkung berkulit putih serta berkacamata. Ternyata dialah yang membarengiku memesan kopi susu dan entah sejak kapan berdiri disebelahku. Aku sungguh tak menyadarinya. Tetapi pandangan mata kami sempat beradu saat kami sama-sama menyadari bebarengan menyebutkan pesanan yang sama. Sampai si penjual kopi mengajukan pertanyaan barulah kami sadar untuk mengalihkan pandangan menuju objek lain.

"Eh, maaf kopi susunya tinggal satu. Mungkin yang lainnya mau cappucino atau latte?" Tanya si penjual kopi.

Hah, habis....ah, percuma dong. Masa iya aku mau berebut kopi susu sama engkohnya yang disebelahku? Mana yang lain aku gak ada yang suka. Kayaknya kopi instan juga lumayan buat temen lembur.

"Oh, iya sudah,Mas. Terimakasih." kataku sembari melangkah pergi.

"Eh, cik tunggu dulu! Kopi susunya buat ciciknya saja. Saya bisa pesan yang lain kok." kata engkohnya itu tiba-tiba berusaha menahan langkahku.

"Oh, gak usah koh. Buat engkohnya saja." kataku sambil beranjak pergi.

"Oh, iya sudah cik terimakasih." katanya

Filosofi Pasangan KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang