"Faratya Andreani!"
Ratya mengelus dada melihat tingkah laku Naja. Kurang pekerjaan atau apa, sampai harus memekik, menyebut nama lengkapnya seperti itu.
"Apa sih?!" Ratya melewati Naja yang masih berdiri di ambang pintu kelas. Afka yang mengekor di belakang Ratya hanya menatap Naja dengan kening berkerut.
"Kok tumben sih, Ra. Kamu dateng jam segini?" Naja melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 06.45, menurutnya ini sudah terlalu siang untuk Ratya yang suka datang pagi. Lalu, ia memutuskan kembali ke tempat duduknya setelah sadar sambutannya sama sekali tidak diapresiasi.
"Nungguin si Afka nih, lama banget di kamar mandi."
"Perutku mules, Ra. Kebanyakan makan pecel yang tadi malem," Afka menyengir.
"Pecel? Tadi malem? Kalian makan bareng dimana? Kok nggak ajak aku sih!" Naja menampilkan wajah sebalnya.
"Afka tuh nginep di rumah aku, Na. Orang tuanya ke Solo. Udah deh, nggak usah iri begitu." Ratya berusaha untuk mendinginkan suasana.
"Iya deh nurut." Naja memutar tubuhnya, menatap Ratya yang duduk di belakangnya. "Kamu nggak ambil foto aib dia waktu tidur? Kan lumayan, bisa dipajang di mading buat tugas ekskul fotografi, Ra." Kalau bukan nyinyiran, ya ide konyolnya yang dilontarkan.
"Kamu tuh Na," Ratya mencubit pelan lengan Naja, "kenapa baru ngasih idenya sekarang?" lanjut Ratya.
Naja tergelak, sedang Afka yang sudah ada di sudut kelas untuk mengambil sapu karena sekarang jadwal piketnya bersungut-sungut, "Rese kamu, Ra. Sama aja kayak si Najong."
"Eh, biji bunga matahari. Denger ya, Najwa Fatira Pasha. Jangan diganti-ganti."
Itu Naja yang protes, tentu saja.
"Eh, biji kedelai. Najong itu panggilan sayang, jangan kalah sama Rati, dong." Afka tersenyum jail ke arah Ratya yang pipinya sudah memanas. Awas saja kalau Afka membahas SMS Ravi. Sekali lagi, awas saja kalu dia berani!
Ternyata Afka sudah serius menyapu, tidak melanjutkan obrolan recehnya. Huftt. Ratya bernapas lega.
"Kamu tadi ngapain nungguin aku? Kangen banget kayaknya," ujar Ratya mengalihkan topik pembicaraan.
"Ih, najis!" Naja memutar bola matanya, "tadi ada cowok nyariin kamu, Ra. Katanya nanti ditunggu di kantin waktu istirahat pertama."
"Siapa?" tanya Ratya ragu-ragu. Ia heran, tumben sekali ada yang mencarinya sampai ke kelas. Cowok, pula.
"Nggak tau. Wajahnya asing," Naja mengedikkan bahu, "kalau kamu ke kantin pasti langsung tau orangnya. Katanya sih gitu."
"Aneh banget."
"Iya, aneh. Pagi-pagi udah nyampek sini, beda sama kebanyakan cowok di SMA kita yang datang ke sekolah kalau udah jam tujuh kurang lima menit."
"Menurut aku sih itu nggak masalah meskipun dia cowok. kenapa harus telat kalau bisa ontime?" jawab Ratya dengan mimik wajah tegas. Ia suka anak-anak yang disiplin waktu.
"Kenapa ontime kalau bisa telat?" balas Naja dengan entengnya. Lihat, dia selalu mempunyai argumen-argumen yang nyeleneh di otaknya.
"Dasar bocah gemblung."
〰〰
Kriiiing...kriiiing...
Bel tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar berbunyi nyaring. Tanpa dikomando seluruh siswa menutup buku pelajaran. Kantuk pun seketika menghilang. Efek bunyi bel pulang sekolah memang sangat ajaib.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose You [END]
Teen FictionEnam tahun setelah lulus SMA "Dari dulu masih suka berantem aja. Tapi keren, loh. Kalian langgeng banget," puji adik kelasnya itu. Arga hanya menanggapi dengan senyuman. Sedangkan Ratya, di bawah teriknya matahari lagi-lagi ia harus memaksakan tawa...