"Selamat siang!"
Sama dengan Ratya, untuk sesaat anak-anak kelas sepuluh serentak menolehkan kepala ke arah datangnya suara. Kemudian mereka saling tatap karena tidak mengenal lima siswa berpostur tinggi yang sedang berjalan mendekat itu.
Faisal berdiri, diikuti Ratya dan beberapa senior lainnya bermaksud untuk memberi tempat pada tamu dadakan itu.
"Kakak-kakak ini yang jadi Paskab untuk angkatan kita," Adam membantu menjelaskan.
Setelah itu anggota baru langsung paham dan berubah sedikit lebih semringah, menanti cerita bagaimana perjuangan mereka seleksi di kabupaten.
"Perkenalkan nama saya Jodi."
"Saya Ravi."
"Ica."
"Gita."
"Bastian."
Tiba-tiba salah satu junior mengangkat tangan. Jodi langsung tanggap menanyakan tujuannya. Ternyata anak itu menunjuk seseorang yang berdiri tak jauh dari mereka. "Itu juga Paskab, Kak? Kok nggak ikut ke sini?"
Ratya menoleh, ia kira mungkin itu hanya anak OSIS yang kebetulan masih ada kegiatan dan memantau agenda ekskul paskibra. Karena Paskab yang mewakili sekolah tahun ini hanya lima orang, dan semuanya sudah berkumpul.
"Kita tadi emang ketemu di parkiran terus jalan bareng ke sini. Tapi dia bukan mau kenalan sama kalian. Kak Ratya nih yang paham maksudnya," kata Jodi tanpa merasa berdosa. Matanya melirik Ratya dengan jail hingga mengakibatkan junior senyum-senyum mengerti kode dari Jodi.
Ratya yang sudah ngeh siapa seseorang itu langsung pamit. "Maaf ya, saya tinggal dulu."
Tidak mau saudaranya salah paham, Fani berusaha meluruskan. "Oh, mau lanjut ngerjain proposal pengajuan dana buat ekskul fotografi?" tanyanya dengan sengaja sambil melirik Ravi. Kemudian ia sedikit lega karena air muka tegang Ravi sedikit mengendur. Karena tanpa kata pun Fani tahu, Ravi tidak menganggap Ratya sebagai teman biasa.
"Iya, besok kan rapat sama bendahara sekolah," Ratya menjawab seringkas mungkin. Lalu dengan sekali senyum singkat ia pergi menemui Arga.
Perkenalan berlanjut, sekarang masih Jodi yang memegang kendali. Cowok itu bicara panjang lebar dan sedikit melontarkan gurauan, membuat Ravi yang otomatis mendapat urutan nomor dua karena berdiri di sampingnya sedikit lega karena ia belum siap berbicara. Ada sesuatu yang perlu ia lihat. Di sana, di salah satu bangku tamanlah perhatiannya tersita.
"Ngerjain di ruang ekskul aja deh, Ga."
Arga yang baru saja mengeluarkan laptop dari tasnya mendecak pelan. "Semalem gue udah cek proposal yang lo kirim lewat e-mail. Program kerja sama dana yang dibutuhin selama setahun udah lo ketik dengan bener. Tinggal ngerapiin formatnya doang. Di sini aja deh, udaranya seger."
"Kalau cuma gitu kamu ngerjain sendiri bisa, kan? Ya ampun, manja banget."
Arga menyerahkan laptop yang sudah menampilkan lembar kerja MS Word berisi proposal ke pangkuan Ratya. "Udah nih, kerjain. Lo kenapa canggung gitu? Salting diperhatiin sama Ravi?
Ratya melebarkan mata. Spontan ia merapikan rambutnya membuat laptop putih di pahanya hampir mencium tanah kalau saja Arga tidak sigap menahan.
"Aish, laptop gue!"
Ditepuknya tangan Arga yang mengelus-elus layar laptop. "Apaan sih, lebay!" kata Ratya sinis sambil memangku laptop lagi, kini dengan posisi aman. Lalu dengan pura-pura mengetik sesuatu, gadis itu melanjutkan. "Emang Ravi merhatiin gimana?" bisiknya tanpa berani menoleh ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose You [END]
Teen FictionEnam tahun setelah lulus SMA "Dari dulu masih suka berantem aja. Tapi keren, loh. Kalian langgeng banget," puji adik kelasnya itu. Arga hanya menanggapi dengan senyuman. Sedangkan Ratya, di bawah teriknya matahari lagi-lagi ia harus memaksakan tawa...