Part 28 (b)

587 59 3
                                    

Ratya diam saja enggan menyahut. Tapi pipinya yang tiba-tiba bersemu sudah cukup menjelaskan bahwa gadis itu sedang salah tingkah.

"Iya nggak apa-apa diem aja Mbak, aku ini hanya sarang laba-laba jadi pantas untuk diabaikan." Cowok itu malah memancing dengan kata-katanya yang receh.

"Halah gitu doang dah baper aja," kata Ratya santai sambil merapikan brosur yang kini sudah tidak beraturan. Diam-diam ia takut kalau ketahuan anggota ekskul lain karena sudah merusak media promosi mereka. Ditanggapi begitu Arga hanya mendesah pura-pura merajuk.

"Aku laper nih, Ga."

Arga mengernyit, ia tersentak begitu saja saat mendengar rengekan Ratya. Entah sedang berusaha mencairkan suasana atau memang merasa kelaparan, keduanya membuat Arga senang karena jarang-jarang gadis itu bersikap manja seperti ini. "Ya udah, kantin yuk."

Ratya menggeleng malas. "Jam pelajaran belum efektif kayak gini pasti kantin rame banget."

"Lah, terus?"

Ratya menatap Arga tepat di manik mata membuat cowok itu mematung. Mata cokelatnya membuat Arga merasa damai dan nyaman. Lalu pertanyaan Ratya yang keluar dari bibir mungilnya membuat ketenangan Arga berantakan. "Kamu hari ini nggak bikin roti atau camilan apa gitu?"

Mampus lo, Ga. Batinnya memaki diri sendiri. Tapi yang keluar dari mulutnya lain lagi. "Hmm? Gimana?" Arga berusaha bersikap kalem. Pura-pura tidak dengar menjadi pilihan terbaik. Tepatnya agar ada jeda untuk mengarang jawaban.

"Kamu nggak bikin roti?"

Ratya mengulang pertanyaannya dengan tenang, tapi membuat efek luar biasa bagi Arga. Biasanya nggak pernah nanyain, pas rotinya udah dimakan orang lain dia minta. "Anu, Ra. Gue lagi capek banget akhir-akhir ini."

Ratya mengangguk memahami, percaya tanpa ada rasa curiga. Karena memang banyak yang harus dipersiapkan di hari-hari mendekati masuk sekolah kemarin. "Ya udah, nggak apa-apa."

Arga mengembuskan napas lega. Kemudian ia menghidupkan kamera untuk menunjukkan foto-foto anak paskib yang tadi demo ekskul. Kalian bisa menyebutnya sebagai upaya pengalihan pembicaraan. "Ini yang motoin si Dito, gue tadi mau lihat demonya tapi dipanggil Pak Sasongko."

Ratya menerima kamera Arga dengan mata berkilat-kilat, lupa dengan laparnya. Ia senang difoto-foto begini asalkan tidak diunggah sebelum mendapat izin darinya.

Ratya terus melihat hasil jepretan Dito, wakil ketua ekskul fotografi. Sampai ada satu foto yang membuatnya seakan meleleh di tempat. "Huhu, dari samping begini Ravi ganteng banget."

Celetukan polos Ratya membuat Arga mengumpat dalam hati. Dengan kesal ia mengambil kembali kameranya hingga membuat Ratya muram.

"Dah, sana lo ganti seragam yang bener dulu sana! Entar anak baru yang lihat-lihat bingung, ini paskib kenapa nyasar ke fotografi."

Ratya menunduk melihat baju PDL dan celana jins hitam yang masih melekat di tubuhnya, gadis itu baru tersadar. Kemudian dengan sengaja ia mengompori Arga. "Biarin, nanti aku hasut mereka jangan mau masuk fotografi. Ketuanya pelit nggak mau minjemin kamera. Mending ke paskib aja."

"Penghianat, lo!"

Ratya meleletkan lidah tidak peduli. Tangannya berusaha meraih kamera, tapi Arga sigap menghalangi. "Mau lihat fotonya, ih!" katanya dibuat semelas mungkin.

"Sana ganti baju dulu."

Dengan setengah hati Ratya menurut. "Tapi nanti kirimin foto-fotonya. Ya Arga, please...."

"Jijik banget gue lihat lo kecentilan kayak gini, Ra."

"Katanya sayang sama aku?"

"Ya lo manfaatin rasa sayang gue buat dapetin foto cowok lain gimana gue nggak kesel?!" amuk Arga spontan. Tapi melihat wajah sedih Ratya hatinya jadi tak tega. "Ya deh entar gue kasih semua."

I Choose You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang