"Yang mau sama lo itu gue, Ra."
Ratya memandang Arga yang ada di sampingnya. Ratya berusaha mencari keseriusan di raut wajah siswa baru yang bertubuh atletis itu.
Menurut pengamatan Ratya, ekspresi Arga sejauh ini cukup meyakinkan. Mata cokelatnya menatap Ratya dengan teduh, sangat menenangkan. Mungkin Ratya akan percaya dengan pengakuan Arga jika tidak ada dua siswi yang datang menghampiri.
"Ga, makasih ya tadi udah mau nemenin nyanyi di taman. Kamu jago deh main gitarnya," kata siswi bertubuh ramping itu. "Video kita pas duet aku share di instagram, ya?" tanyanya dengan manja.
"Eh, maaf tadi waktu di kelas aku marah-marah. Tapi sebenernya aku seneng waktu kamu bacain puisi," siswi yang satunya ikut bersuara, "isi puisinya romantis, aku suka. Tapi lain kali jangan lakuin di kelas, kan aku malu diledekin temen-temen," ucapnya sambil menunduk. Tersenyum malu-malu.
"Buset, gue udah bikin anak orang baper. Kalian pulang aja deh mendingan." Arga memutar tubuh kedua siswi itu dengan paksa ke arah gerbang sekolah.
Kedua siswi yang ternyata teman sekelas Arga itu pun pulang setelah memberikan senyuman manis mereka. Berharap Arga terpukau dengan senyum maut keduanya.
"Kamu udah ngobral kata-kata manis ke berapa cewek hari ini?" tanya Ratya setelah teman Arga menjauh. Ia melipat tangannya di depan dada. Jengkel, ternyata Arga tidak lebih dari seseorang yang suka gombal.
"Jangan cemberong gitu deh, Ra. Kalau ke mereka mah cuma main-main. Seriusnya sama Ratya seorang."
"O aja deh," Ratya menimpali dengan cuek. Mulai sekarang ia bertekad untuk lebih hati-hati dengan Arga. Berteman sih oke, tapi jatuh cinta padanya? No way!
Ratya melanjutkan lagi perjalanannya menuju lapangan basket. Masa bodoh dengan Arga yang masih berusaha memberi penjelasan.
"Ra, jangan cepet-cepet napa kalau jalan."
"Kamu aja jalannya lemot!"
"Ya kali gue siput. Tungguin woy, Ra!"
--------
"Ra!"
Sebuah seruan membuat kilas balik yang Ratya pikirkan buyar.
Ratya mengedarkan pandangan, mengamati keadaan. Cuaca sangat panas. Matahari tepat berada di atas kepala.
Ternyata barisan sudah dibubarkan dan hampir semua junior Paskala berduyun-duyun meninggalkan lapangan upacara.
Bagus, aku nggak konsen. Malah kepikiran omongan Arga kemarin.
"Untung senior nggak tau kalau kamu lagi ngelamun." Dengan isyarat lambaian tangan Ravi menyuruh Ratya mengikutinya ke musala.
"Eh, disuruh salat ya?"
Ravi menoleh ke belakang, Ratya berjalan mendekatinya dengan terburu-buru sambil mengelap keringat di dahinya.
"Iya. Heran deh, diklat kayak gini tapi kamu masih sempet bengong!"
"Ya ampun Rav, kamu sama cerewetnya kayak senior kita," desis Ratya. Mendengar hal itu membuat Ravi melotot tidak terima.
"Segera ke musala!" teriak salah satu senior yang sedang berdiri di pinggir lapangan. "Jangan membuang waktu!" tandasnya.
Sebelum dimarahi lebih lanjut, Ratya dan Ravi segera berlari menyusul junior lain.
〰〰
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose You [END]
Teen FictionEnam tahun setelah lulus SMA "Dari dulu masih suka berantem aja. Tapi keren, loh. Kalian langgeng banget," puji adik kelasnya itu. Arga hanya menanggapi dengan senyuman. Sedangkan Ratya, di bawah teriknya matahari lagi-lagi ia harus memaksakan tawa...