Delapan

10.8K 1.4K 61
                                    


Dengan perasaan berkecamuk, Nessa kembali ke kamar ibunya. Dilihatnya Rio yang sedang memberi Ana segelas air putih untuk meminum obat.

"Papa mana, Te?" Tanya Rio saat melihat Nessa mendekat.

"Papamu pergi lagi, katanya sedang ada urusan mendadak." jawab Nessa singkat, tak ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dia menuruti perkataan Bagas karena ia pun tak ingin Ana dan Rio syok atau cemas.

"Oh... kalau Om?" Rio kembali bertanya.

Nessa diam sesaat....

"Ada di luar," jawab Nessa akhirnya.

"Jangan biarkan dia pulang ya, Te. Aku butuh teman bermain," pinta Rio.

"Rio kan bisa main sama Ate." timpal Nessa.

"Papa bilang, anak laki-laki tidak boleh main sama anak perempuan." jawab Rio.

"Tapi, Ate kan bukan anak-anak."

"Sama saja. Pokoknya jangan suruh Om itu pulang sampai Papa pulang. Aku suka dia, Te. Dia baik kaya Papa, mau main bareng aku."

"Rio.... kamu ini..."

"Om tidak akan kemana-mana, jika Rio maunya seperti itu." Sebuah suara lain, membuat Nessa memutar bola mata kala merasakan kehadiran dari pemilik suara berat itu berada di belakangnya, tepatnya di ambang pintu kamar Ana.

"Yang bener, Om?" Suara Rio penuh penekanan. "Om mau menemani Rio di sini sampai Papa pulang?" lanjutnya kegirangan.

"Ya, terlebih Papanya Rio nitipin Rio sama Om sebelum pergi tadi." jawab Bagas, sementara matanya melirik ke arah Nessa saat gadis itu melihat ke arahnya. "Tapi jika Tante Nessa tidak mengijinkan, Om tidak bisa berbuat apa-apa tentunya." lanjut Bagas tanpa mengalihkan pandangan dari Nessa yang tampak kesal.

"Gak apa-apa Tante gak ngijinin karena Nenek pasti ngijinin, benarkan, Nek?" tanya Rio pada Ana.

"Itu pasti sangat merepotkanmu, Nak Bagas." kata Ana pada Bagas.

"Sama sekali tidak, Bu. Kebetulan saya suka anak-anak, terutama Rio." kata bagas. Dan juga Tantenya, lanjut Bagas dalam hati.

"Jadi, boleh kan Nek. Om Bagas di sini saja sampai Mama dan Papa kembali. Please..." pinta Rio dengan menunjukan wajah puppy eyes andalannya.

"Iya, boleh-boleh saja, sayang." jawab Ana, tersenyum sambil mengelus kepala Rio.

"Hore..." teriak Rio kegirangan. "Makasih, Nek." lanjutnya lalu mengecup pipi Neneknya. Setelahnya, dengan terburu-buru dia turun dari ranjang neneknya menuju ke arah Bagas.

Nessa hanya menatap pasrah pergerakan Rio yang berlari ke arah Bagas. Lalu berjalan ke arah ibunya saat Rio menarik tangan Bagas untuk mengikutinya ke ruang keluarga, yang mana lego miliknya masih berserakan di sana.

"Memangnya Nak Fajar kemana, Ness?" tanya Ana saat Nessa sudah di dekatnya.

"Katanya mau jemput Kak Senja, Bu." jawab Nessa dia berbicara jujur walau tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Sepertinya buru-buru. Sampai tidak sempat pamitan pada ibu."

"Ya, tadi Mas Fajar pakai mobil orang. Dan mungkin mau cepat-cepat dikembalikan," jawab Nessa, tidak sepenuhnya berbohong dan juga tidak sepenuhnya jujur. Setelahnya dia mengalihkan pembicaraan dengan membahas hal lain, seputar Rio dan pekerjaannya supaya ibunya itu tidak terus bertanya-tanya tentang Senja.

Tiga puluh menit berlalu, Nessa pun berpamitan dengan alasan hendak mengerjakan tugas kuliah dan beberapa kerjaan yang ia bawa pulang.

Hari sudah mulai gelap saat Nessa keluar dari kamar ibunya, ia melihat Rio yang sedang duduk di pangkuan Bagas dengan gadget di tangannya. Sepertinya dia meminjam iphone Bagas untuk bermain game.

Mantan TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang