Empat Belas

9.9K 1.4K 47
                                    

Nessa menutup pintu di belakangnya saat Senja dan Fajar masuk ruang rawat Bagas. Awalnya Nessa berniat menggunakan kamar mandi, karena dia sudah memiliki pakaian ganti saat ini. Namun, niatnya tertunda karena dia melihat Mei Ling lebih dulu masuk kamar mandi yang terdapat di ruangan itu. Layaknya Nessa, Mei Ling pun sepertinya hendak menggunakan kamar mandi tersebut untuk mandi.

Akhirnya, Nessa memutuskan untuk menunggunya, dia pun berjalan ke arah sofa sambil tersenyum pada Wardono yang langsung menolehkan pandangannya dari layar televisi yang sedang ia tonton saat menyadari keberadaan Nessa.

"Apa singa gunungku sudah jinak?" tanya Wardono sambil menyeringai lebar pada Nessa yang kini sudah duduk di sampingnya.

"Sepertinya begitu, bahkan dia sudah mau menghabiskan makanannya," balas Nessa, tanpa menghilangkan senyum di wajahnya.

Wardono menatap wajah Nessa lekat lalu berkata, "tetaplah di sampingnya. Setidaknya sampai dia pulih dan dibolehkan pulang." Wardono berkata dengan pandangan memohon, membuat hati Nessa yang lembut terenyuh. "Tidak perlu setiap saat jika kamu memiliki kesibukan. Ya, minimal datanglah setiap kamu memiliki waktu luang."

"Akan saya usahakan," jawab Nessa.

Wardono menghembuskan napas panjang sambil tertawa lirih, lalu beliau kembali berkata, "Om tidak bisa menanginnya, Nessa. Mungkin, tidak akan pernah bisa, untuk itu Om butuh bantuanmu."

"Apa dia seorang anak pembangkang?"

"Tidak juga. Tapi, kamu juga tahu sendiri kalau dia memiliki kepala sekeras batu."

Nessa hanya tersenyum lebar.

"Jika melihat dari pengalaman Om selama Om menjadi ayahnya, membujuk Bagas adalah hal yang sangat sulit. Contohnya saat Om membujuk dia untuk masuk akademi militer. Huuuh, susahnya minta ampun, kalau bukan karena bantuan Fajar mungkin dia tidak akan mau jadi tentara."

"Jadi, Bagas masuk Akmil bukan karena keingiannanya sendiri?"

"Ya, itu merupakan wasiat ayah dan kakeknya Om, yang mana mereka menginginkan kalau karir mereka di dunia militer bisa diwarisi anak, cucu dan cicitnya yang berjenis kelamin laki-laki. Dan sebagai seorang anak yang memiliki anak laki-laki, Om merasa harus mewujudkan keinginan mereka. Walau itu tidak mudah, karena hubungan Om dan Bagas tidak seharmonis hubungan antara Ayah dan anak pada umumnya."

"Dia membenci Om?"

"Darimana kamu tahu?"

"Hanya menebak."

"Dan kamu memang gadis cerdas karena tebakanmu tepat sekali. Ya, bisa dipastikan dia sangat membenci Om, tapi semoga saja sekarang sudah tidak."

"Tapi kenapa dia harus membenci Om?"

Untuk sesaat Wardono hanya memandang Nessa.

"Maaf Om, kalau Nessa lancang."

"Tidak Nessa, karena memang Om yang memulai."

Wardono kembali terkekeh lirih sebelum akhirnya dia mulai bercerita tentang perceraiannya dengan Alexa istri pertamanya. Hak asuh Bagas yang dimenangkan Alexa, dan sikap Alexa yang menelantarkan Bagas hingga harus tinggal bersama sang Nenek.

"Mungkin sejak saat itu dia membenci si tua ini, karena setiap kali Om mengunjunginya di kediaman Neneknya di California, dia selalu tidak ingin berbicara banyak dengan Om dan sikapnya selalu dingin dan tidak bersahabat. Tapi walau bagaimanapun dia anakku dan setiap punya waktu luang Om selalu mengunjunginya. Om selalu memintanya untuk tinggal bersama Om, tapi seperti yang sudah Om bilang membujuknya bukanlah hal yang mudah."

"Tapi dia di sini sekarang," kata Nessa.

"Itu karena Tuhan kasihan pada Om akhirnya mengabulkan keinginan Om."

Mantan TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang