"Aku yakin, pertemuan kedua ini bukan karena sebuah kebetulan, tapi sudah takdir Tuhan." Sebuah suara membuat pandangan Nessa teralih dari cangkir kopinya dan menatap lurus pada pemilik suara yang sangat jelas kalau kata-katanya tadi ditujukan untuknya.
Pandangan Nessa bertemu dengan mata biru yang tengah menatapnya sambil tersenyum. Dokter. Aldo, batin Nessa langsung mengenali sosok pria itu, keterlaluan jika dia melupakannya karena pertemuan mereka baru terjadi kemarin sore.
"Seseorang tidak akan bisa menikmati senyawa alkaloid xantina, atau biasa disebut kafeina atau kafein dalam secangkir kopi secara keseluruhan, jika dia hanya duduk seorang diri saat mengkonsumsi kopi tersebut," kata Aldo setelah fokus Nessa tertuju ke arahnya.
"Philosophy darimana itu?" kata Nessa datar, tapi bibirnya berkedut mencoba menahan senyum.
Pria itu tersenyum lebar, lalu kembali berkata," philosophy yang ku buat sendiri, berdasarkan pengalaman pribadi, yang mana aku lebih menikmati minum kopi bersama seseorang daripada sendirian."
Kini Nessa tidak bisa lagi menahan senyumnya, lalu dia membalas perkataan Aldo dengan wajah dihiasi senyum. "Sepertinya philosophy yang Anda buat, hanya berlaku untuk diri Anda sendiri, Dokter. Valentino Tan." kata Nessa ia masih ingat nama belakang si dokter, dari kartu nama yang ia terima kemarin sore dari pria itu.
"Panggil aku Aldo saja atau jika ingin lebih akrab bisa panggil aku Al, Nona..." Aldo menggantungkan kata-katanya. Lalu dia tersenyum, merasa konyol sendiri. "Kita belum sempat kenalan kemarin."
"Nessa." kata Nessa.
"Baiklah, Nessa. Senang bisa berkenalan denganmu. Dan apakah sekarang aku boleh bergabung di mejamu?"
Nessa diam sejenak, lalu akhirnya berkata. "Berhubung kemarin Anda sudah menolong ibu saya, jadi sudah sepantasnya saat ini saya mentraktir Anda. Silakan." Nessa mengakhiri kata-katanya dengan menunjuk kursi lain di mejanya dengan telapak tangan.
"Aku sangat suka pelajaran Bahasa Indonesia saat sekolah dulu," kata Aldo setelah duduk di kursi seberang Nessa. "Hingga aku cukup paham kalau kata 'saya' dan 'anda' terlalu baku, resmi, dan terkesan kaku saat menikmati secangkir kopi," lanjutnya.
Nessa hendak menimpali, tapi Aldo terlihat mengacungkan tangan memanggil pelayan kafe. Akhirnya dia tidak berkata apa-apa, sejak pelayan datang, lalu Aldo memesan kopinya hingga pelayan itu pergi untuk menyiapkan pesanan Aldo.
"Cukup kata 'aku' dan kata 'kamu' saja untuk kata ganti dari nama kita. Dan itu sebuah keharusan saat minum kopi, supaya suasananya terkesan santai, tidak kaku dan tidak membosankan," lanjut Aldo setelah pelayan pergi.
"Sepertinya, minum kopi juga ada peraturannya ya?" balas Nessa.
"Tentu saja, Nessa. Itu sebabnya kenapa cara orang minum kopi sangat berbeda dengan cara orang minum air putih. Dan disaat kita melanggar pelaturannya, maka kita tidak akan bisa menikmati kopi itu dengan sempurna."
"Jadi menurut Anda, minum kopi harus dalam keadaan santai dan tidak kaku, begitukah?"
"Ya, dan itu harga mati. Tapi, bukan hanya itu saja. Ada satu lagi yang lebih penting dari itu."
"Apa itu?" timpal Nessa.
"Jangan sendirian, harus aku temani."
Kini Nessa mendenguskan tawa mendengar modus kampungan si dokter. Dan disaat bersamaan mata biru itu menatap wajah Nessa lekat dan menikmati tawa Nessa.
Nessa menyesap kopinya setelah cukup lama meredam tawa, lalu ia kembali berkata dengan senyum di wajahnya. "Saya sering minum kopi sendirian, dan saya bisa menikmati setiap tegukannya." Dengan mengabaikan keinginan Aldo, Nessa tetap menggunakan kata 'saya' dan 'Anda' karena itu merasa lebih nyaman diucapkan untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Terindah
RomanceSebuah siksaan yang berat bagi Bagas untuk mengabaikan ketertarikan fisik terhadap mantannya, Nessa, yang saat ini berkali-kali lebih cantik dari Nessa yang dulu pernah ia kenal. Namun, prinsip mereka yang sejak dulu menjadi jurang pemisah diantara...