Dua Puluh

9.9K 1.5K 85
                                    

Sejak kejadian di malam, Nessa menangkap basah kelakuan Bagas yang selalu mengawasinya, sejak saat itu hingga keesokan harinya Nessa tidak lagi melihat Bagas menguntit di belakang mobilnya.

"Jadi cuti besok, Ness?" tanya salah satu rekan kerja Nessa, saat dia dan Nessa berkemas siap mengakhiri jam kerja mereka.

"Jadi dong, Lala. Berkas cutinya sudah diACC masa gak jadi, lagian kalau pun cutiku gak mereka tanggapi aku tetap gak akan masuk kerja hingga hari rabu nanti. Harusnya aku sudah ada di samping kakakku sejak beberapa hari yang lalu, kalau bukan karena tugas-tugas kuliah, mungkin aku sudah di sana sekarang," balas Nessa sambil berjalan ke arah mesin finger print untuk melakukan absensi jam pulang.

"Kalau gitu kapan berangkat?" tanya Lala, sambil mengekor di belakang Nessa.

"Besok pagi." jawab Nessa, sambil menekankan telunjuknya ke mesin finger print.

"Aku titip semuanya ya, La."

"Tenang, gak usah dipikirin, kerjaan pokoknya tahu beres aja."

"Makasih, La."

Lala hanya menganggukan kepala, dan mereka pun berpisah di pintu keluar ruang office.

Benar saja, pagi-pagi sekali Nessa langsung jalan menuju Lembang Bandung. Dan dia tiba di sana sekitar pukul satu siang karena kemacetan akhir pekan.

Awalnya Nessa pikir kalau pengajian yang berlangsung di vila besar keluarga Adam adalah pengajian yang umum dilakukan sebagai salah satu rangkaian acara pernikahan yang sedang berlangsung.

Namun setelah masuk ke dalam, dia harus terkejut karena suasana pengajian itu bukan hanya khidmat tapi juga diwarnai dengan suasana penuh kesedihan.

Dia pun langsung menemui sang ibu yang duduk di pojok ruangan dengan Senja di sampingnya. Nessa langsung memeluk Senja yang menangis sambil bertanya apa yang terjadi.

Ana menjelaskan semuanya dengan detail, kalau Fajar belum kembali dari tugasnya dan tidak ada kabar pasti tentang keberadaannya.

Nessa pun langsung berganti pakaian dengan gamis putih dan kerudung, setelahnya dia pun ikut larut dalam pengajian itu.

Bagas tiba sekitar empat jam setelah setelah Nessa, dia pun sama kagetnya mendengar Fajar belum kembali dari Papua. Dia pun langsung menghubungi Wardono papanya, tapi dia tak mendapatkan jawaban pasti.

Dengan lunglai Bagas pun terduduk sambil memutus sambungan teleponnya. Matanya berpendar memperhatikan peserta pengajian yang terbagi di dua ruangan. Ruang depan di isi para pria dan ruang tengah di isi para wanita.

Dari jarak sekira lima belas meter dari tempat ia duduk, matanya menangkap sosok Nessa terduduk di pojok ruang tengah, yang dipenuhi para wanita yang sedang khidmat dengan pengajian itu. Nessa terlihat cantik dengan gamis dan kerudung putih yang ia kenakan, wajahnya menunduk larut dalam bacaannya.

Untuk waktu yang cukup lama, Bagas tidak bisa mengalihkan matanya dari pandangan yang teduh penuh kedamaian itu. Aura kecantikan Nessa semakin terpancar dengan kerudung putih yang ia gunakan, dan penampilannya sore itu terkesan suci dan polos.

'Mungkinkah gadis suci dan sepolos itu akan menjadi noktah hitam sebuah pernikahan?' batin Bagas.

'Alexa jauh lebih terlihat suci dibanding gadis itu. Tapi apa yang terjadi diakhir kisah? Dia menjadi penghianat dan penghancur sebuah ikatan suci pernikahan.' otak Bagas selalu saja berbeda pendapat dengan hatinya, dan otaknya selalu mendominasi tingkah lakunya.

Pengajian berpindah ke masjid terdekat saat magrib tiba. Dan berlanjut hingga waktu isya. Pukul delapan malam pengajian pun diakhiri.

Dan sampai saat itu, Fajar belum juga kembali. Kecemasan keluarga pun semakin memuncak, tapi akhirnya rasa syukur pun membanjiri hati semua keluarga, di saat Fajar datang walau dengan pakaian yang sangat jauh dari kata bersih.

Mantan TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang