Pesta Senja dan Fajar sangatlah meriah, tamu datang dan pergi silih berganti, adapun sebagian kerabat, sahabat dan keluarga Senja dan Fajar menjadi tamu tetap hingga acara berakhir.
Aldo yang merupakan sahabat Fajar sejak mereka SMA, menjadi salah satu diantara tamu tetap itu, bahkan dia menerima tawaran Fajar untuk menginap di Vila megah keluarga Adams malam itu.
"Baiklah, karena kamu memaksa, aku nginap malam ini." kata Aldo pada Fajar yang saat itu berbaur dengan para tamu dan kini sedang duduk bersama Aldo di salah satu kursi tamu. Senja pun sama, dia tengah berbaur dengan para kerabat wanita terdekatnya, bahkan Nessa yang sudah kembali dari toilet, ikut bergabung bersama kakak dan para kerabat dekatnya .
"Jika kamu tidak rindu dengan vilaku ini, maka aku tidak akan melarangmu untuk pulang," balas Fajar pada Aldo.
"Rindu? Yang benar saja. Sebenarnya vilamu ini tempat yang paling ingin aku hindari," kata Aldo.
"Karena kenangan manis saat itu?" tanya Fajar.
Aldo tergelak, "Ya, jika ditolak wanita merupakan kenangan manis, maka itu adalah satu-satunya kenangan manis dalam hidupku."
"Naina akan menerimamu kala itu, jika kamu serius padanya. Bukankah sudah ku beritahu kalau ibuku sudah berhasil mendidik dia menjadi seorang penganut budaya timur sejati, dan tentu saja komitmen jangka panjang adalah pilihannya. Jadi jangan salahkan dia kalau saat itu dia memilih Damian."
"Damian memang pria yang beruntung," kata Aldo.
"Damian adalah pria yang berani mengambil risiko, percaya diri, dan bertanggung jawab," balas Fajar.
"Ya, " Aldo mengangguk setuju dengan pandangan tertuju pada sosok Damian yang saat itu sedang menggendong anak perempuan berusia kira-kira tiga tahun, buah cintanya bersama Naina. Dan Naina pun duduk disampingnya sambil menyuapi putri mereka puding cokelat.
Sebuah keluarga kecil yang bahagia, mereka terlihat tertawa saat menanggapi celotehan Alicia, putri mereka yang saat itu sedang belajar berbicara.
"Aku pikir setelah dia menikah, Damian akan terlihat tua karena harus kehilangan kebebasannya." Aldo kembali buka suara.
"Dia tampak keren dengan tuksedo yang ia kenakan dan Alicia kecil di pangkuannya," timpal Fajar.
Aldo mengangguk setuju, sambil tersenyum miring.
"Harus kamu tahu Al, setelah kamu menemukan orang yang benar-benar kamu cinta, maka jangankan kebebasan, apapun akan rela kamu tukar demi bisa memiliki cinta sejatimu untuk selamanya," lanjut Fajar.
"Memiliki satu wanita untuk selamanya? Apakah tidak merasa bosan jika seumur hidup hanya bercinta dengan satu wanita saja?"
"Menurut pengalamanku, semakin sering aku menyentuh istriku semakin aku merasakan ketergantungan yang luar biasa padanya."
"Kenapa bisa seperti itu?" Aldo mengerutkan keningnya terlihat tak mengerti.
"Karena aku mencintainya," jawab Fajar santai.
"Kenapa kamu bisa mencintainya."
"Apakah perlu alasan untuk mencintai seseorang."
"Untuk seorang Fajar yang awalnya tidak tertarik sebuah komitmen jangka panjang, maka alasan dalam hal ini sangat diperlukan."
Fajar tertawa kecil tapi akhirnya menjawab pertanyaan Aldo.
"Senja bisa membuatku jatuh cinta hanya dengan mendengar suaranya. Suaranya seolah memberiku kekuatan untuk keluar dari kegelapan yang diakibatkan koma yang aku alami. Sejak saat itu aku merasa ketergantungan akan kehadirannya. Saat dia sedang tiada, maka aku seolah kembali dalam kegelapan yang diakibatkan oleh koma itu. Saat pertamakali aku melihatnya setelah tiga bulan bersama, aku langsung ingin memilikinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Terindah
RomanceSebuah siksaan yang berat bagi Bagas untuk mengabaikan ketertarikan fisik terhadap mantannya, Nessa, yang saat ini berkali-kali lebih cantik dari Nessa yang dulu pernah ia kenal. Namun, prinsip mereka yang sejak dulu menjadi jurang pemisah diantara...