Bagas langsung terdiam, dengan mata membulat dan mulut menganga. Berita itu seperti guntur yang menggelegar dan mengguncangnya.
"Apa kamu yakin kalau itu adalah benar-benar mobil milik Nessa-ku, Bimo?" tanya Bagas pada orang suruhannya.
"Saya akan pastikan segera kebenarannya, Bos." balas Bimo, dan Bagas pun memutus sambungan itu dengan kasar.
Ketidak sabaran Bagas kini bercampur dengan kekhawatiran dan kecemasan. Dia berjalan mondar-mandir dengan raut cemas di wajahnya.
Sesaat dia membayangkan Nessa yang berlumuran darah, dengan wajah putih pucat. Tubuhnya yang kaku terasa dingin tanpa kehidupan. Dengan segera dia menepis pikiran itu sambil menggelengkan kepala. Matanya terpejam mencoba menghilangkan setiap bayangan buruk di pikirannya, dan matanya kembali terbuka saat pintu ruangan rawatnya dibuka seseorang.
Kelegaan membanjiri hatinya saat melihat sosok Nessa yang melewati pintu dan berjalan ke arahnya.
"Oh shiiiit..." umpat Bagas, langkahnya panjang-panjang saat dia menghampiri Nessa yang berjalan ke arahnya. Dengan cepat dan sedikit kasar dia meraih tubuh gadis itu ke dalam pelukannya.
"Kemana saja kamu?" tanya Bagas, tanpa melepas pelukannya, tangannya menekan punggung Nessa sementara wajahnya tenggelam di rambut halus dengan aroma feminin yang lembut.
Tangan Nessa mendorong dadanya perlahan, hingga pelukannya sedikit melonggar. Wajah gadis itu terlihat keheranan saat mendongak menatap raut wajah baru yang Bagas tunjukan.
Bagas sungguh tak peduli kalau Nessa melihat kelemahan di matanya yang sudah seperti orang tersiksa karena ketakutan dan kecemasan yang berlebihan.
Seutas senyum lega menghiasi wajah Bagas, tapi napasnya terengah seperti habis maraton akibat pencampuran emosi dalam dadanya. Tangannya terulur menyentuh pipi Nessa, rasa syukur memenuhi hatinya saat mengetahui gadis itu baik-baik saja, kulitnya masih hangat dan merona, tidak pucat apa lagi berlumuran darah.
Bahkan, bibirnya kini merekah tanda merespon sentuhannya. Dan dia sangat kesulitan untuk tidak menenggelamkan bibirnya di sana, hingga dia membiarkan naluri mendorongnya untuk menuangkan kepala dan meminum rasa manis dari bibir yang merekah itu.
Dia mereguknya dengan lahap di sentuhan pertama. Bibirnya yang tegas menekan kelembutan bibir Nessa dengan ciuman yang haus akan manusia, sangat menuntut tapi terkesan tak berdaya oleh rasa syukur yang menggulung hatinya.
Nessa tersentak siap menolak, dan Bagas menusukkan lidahnya ke mulut manis itu dengan kebutuhan dan perintah maskulin.
"Gas.." suara Nessa tertahan dalam ciuman yang melumpuhkannya. Dan Bagas segera menelan protes Nessa dengan intensitas kuat dan tak terlawan. Mulutnya menyesap kuat bibir Nessa, dan ia lupa kalau tindakannya itu bisa membuat bibir gadis itu bengkak.
"Dasar penyihir kejam..." gumam Bagas di sela ciumannya. "...Mantra apa yang kamu gunakan hingga aku harus menderita karena mencemaskanmu seperti ini,"lanjut Bagas di atas bibir Nessa.
Nessa yang limbung dan bingung karena serangan bertubi-tubi yang melelehkan hati dan tubuhnya itu, hanya bisa menggumam tidak jelas, "mmma...af... Aku.."
"Kamu sialan...." sela Bagas dan kembali memenuhi bibir Nessa dengan ciumannya. Satu tangannya di tengkuk Nessa dan tangan yang lain masih melilit pinggang gadis itu, menguncinya dalam ciuman yang kasar karena luapan dari semua emosi di hatinya.
Suara pintu yang dibuka seseorang di belakang mereka berhasil melepas ciuman itu.
"Sepertinya, saat ini aku benar-benar menjadi pengganggu yang sukses." kata orang yang baru saja membuka pintu tanpa permisi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Terindah
RomanceSebuah siksaan yang berat bagi Bagas untuk mengabaikan ketertarikan fisik terhadap mantannya, Nessa, yang saat ini berkali-kali lebih cantik dari Nessa yang dulu pernah ia kenal. Namun, prinsip mereka yang sejak dulu menjadi jurang pemisah diantara...