Hari ini Maira memiliki janji temu bersama sepupu boss Dimas. Selain sling bag yang tersampir di pundaknya, Maira masih membawa satu goodey bag yang isinya katalog berbagai vendor yang sungguh-ini berat. Lain kali, Maira mungkin harus menyarankan Boss Dimas untuk membeli sebuah sistem. Agar ia dan semua orang bisa bekerja tanpa harus membawa katalog ini mondar-mandir dari satu tempat ke tempat lain. cukup membuka sebuah aplikasi pada gadget, dan Maira bisa saja memamerkan semua history proyek pada klien dengan sangat bangga.
Selain karena berat katalog yang harus ia jinjing, Maira juga menggerutu karena klien pemaksanya ini bersedia diajak diskusi hanya jika Maira yang mendatangi kediamannya yang cukup jauh. Ah, andai tidak ingat Laili, benar-benar malas Maira membawa motornya untuk menempuh waktu satu jam lamanya demi klien diktator ini.
Tidak sampai di situ, setelah Maira dipersilakan duduk tepat di tepian kolam renang rumah gedongan ini, Maira kembali dibuat menunggu. Ditemani dengan segelas jus jeruk, Maira harus mengusap dada berulang-ulang, karena konon kliennya sedang mandi. Tahu berapa lama Maira menunggu? Empat puluh menit. Ya Tuhan. Benar-benar tidak menghargai waktu buruh sepertinya.
"Maira ya?"
Mendengar sapaan itu, leher Maira kembali tegak. Ia sempatkan meniup ujung kerudungnya yang tidak beraturan, sebelum berdiri dan menyambut klien cantiknya. Benar-benar bidadari. Amat sangat cantik. Mungkin, Maira harus mandi dalam waktu yang sangat lama pula untuk bisa semulus wanita ini.
"Iya. Saya Maira, Mbak."
"Nggak usah panggil Mbak. Saya lebih muda. Silakan duduk."
Batal. Tidak ada bidadari sejutek ini. Wanita cantik ini hanya mengkoreksi panggilan Maira, dan lupa memperkenalkan diri. Benar-benar tipikal nona besar yang hidup dengan seribu asisten. Sama sekali tidak tahu cara menghargai orang lain. Maira kembali mengusap dada.
Tunggu? Tahu dari mana kalau Maira lebih tua? Apa wajah ini bercerita banyak?
"Kita diskusi berdua saja? Atau mungkin Ersa masih menunggu kedatangan calon suaminya?"
"Nggak. Kita berdua saja. Jadi?"
Yang seperti ini jauh lebih mudah. Hanya ada calon pengantin wanita tanpa hadirnya calon pengantin pria, akan membuat jantung Maira tidak melulu terkaget-kaget. Kepala Maira aman karena tidak akan mendengar perdebatan-perdebatan kecil tanpa ujung sebab adanya perbedaan keinginan keduanya.
"Mohon koreksi jika salah ya, Ersa," mulai Maira dengan halus. Plannernya sudah jadi pegangan pasti. "Menurut informasi awal yang saya dapat, Ersa dan Elang ini akan melakukan akad pada tanggal 21 oktober jam 10.00, lalu akan dilanjutkan dengan helatan repsesi siang itu juga. Hanya itu yang saya dapat, jadi kita akan berdiskusi tentang banyak hal--"
"Maira, langsung bicarain konsep aja nggak bisa ya?"
Ouh. Selain tidak memiliki tata krama, wanita cantik ini juga tidak memiliki stok kesabaran. Maira mengulum senyum samar, menyembunyikan dongkol yang hampir saja melonglong keluar.
"Saya membawa beberapa katalog dari para vendor kami," ujar Maira tetap sopan. "biasanya kita akan memulai dari pemilihan gedung. Di sini saya sudah membuat klipping gedung yang pernah saya pakai. Ada gambarnya, dari yang sebelum di dekor hingga sesudah didekor. Di bawah gambar juga ada keterangan yang saya cantumkan. Dari luas gedung, kapasitas tampung, fasilitas yang tersedia, sampai harga yang ditawarkan."
"Saya nggak butuh gedung Maira. Saya hanya akan mengundang kerabat terdekat, yang semoga tidak melebihi seratus undangan. Saya berencana hanya akan menggunakan taman di belakang villa keluarga saya sebagai acara akad dan resepsi itu. Jadi, bisa tidak kita langsung to the point ke konsep dan tetek bengeknya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta berselimut Tabu
SpiritualeBeberapa part telah dihapus Maira menaruh perasaan pada 'kakaknya' sendiri. Tidak sanggup menahan, hingga akhirnya lepas pula pernyataan itu dari bibirnya. Segalanya kemudian berubah seratus delapan puluh derajat. Pria itu balas mencintainya. Hanya...