-6-

3.8K 406 44
                                    

Loves By Jiikeiha

Disclaimer By Masashi Kishimoto

.

.

.

Jika menatap langit bisa menjadikanmu setenang ini. Bolehkah aku bermimpi untuk bisa menggantikan langit itu?

Dia tertawa. Barisan rapih gigi putihnya terlihat, matanya yang besar menyipit hingga tiap sudutnya tertarik. Gerakan tangan yang menyapu udara begitu indah, seperti seorang penari professional yang terlatih. Gemulai, ringan dan memesona. Setelahnya ia menutup mulut dengan telapak tangan, menatap ke arahku dengan kedua sudut mata yang berkaca-kaca.

Selucu itukah keseriusan yang ia anggap sebagai lelucon ke luar dari mulutku hingga tawanya sampai mengeluarkan air mata.

"Jangan bercanda Sasuke-kun!"

Suaranya merdu. Bahkan diva top sekali pun akan kalah jika disandingkan dengannya. Sebut aku berlebihan. Namun itulah cinta, kegilaannya bahkan mampu merusak jiwa dan tatanan logika yang telah kau tanam di sisi otak terjenius-mu.

"Aku serius!"

Dia tertawa lagi. Tidak semangat sebelumnya. Tawanya berubah menjadi segaris senyum. Kedua bibirnya tak terlalu dalam melengkung. Barisan giginya bersembunyi tertutup dua bibir sensualnya yang menjadi salah satu daya tariknya.

Dia.... sempurna.

"Sudah cukup. Aku tidak mau mendengarnya lagi. Kita masih terlalu muda untuk itu."

"Aku tidak ingin terlalu tua untuk bisa memilikimu seutuhnya."

"Hei lihat siapa yang mendadak romantis? Kita masih SMP Sasuke-kun!"

Dia berdiri. Melupakan jus jeruknya yang tinggal setengah gelas. Aku pun mengikutinya, membiarkan dia lebih dulu berjalan keluar dari kantin dan menyusulnya kemudian. Dia menungguku sampai selesai membayar makan siang kami.

"Hinata—"

"Tidak sekarang. Kita masih terlalu muda, kau dan aku memang sekarang mungkin saling mencintai—" kedua tangannya terangkat, menunjukkan jari telunjuk dan tengah yang digerakkan ke atas ke bawah membentuk tanda kutip.

"Tapi kita tidak akan tahu apa yang terjadi selanjutnya saat kita dewasa. Kau dan aku....masa depan kita masih panjang, terlalu dini untuk memikirkan hal itu."

Dia mungkin benar tapi aku menolak jika apa yang aku lakukan barusan itu salah.

.

.

.

"Apa yang membuat langit begitu menarik bagimu?"

Dia menoleh, memandangku sekilas sebelum kembali melihat ke atas langit biru dengan awan yang berarak teratur menuju suatu pusat yang tak ada seorang pun tahu ke mana.

"Entahlah, hanya saja aku merasa tenang jika memandangnya."

Ia mendesah. Menekan tombol yang akan membuat kursi rodanya bergerak. Dengan langkah pelan aku berjalan di sampingnya, menyesuaikan laju kursi rodanya. Ia memilih taman belakang rumah sakit sebagai tempat pemberhentian. Menggerakkan mata menyuruhku untuk duduk di sebuah kursi kayu yang catnya telah pudar.

Aku menengadah, dari sana langit terlihat jelas tak terhalang apapun. Tak ada satu pohon besar pun di sana. Hanya ada pohon-pohon bunga yang tumbuh tak seberapa tinggi dan rumput liar yang dirawat dengan baik.

LovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang