35. Sang Penculik

768 113 26
                                    

BAB XXXV

Sang Penculik

Dalam gemelut hati yang mulai kehilangan nurani, sosok itu berjalan mondar-mandir di ruangan kebesarannya. Bibirnya sesekali mengucapkan kata-kata dengan rancu dan tak jelas. Kadang diiringi tawa atau kemarahan yang tiba-tiba menguasai diri. Umpatan-umpatan terdengar, ringisan bahkan perkataan menyayat hati keluar dari bibir tipis si lelaki berambut berambut cokelat pajang yang terikat.

Ada keanehan yang menguasai diri, sosok itu lalu tersenyum simpul karena memikirkan rencana yang akan dilakukannya untuk menghabisi para musuh, memusnahkan mereka.

Para tetua dan petinggi yang banyak memihaknya, akan ia hasut untuk menyetujui keinginannya, laki-laki ini sangat manipulatif, sangat berbahaya walau berwajah seperti malaikat. Deklarasi perang akan dilakukan, mereka pasti akan bisa merebut Kerajaan Langit dengan dua senjata terampuh yang dipunya Kerajaan Matahari, Sang Kegelapan dan kekkai terkuat sepanjangan sejarah milik si gadis Chizuuru.

Yakumi Sotaru, menyeringai. Memastikan kalau rencananya akan berjalan dengan sempurna. Gadis Chizuuru itu harus bisa dimantrainya, bagaimanapun caranya ia harus bisa membuat gadis itu bertekuk lutut kepadanya.

.

.

.

Sepasang suami-istri yang terus menyandiwarakan diri, kini terlihat terbelenggu dalam kubangan kesedihan. Sang gadis terduduk di ranjang dalam diam, wajahnya tertunduk dan masih menyisakan rasa sakit di hati yang mendalam, di sampingnya sang lelaki memejamkan mata karena tak ingin melihat si gadis yang tengah bermuram durja. Hatinya ikut merasa sakit, tidak tenang dengan gemelut rasa bersalah yang menghantui diri.

Celah bibir itu terbuka, ingin mengutarakan sesuatu. Dengan memujuk sang gadis untuk tak terus meringkuk dalam permasalahan ini, namun ia menyadari kalau hal itu adalah sia-sia belaka kerena kehilangan orang yang terkasih adalah hal yang paling menyakitkan di dunia.

Tangannya yang lebih besar dan kuat, kini bergerak menggenggam telapak tangan Shizuka yang tergeletak indah di atas paha, memberi gadis itu kekuatan walau ia pun meragukanya. Mencoba menghibur, dan memberi tahu kalau sang gadis tak sendirian untuk sekerang ini karena masih ada dirinya yang akan mencoba sebisanya untuk melindungi Shizuka.

Wajah yang tadinya tertunduk, pun perlahan menggangkat kepala. Rambutnya yang mutupi sebagian wajah dan mata, kini disibakkan Akashi ke balik telinga. Melihat wajah Shizuka yang ekspresinya telah berubah, menjadi lebih tegar dan teguh menghadapi kemelutan hidup ini, membuat Akashi menghela napas lega.

Shizuka tahu bahwa dirinya tak boleh tenggelam lebih jauh dalam kesedihan, itu sebabnya saat menerima tangan Akashi yang mencoba menguatkannya, Shizuka pun membalas.

"Terimakasih, Douno."

Kepala sang lelaki menggelengkan beberapa kali, tersenyum menyemangati.

"Setelah ini, kuyakin Sotaru akan menjalankan rencananya. Jadi, aku ingin kau mempersiapkan diri untuk hal buruk yang kemungkinan tejadi."

Shizuka menghela napasnya karena mengerti dengan peringatan yang diucapkan Akashi. Kekacauan akan terjadi lagi, pertumpahan darah dan hilangnya nyawa-nyawa prajurit yang akan membela negeri, menjadi hal paling menyedihkan untuk para istri-istri dan anak-anak akan ditinggalkan.

"Pertumpahan darah, selalu terjadi hanya demi kekuasaan dan keegoisan hati." Shizuka menggumam, sangat prihatin dengan hal yang akan terjadi nanti. Kemungkinan dalam waktu dekat ini, Sotaru akan mengumumkan deklarasi perang kepada kerajaan Hakudoshi.

"Manusia, seperti itulah kebanyakan dari kita, Nona Shizuka."

.

.

The Prince's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang