36. Gurun Neraka

1K 108 25
                                    

BAB XXXVI

Gurun Neraka

Cinta dan perselisihan, dua kekuatan yang selalu bekerja di alam. Silih berganti bagai siang dan malam, menghuni hati dari sang makhluk dengan drajat tertinggi di bumi, manusia. Adanya pernikahan, persahabatan, juga perdamaian adalah bentuk dari suatu energi positif yang mengelilingi mereka, cinta. Dan adanya pertengkaran, saling menyakiti, perpecahan, perceraian hingga peperangan adalah bukti nyata dari energi negatif yang juga mendiami bumi, perselisihan.

Dua kekuatan itu, tak akan bisa dihilangkan salah satunya, akan ada saja para manusia yang melewati fase-fase kehidupan, dan menghampiri salah satu atau kedua dari kekuatan yang bekerja di alam.

Cinta dan perselisihan, sesuatu yang diadakan Sang Pencipta untuk menguji para manusia. Apakah makhluk yang dilengkapi dengan akal dan hati itu bisa memilah mana yang benar dan salah? Mempergunakan hati dan pikiran atau keegoisan belaka?

Duduk termenung memandangi dedaunan yang digodai dersik hingga berjatuhan ke tanah, mata indah pemberian Sang Pencipta itu sama sekali tak berkedip untuk beberapa saat. Hingga, ketika ia merasakan ada sesuatu yang mendekati diri, maka kesiagaan itu langsung hadir menguasai tubuh.

"Douno," ucapan itu terdengar, Sotaru sang sulung masih terbelenggu dalam perselisihan yang akan merusak ikatan, dan menimbulkan kebencian, kemudian menyahut dengan dehaman semata. Ia tetap berdiri menatap daun-daun dari pohon yang tertiup angin dan membelakangi seseorang yang datang menghadapnya, sangat tahu kalau sekarang sang bawahan sedang bersujud dan belum mengangkat kepala.

"Katakan keperluanmu." Suara nan dingin membuat siapa saja bejengit kala mendengarnya.

"Surat balasan dari Kerjaaan Langit telah tiba beberapa saat yang lalu, Douno. Seperti keinginan Anda, hamba membawanya langsung ke sini, Douno." Tubuh itu berjongkok dengan sebelah lutut yang berada di tanah. Kedua tangannya teruluh hormat ke atas, dengan sepucuk surat yang ada di sana.

"Begitu." Sotaru membalikkan tubuh, ia mengambil surat dari tangan bawahan, menyerukan agar lelaki itu bersegera meninggalkan tempat yang sedang dipijaknya ini.

Tanganya yang gesit pun membuka pembungkus dari kain tersebut, dan tulisan yang berada di lipatan itu terlihat memantul dari mata yang begitu indah. Sotaru membacanya dalam diam, beberapa saat setelahnya, ia lalu menyunggingkan senyum tipis yang menyimpan sejuta makna.

Rencananya berhasil, dengan berperang menggunakan senjata terkuat yang Kerajaan Matahari punya, maka akan ia buktikan seberapa hebat senjata-senjata yang selalu dielu-elukan para leluhur. Mempertandingkan senjata perang kekkai Chizuuru dan iblis milik Kerajaan Matahari dengan mata rahasia milik Kerajaan Langit, kemampuan Mata Perak yang hanya dimiliki oleh Hakudoshi terpilih.

Bahu laki-laki itu bergetar, seringainya semakin melebar, ia tertawa terbahak hingga kepalanya mendongak ke atas. Menikmati atas apa yang akan terjadi nantinya, peperangan yang akan melibatkan Kerajaan Langit dan Kerajaan Matahari.

Sotaru tak sabar menunggu hal itu terjadi.

"Sangat menarik." Tawa memekakkan itu berhenti dengan dua kata yang terucap untuk pengakhiran.

.

.

.

Kesibukan semakin tergambar, terntara dan para kapten devisi memerintah bawahannya, melatih dan melakukan aktivitas fisik untuk menguatkan tubuh, menambah pengetahuan betarung dan sebagainya. Peralatan perang sudah tersedia, panah beserta busur, pedang-pedang yang ditajamkan, baju zirah perang, hingga kuda-kuda yang dijaga kesehatannya.

The Prince's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang