Sial! Kenapa jauh dari bayanganku? Mereka terlihat sangat dekat. Aku memiringkan kepalaku menatap monster dan Felice yang tertawa di gajebo yang ada di samping rumah. Menajamkan mata saat si monster tertawa dengan gigi tajamnya yang lebih terlihat menakutkan.
Kenapa Felice bisa tahan dengannya? Apa ia sudah mengatasi ketakutan sepenuhnya? Aku masih ingat beberapa hari yang lalu ia sangat takut. Bahkan saat mengambil dokumen pun ia menunggu si monster keluar dari ruang kerja. Ia juga selalu bergidik setiap monster itu berbicara.
Bagaimana bisa ia begitu dekat dengan monster menyebalkan itu? Sejak kapan? Dan monster itu juga terlihat sangat senang bukannya selalu marah-marah. Perlakuan yang tidak sama padaku. Bahkan sampai sekarang monster itu selalu marah padaku.
Deg! Tatapan mataku bertemu dengan tatapan monster yang tidak melepaskan kontak antara kami. Lalu ujung bibir kanannya terangkat memperlihatkan sedikit taringnya sebelum kembali menoleh menatap Felice. Ia menyeringai. Jelas itu ejekan padaku! Agh! Menyebalkan!
Untuk apa aku seperti orang bodoh melihat mereka?! Aku berbalik dari jendela. Menghentakan kaki setiap langkah menuju ke dapur. Melepas kekesalanku dengan memasak makan malam. Dan itu untuk mereka! Mengingatnya saja membuatku semakin marah.
Aku mengambil wortel yang telah ku sediakan di atas meja dan memotongnya. Melampiaskan kekesalanku seakan memotong monster dan Felice. Apa aku beri racun saja pada masakan ini? Kalau monster itu tidak akan mati karena tubuhnya kebal pada racun yang pernah ku berikan pada minumannya. Tetapi Felice sudah pasti akan mati malam ini.
"Sepertinya nenek senang" suara Felice mengejutkanku. Aku tidak menyadari jia ia berdiri di sampingku. "Sedang memikirkan apa?"
"Bukan apa-apa" bohongku sambil mengatasi keterkejutanku.
"Em, aku tahu" ia tahu pikiranku? Bagaimana bisa manusia biasa tahu pikiranku?
"Nenek pasti senang aku dan William akrab"
Huh! Senang? Yang benar saja! Aku menahan isi hati dan makian dengan tersenyum menyembunyikan kekesalanku. Kecemburuanku. Cemburu?! Tidak! Bukan cemburu hanya marah.
"Nenek tahu, awalnya aku sangat takut dengan William. Tetapi saat ia menyelamatkanku, saat itu aku sadar jika ia tidak semengerikan yang terlihat. Ia baik"
Menyelamatkannya? Kapan? Aku tidak tahu jika monster itu menyelamatkannya. Monster itu juga tidak menceritakannya padaku.
"Bahkan sekarang William lebih baik dari yang dulu" bisik Felice lalu kembali tersenyum seakan ia membayangkan. Membayangkan apa? Romantisme?
Tidak. Ia sudah mulai menyukai monster itu. Ini gawat. Jika perasaan sukanya meningkat, mungkin saja ia bukan hanya menyukai sebagai orang dekat tetapi sebagai pria.
"Nek" panggil Felice menyadarkanku. "Kenapa nenek malah melamun"
"Tidak. Aku hanya sedang berpikir" elakku sambil tersenyum padanya. "Aku rasa kamu harus sedikit sadar. Tuan William tetap saja sama menyebalkannya dari dulu"
Bukannya menerima perkataanku, Felice malah tertawa seakan aku sedang melucu. Apa sebaiknya ku sihir saja dia seperti William? Sial! Aku tidak bisa. Jika aku lakukan mereka semakin saling mencintai tanpa bisa aku cegah.
"Nenek, jika William mendengarnya ia akan cemberut"
"Kenapa aku cemberut?" tanya orang yang kami bicarakan datang, menatap ingin tahu pada Felice.
Felice menggelengkan kepalanya lalu tersenyum. "Rahasia. Kamu tidak boleh tahu"
"Hei, aku punya hak untuk tahu. Kalian kan membicarakanku" desak William memprotes Felice.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witch and The Beast
Romance"Menjadi penyihir bukan hal yang mudah. Terutama jika disalahgunakan. akan ada konsekuensi yang harus aku tanggung. Tetapi jika hampir setiap hari bertemu dengan tuan besar yang sombong dan arogan, bukan ga mungkin aku akan menyihirnya!" ~ Valerie ...