Mentari melangkahkan kakinya menuju pintu rumahnya, namun pandangannya berubah kala melihat motor yang sangat lekat di pikirannya. Motor iti milik Samudera.
"Assalamualaikum, " salam Mentari yang disambut oleh Pelangi-ibunya- dan cowok itu, Samudera. Samudera duduk disofa rumahnya dengan kepala menunduk.
Mentari melirik Samudera yabg sekarang sudah menatapnya, "bunda mau kekamar dulu, " sahut Pelangi memecahkan keheningan diantara Samudera dan Mentari. Wanita dewasa itupun meninggalkan kedua remaja yang salah satunya sedang menahan emosi.
"Mau ngapain? " tanya Mentari enggan menatap cowok itu. Samudera tersenyum pada Mentari karena gadis itu pasti marah padanya. "Mau minta ucapan dari lo, " jawabnya membuat perhatian Mentari teralihkan. Gadis itu menaikan sebelah alisnya, dengan tatapan bertanya.
"Ucapan? Gue capek mending lo pulang. " ucapnya ketus, ketara sekali marah ditambah dengan wajahnya yang memperjelas kemarahannya itu.
"Men, gue minta maaf. Tadi itu emang Airin lagi butuh pelukan. " jelas Samudera agar Mentari luluh dan memaafkannya. Mentari terkekeh dengan terpaksa, "Airin butuh pelukan pasti ada alasannya, dan alasannya itu apa? "
"Gue nggak bisa jelasin itu, tapi nanti kalau waktunya udah pas gue akan jelasin semuanya sama lo, " dengan tatapan memohon, nada bicaranya pun pelan.
Mata Mentari melirik jam yang berada didinding ruangan itu, "udah malem, lebih baik lo pulang. Atau Airin butuh pelukan lagi? Sana, dia pasti butuh lo. "
Samudera bangkit mendekati Mentari yang berdiri didepan pintu rumahnya. Ia menatap lekat wajah Mentari yang ketara sekali habis menangis, mata coklatnya terpancar kekecewaan dan sedikit memerah.
"Lo habis nangis? Tadi lo kemana? Kenapa pulangnya malem banget? " pertanyaan itu diperuntukan untuk Mentari yang juga menatap lekat Samudera. Ia tersenyum kecil lalu melepaskan kontak mata keduanya.
"Enggak, dan lo nggak perlu tau. " jawab Mentari singkat. Gadis menjauh dari Samudera, Menatap Samudera seakan-akan cowok itu adalah hal yang harus dijauhi. "Men, maaf. " ucap Samudera lirih mendekati Mentari yang terisak. Gadis itu menutup wajahnya agar tidak terlihat oleh Samudera kalau dirinya menangis lagi.
Menangis ditemani dengan orang yang berbeda.
Samudera tentu saja memeluk Mentari, menenangkan gadis itu. Sesekali mengecup Puncak kepala Mentari, "jangan nangis, gue nggak suka. "
"Lo pulang atau gue nggak akan maafin lo, " dengan terisak Mentari berucap pada Samudera, cowok itu berhenti mengelus punggung Mentari seraya menjauhi gadis itu.
"Oke, gue pulang. Malam, semoga lo bisa maafin gue. " setelah berucap seperti itu Samudera melangkahkan kakinya untuk keluar dan mengambil motornya yang berada diperkarangan rumah Mentari.
Gadis itu menutup pintunya dan langsung pergi kekamar yang tidak terlalu luas, Mentari menutup pintunya dan bersender pada belakang pintu tersebut. Pikirannya memutar kejadian yang tadi bersama dirinya.
"Lo tau dari mana tempat ini? "Tanya Langit yang telah duduk disamping Mentari. Ia menatap kedepan yang menyajikan pemandangan bunga dandelion yang sangat Bagus.
Mentari tersenyum kecil, namun tidak menjawab pertanyaan Langit. Malah gadis itu menundukan wajahnya membuat Langit kesal karena pertanyaannya tidak dijawab. "Gue nggak tau lo kenapa, tapi gue nanya sama orang kan? Bukan bayangan yang tampak seperti lo, "
Mentari mendongakkan kepalanya, menoleh sedikit kearah Langit yang menatap kedepan. "Gue bukan bayangan, tapi gue itu angin." sekarang keduanya menatap kedepan, kearah bunga dengan warna putih tersebut.
"Kenapa lo milih Dandelion? "
"Karena dia seperti gue, rapuh. Tapi tak terlihat, " jelasnya diselingi senyum tipis bahkan sangat tipis sehingga Langit tidak tau Mentari sedang tersenyum atau tidak.
Dirinya sekarang tau bahwa bencana akan datang, sesuai perkiraannya dulu. Saat ia mengatakan bahwa ada badai datang karena seseorang masuk dalam lingkup hubungannya.
***
Pagi ini tak seperti biasanya, kalau biasanya Samudera akan tersenyum manis yang menampilkan lesung pipitnya. Kini cowok itu hanya berjalan melewati koridor yang lumayan ramai dengan tatapan datar.
Langkah kakinya membawa dirinya kekelas dimana ada seseorang yang paling disayanginya. Namun khayalan tak sesuai realita. Matanya membulat, jantungnya berdegup kencang kala Mentari duduk dengan menelungkupkan kepalanya.
Bukan sikap duduknya, tetapi tempat duduknya yang membuat Samudera begitu pias melihatnya. Mentari duduk bersama Farhan ditempat yang seharusnya Samudera duduki.
Ia melirik Airin dengan wajah cemas dengan tatapan bersalah yang ia tunjukan. "Sam, " panggil Airin pelan ketika Samudera berjalan melewati kursi Mentari, ia melangkahkan kakinya kebelakang kearah tempat duduknya Airin.
"Ya, bep. "Jeda, "sorry, gue keiinget Mentari. "Jelasnya dengan tatapan bukan kearah Airin melainkan Mentari yang sekarang duduk bersebelahan dengan Farhan sahabatnya. Gadis itu seperti hendak bertanya dan mengkis jarak duduknya.
Ada rasa dimana dia merasakan sakit tetapi tidak berdarah.
"Hubungan lo dengan Mentari belum membaik ya? "
Sudah dipastikan jawabannya adalah anggukan tak semangat oleh Samudera. Dirinya menegakan tubuhnya, meraih ponsel yang berada disaku jaket yang belum dilepasnya.
Yang dilihat pertama kalinya adalah foto Mentari dengan dirinya waktu Anniversary pertama mereka. Disitu Mentari tampak bahagia serta Samudera yang memegang satu buket bunga dandelion untuk Mentari.
Jari tangannya dengan piawai mengetik sesuatu dilayar ponselnya. Setelah selesai ia mengirimkan pesan itu.
Ia mengalihkan pandangannya dari ponsel menuju kursi depan kelasnya. Gadis itu mengecek sesuatu diponselnya. Dia Mentari, dengan dahi yang di kerutkan ia membacanya dengan seksama.
Kuda nil gesrek : Guten morgen bebep, gimana dengan hari ini? Apa lo sudah bisa memaafkan gue?
***
Huh! Sudah sudah jangan bertengkar. Gimana dengan part kemarin? VOMMENTNYA sayang....
Babay
Ainny
KAMU SEDANG MEMBACA
SeMen Couple
Teen Fiction"Jangan narik rambut gue kuda nil, " ucap seorang gadis dengan wajah yang sangat marah. cowok yang di depannya hanya cengengesan melihat wajah gadis itu. "gue suka ngeliat wajah lo lagi marah, kaya ada manis manisnya gitu. " jawabnya dengan mengedi...