Ruangan itu nampak temaram dengan lampu yang kekuningan dan jendela yang tertutup. Ruangan yang seperti ruang kerja, dengan meja kerja dan beberapa lemari berisi buku-buku entah apa. Bahkan ada cermin yang tergantung di dindingnya, tepat di sebelah sebuah lemari kayu yang tertutup rapat dan nampak misterius.
Sosok Damien sedang duduk dibalik meja kerjanya, dengan laptop di depannya dan jari-jarinya yang bergerak lincah di keyboard-nya. Tatapannya nampak serius, dengan wajah dingin dan tak tersentuh.
Setelah selesai, Damien mengambil ponselnya yang tergeletak di meja kemudian menghubungi seseorang dan menaruh ponselnya di telinga. Beberapa saat Damien diam, menunggu sampai panggilanya diterima.
"Di mana alamatmu?" Tanya Damien.
"Damien? Kau menghubungi aku? Apa kau sudah putuskan akan membatalkan pernikahanmu dengan Adria?" sebuah suara perempuan menyapa dengan nada senang.
"Ya." Damien menjawab singkat masih dengan wajah datarnya. Sebelah tangannya membuka laci yang ada di mejanya, kemudian mengeluarkan sesuatu, sebuah botol berwarna cokelat dan tertutup rapat.
"Sungguh? Kau ingin memilihku? Damien, bagaimana jika aku hamil? Kita sudah melakukannya semalam dan ..."
"Aku akan bertanggung jawab," potong Damien. Kemudian wajahnya berubah perlahan, dengan sebelah bibirnya yang tertarik membentuk sebuah seringai aneh dan misterius.
"Oh Tuhan, aku bahagia sekali. Aku akan mengirimkan alamat apartemenku, aku akan menunggumu mengunjungiku Damien," jawab perempuan itu lagi yang merupakan Luciana. "Aku sudah yakin kau akan memilihku daripada Adria yang kampungan dan naïf itu," lanjut Luci lagi.
"Ya," jawab Damien lagi dengan suara yang masih tenang. Damien kemudian menutup panggilannya tanpa mengatakan apapun lagi, bahkan hanya mengucapkan salam perpisahan.
Setelah selesai, ia menatap layar ponselnya dan menyeringai dengan aneh. Menatap botol kecil di tangannya dengan tatapan berkilat penuh bahaya.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu menyakiti Adria demi mendapatkanku? Tak ada yang boleh menyakiti Adria. Siapapun itu," gumamnya dengan nada dalam. "Rubah licik sepertimu tak akan bisa mendapatkanku. Karena bagiku meniduri perempuan sepertimu lebih dulu sebelum memberikan hadiah terbaik dariku adalah hal menyenangkan, Luciana," lanjutnya.
Damien bangun dari duduknya dan berjalan meninggalkan meja kerjanya, kemudian mengantongi botol kecil di tangannya ke balik jas. Ia berjalan ke lemari yang tertutup rapat, memutar kuncinya kemudian membuka pintu lemarinya. Di dalam lemari ada beberapa kotak pistol dan revolver, bahkan beberapa pisau lipat dan pedang yang bersarung.
Sebelah tangannya mengambil sebuah pisau lipat berwarna emas, membuka lipatannya dan ujungnya berkilat tajam. Mata biru itu semakin berpendar penuh perhitungan dan bahaya, bagai tatapan hewan buas yang kelaparan.
(^0^)(^0^)
Adria sedang duduk di kursi taman kampus bagian belakang, tempatnya biasa menghabiskan waktu dengan majalah fashion atau buku sketsanya. Kali ini, Adria sedang membuat sebuah sketsa yang selalu berakhir buruk dan ia sobek kemudian dibuang. Helaan napas kesal muncul di bibirnya saat lagi-lagi sketsa yang ia buat gagal.
"Terlalu banyak menghela napas hanya akan membuang keberuntungan." Sebuah suara terdengar dari samping Adria.
Gadis itu mengangkat kepalanya dan melihat Alan dengan kaos putih dan jaket jeans, sedang berdiri di sampingnya sambil membawa dua cup hot coffee. Adria tersenyum dan menggeser duduknya agar Alan duduk di sampingnya.
Alan pun memberikan satu cup hot coffee pada Adria dan langsung diterima oleh gadis itu. "Kau sedang apa?" Tanya Alan.
"Aku sedang belajar membuat sebuah sketsa, dan ternyata cukup sulit," ujar Adria sambil menunjukan sketsa busana yang ia buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damien's Lover ✔ [Tersedia di Google Play & platform Kubaca}
Roman d'amourSUDAH TERSEDIA DI GOOGLE PLAY DAN KUBACA. Damien's Lover BOOK 1 (Damien & Adria) PLAGIAT GET AWAY FROM HERE! Damien Romanov, si iblis tampan berwajah malaikat. The bastard, psychopath, cool and mysterious. Seorang pengacara handal, pemilik club tern...