***************************************************************************************
Adria dan Damien berjalan di trotoar yang berjajar pertokoan segala macam. Keadaan malam ini cukup ramai karena salju tak turun dan dijadikan malam untuk orang-orang pergi ke luar meski cuaca sangatlah dingin. Saat ini Adria berjalan di samping Damien, diantara pejalan kaki lainnya. Jika wajah Adria terlihat senang karena bisa berjalan-jalan di malam hari, berbeda dengan Damien yang terlihat sangat dingin yang mengalahkan dinginnya malam ini.
Ini Adria yang meminta, berjalan-jalan bersama tanpa membawa mobil, dan Damien menyetujuinya. Memerintahkan anak buahnya yang di club untuk mengantarkan mereka ke lokasi di mana café Alan berada.
Adria menoleh dan merengut kesal karena melihat Damien yang bersikap dingin, bukannya memperlakukannya dengan manja. Menggandeng tangannya dan memeluk bahunya, seperti pasangan yang Adria temui sedang tertawa bersama.
"Ehem!" Adria berdeham pelan, ia terbatuk demi menarik perhatian Damien. "Sepertinya makan es krim sangat enak," ujar Adria.
"Aku rasa otakmu tidak terbentur pintu kamar mandi tadi, untuk meminta makan es krim di malam musim dingin." Damien menimpali dengan suara dingin.
"Tadi kau ngambek karena bibirku asin, dan sekarang kau bersikap menyebalkan lagi," gerutu Adria.
Adria semakin merengut dan memukul tangan Damien dengan kesal, ia pun menghentakkan kakinya dan berjalan meninggalkan Damien. Belum selangkah, langkahnya terhenti saat merasakan tangan hangat menahan tangannya dari belakang. Adria menoleh dan melihat Damien yang menggenggam tangannya.
Damien mendekat dan membawa sebelah tangan Adria dalam genggamannya, kemudian memasukannya ke dalam saku mantelnya yang sangat besar. Seketika rasa hangat dapat Adria rasakan di tangan kanannya, meski tangan kirinya masih terasa dingin.
Adria menggigit bibir bawahnya dan mendongak menatap Damien dari samping. Kini senyuman cantik terkembang di wajahnya, melihat bagaimana Damien memperlakukannya, meski harus ia sindir terlebih dahulu.
"Dami, kau tahu?" ujar Adria kembali memulai pembicaraan selama mereka berjalan-jalan di trotoar.
"Tidak tahu," jawab Damien singkat.
"Ish! Aku belum mulai." Adria menggerutu kesal dan mencubit tangan Damien.
"Kau sendiri yang memotong perkataanmu."
"Ya, ya. Dami, Alan ternyata seorang anak yatim piatu, aku sehari-hari melihatnya di kampus seperti dia bintang kampus dengan keahlian bermain musiknya, apalagi bermain gitar. Dia membangun sebuah café dari hasil kerja kerasnya bersama adiknya. Aku tak menyanga bahkan hidup Alan lebih buruk dariku, tapi dia memiliki semangat hidup yang tinggi." Adria bercerita dengan wajah yang sedikit sedih karena mengingat kembali ayahnya, dan perjuangan hidupnya setelah kematian sang ibu.
Dari samping, Damien menatap Adria dengan pandangan berbeda dan sulit diartikan. Pria itu pun semakin menggenggam tangan Adria di dalam saku mantel bulunya. Ia juga memasang hoodie berbulu di mantel Adria, hingga kini kepala Adria tertutupi.
Orang-orang yang berpapasan dengannya memandang iri pada mereka, terutama para wanita. Bagaimana Damien memperlakukan Adria bagai pujaan hatinya. Adria yang mengenakan jeans, dengan mantel bulu berwarna pink yang terlihat mewah dan mahal. Bahkan di pundaknya ada shoulder bag branded, hingga orang melihatnya sebagai perempuan kota yang beruntung. Tanpa mereka ketahui seperti apakah Adria yang sesungguhnya, mungkin wajah cantik, tubuh indah dan penampilan mewah hanya sebagai kemasannya saja. Juga wajah yang calm dan manis.
"Kau bersimpati padanya?" tanya Damien setelah beberapa saat mereka hening.
Adria menggeleng pelan, "Tidak, aku justru bisa belajar darinya. Aku bahkan lebih beruntung karena bertemu dengan pria sepertimu yang bagai malaikat pelindungku, meski terkadang menyebalkan. Aku juga bisa menikmati hidup mewah menjadi seorang Nyonya karena dinikahi olehmu, sampai aku sadar bahwa dulu dan sekarang tidak banyak berubah." Adria diam sesaat dan mengingat kembali kehidupannya dulu dan sekarang, ia menghela napas dan meneruskan, "Mungkin bedanya dulu aku bersama Mom, tapi sekarang aku bersamamu."
Damien menghentikan langkahnya hingga Adria pun ikut berhenti. Kini mereka saling berhadapan dengan Damien yang sudah melepaskan tangan Adria, ia memegang kedua bahu Adria dan menatapnya dengan dalam. Beberapa saat mereka hanya hening, dan Adria yang mengerutkan dahi, sampai tiba-tiba Kristal putih dan dingin turun dari langit. Kristal-kristal salju yang mulai mendarat di kepala dan pakaian mereka, dengan suasana malam yang dipenuhi oleh lampu-lampu jalanan dan pertokoan, juga lalu lalang masyarakat.
"Kau menganggap bahwa hidupmu beruntung?" bisik Damien dengan suara seraknya.
Adria mengangguk sambil mengulas senyum lebar, "Ya, karena keberuntunganku adalah dirimu. Kau sumber semua keberuntunganku."
Damien bergeming, ia mencengkeram kedua bahu Adria dengan erat dan rahang yang mengetat. Ada tatapan aneh dan misterius di mata birunya yang tajam. Tiba-tiba sesuatu dalam diri Damien seakan memberontak keras, dan dadanya berdetak dengan cepat, setelah sekian lama seakan ia tak merasakan detakan sehalus apapun. Ia merasa, seperti kebekuan dalam dirinya perlahan mencair, meski hanya sedikit dan kehangatan itu menjalar dari ujung kaki sampai kepala.
Damien menarik kedua bahu Adria dan mendekap perempuan itu dengan erat. Membawa Adria dalam pelukannya, ia juga menciumi rambut sang istri dengan lembut. Di tengah trotoar di depan pertokoan, dengan latar salju yang mulai turun tersorot lampu jalanan.
"Terima kasih," bisik Damien.
Itu ucapan terima kasih pertama seumur hidupnya. Satu-satunya wanita yang mampu membuatnya mengucapkan kata terlarang itu hanya seorang Adria Romanov. Wanita lugu dan tak terduga yang kini hadir dalam hidupnya.
Tak pernah seumur hidupnya Damien merasa harus berterima kasih, atau bahkan harus mengucapkannya sebagai basa basi. Ungkapan itu merupakan hal terlarang yang pantang ia ucapkan. Tak akan ada orang yang bisa membuatnya berterima kasih, atau merasa berhutang dan bersalah, tidak akan pernah.
"Kenapa?" tanya Adria yang hanya diam tanpa membalas pelukan Damien.
"Karena kau telah hadir dalam hidupku," balas Damien lagi.
Adria melepaskan pelukan Damien dan memasang wajah mencibir, "Bukan karena kau menguasai tubuhku kan? Memonopoli tubuhku? Kalau saja kita sudah memiliki anak, maka anakmu lah yang akan memonopili diriku. Bahkan ranjang kita pun akan dikuasai anakmu nanti."
"Kalau begitu aku akan menaruhnya di luar."
Adria membulakan matanya dan semakin kesal, "Damien! Anak kucing saja aku sayangi apalagi anakmu! Dasar gila."
Damien terkekeh pelan dan menjawil hidung Adria hingga perempuan itu mengerang kesal dan memukul lengannya.
"Sudah, nanti Alan selesai perform dan tak jadi memberikan traktirannya pada kita," ujar Adria lagi.
Adria dan Damien kembali melanjutkan langkah mereka, hingga tiba di depan sebuah café yang tidak terlalu besar. Adria membulatkan matanya saat melihat yang menjadi pengunjung café kebanyakan adalah mahasiswa di kampusnya, baik laki-laki maupun perempuan.
Saat Damien mengajaknya masuk, seorang pelayan menyambut mereka dan mengantarkan ke meja yang masih kosong, karena memang semua meja dan kursi tak ada lagi yang kosong. Tiba-tiba suara riuh terdengar dan para pengunjung bertepuk tangan, bahkan ada yang berteriak sambil bercanda.
"Yo Alan! Super star kita!" teriak salah satu pengunjung.
Adria yang merasa tertarik pun menoleh ke depan. Tepatnya di depan, ada sebuah kursi dan juga mic, lalu tempat itu disorot oleh sebuah lampu. Sosok Alan yang hanya mengenakan celana jeans dan jaket kulit berwarna hitam datang membawa sebuah gitar. Membuat para perempuan muda itu bersorak dan terpesona. Alan duduk di kursi itu, yang kini menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung.
Sedangkan dari tempatnya duduk, Adria mengembangkan senyumannya dan ia paham memang Alan seorang bintang kampus. Terbukti dari pengunjung café-nya saja didominasi para mahasiswa di kampus mereka. Meski ada beberapa diantaranya yang bukan mahasiswa.
"Itu Alan, dia sangat pandai bermain gitar dan piano, ah masih banyak lagi. Dia itu sangat baik, bahkan ketika kami pertama bertemu pun dia sudah menunjukan kesan baik padaku." Adria bercerita sambil menatap Alan.
Tanpa Adria sadari, Damien dari tempat duduknya juga sedang menatap Alan dengan wajah misterius dan tak terbaca. Meski ia terlihat sangat tenang, namun segala isi otaknya sedang merancang sesuatu yang hebat. Damien menyeringai misterius, dan ketika Adria menoleh ia pun menghapus seringainya, hanya ada wajah datar dan dingin.
(^0^)(^0^)
KAMU SEDANG MEMBACA
Damien's Lover ✔ [Tersedia di Google Play & platform Kubaca}
RomanceSUDAH TERSEDIA DI GOOGLE PLAY DAN KUBACA. Damien's Lover BOOK 1 (Damien & Adria) PLAGIAT GET AWAY FROM HERE! Damien Romanov, si iblis tampan berwajah malaikat. The bastard, psychopath, cool and mysterious. Seorang pengacara handal, pemilik club tern...