Caught
"Ma, aku berangkat," Lilan lantas mengecup singkat pipi Clarissa dan kemudian memasangkan jaket tebalnya.
"Kamu nggak sarapan dulu?" Mamanya bertanya.
Lilan menggeleng, "Udah telat," Ia berkata halus. Lelaki itu menoleh singkat ke arah Clara dan Stuart yang berdiri tak jauh di belakang Clarissa, namun tanpa berkata-kata ia berbalik dan melangkah ke luar.
Setelah sosok Lilan menghilang dan pintu apartemen tertutup kembali, Clara menggigit sudut bibirnya dengan cemas, "Dia belum maafin aku," gumamnya.
Kemarin malam, meski ia sudah menangis dan memeluk adiknya itu, Lilan tetap diam. Dia tak mengatakan apapun dan hanya membiarkan Clara menangis dalam pelukannya.
Clara sadar bahwa dengan semua sikapnya selama ini, dirinya tak pantas dimaafkan. Tetapi tentu saja dia masih berharap.
Stuart melangkah mendekat dan mengusap-usap punggung kekasihnya untuk menenangkan.
"Dia bakal maafin kamu, dia hanya perlu waktu. Adik kamu bukan orang pendendam," Clarissa ikut mencoba menenangkan. Meski sebenarnya, wanita itu sebenarnya cukup khawatir juga dengan sikap Lilan, tapi dia tak ingin membuat Clara semakin risau. Dia tahu kalau putri bungsunya itu sangat arogan. Dengan memohon maaf pada Lilan seperti apa yang dia lakukan sekarang, Clara pasti sudah menekan kuat ego dan arogansinya. Clarissa harus hati-hati dalam bersikap agar anak-anaknya tidak kembali berselisih paham.
"Sudahlah, ayo kita sarapan dulu, ya. Come on, Stuart." Clarissa kemudian menuntun keduanya menuju meja makan.
Saat mereka sudah duduk dengan nyaman di meja makan dengan piring-piring yang telah terisi makanan, Clara kemudian membuka percakapan lagi, "Ma, aku jadi ingat apa yang mama katakan semalam, benar ada yang membuntuti Lilan selama ini?"
Raut wajah Clarissa berubah cemas, "Iya. Mama juga heran kenapa masalah yang datang nggak pernah berhenti mengusik adik kamu. Belum selesai masalah yang satu, yang lain udah datang lagi. Mama cuma berharap dia bisa hidup dengan tenang, nyaman dan bahagia."
Clara mengangguk, tak menemukan kata apapun untuk menanggapi. Terlebih karena dialah yang menjadi sumber masalah untuk Lilan pada awalnya. "Lalu gimana? Apa nggak apa-apa Lilan ke mana-mana masih sendirian seperti itu?"
"Lilan sih bilangnya nggak apa-apa. Katanya orang yang ngikutin dia itu mungkin nggak berbahaya. Tapi papa kamu udah mencari orang untuk menjaga Lilan dari jauh untuk berjaga-jaga tanpa sepengetahuan Lilan. Dia bakal protes kalau dikasih tau,"
Clara tampak berpikir sesaat. Sebenarnya ada sesuatu yang menggantung dalam pikirannya semenjak mamanya mengatakan ada yang mengikuti Lilan tadi malam. Tetapi dia tidak yakin apakah dia yang harus membuka permasalahan ini. "Ma, apa Lilan sekarang sudah memiliki kekasih?" tanyanya.
"Nggak, setau mama dia masih sendiri," Clarissa menghela napas panjang. "Sebenarnya ini juga yang membuat mama khawatir. Di sini Lilan cuma menghabiskan waktunya dengan bekerja atau dengan berdiam diri di rumah. Dia pernah bilang ada lelaki yang sedang mendekatinya, tetapi sepertinya Lilan nggak tertarik. Bukan sama dia aja, tapi sepertinya untuk sekarang Lilan terlihat nggak tertarik sama sekali untuk menjalin hubungan lagi. Awalnya mama mengira karena dia merasa segan karena mama ada di sini, jadi mama bilang ke Lilan kalau mama nggak apa-apa. Kalau dia punya orang yang dia suka, mama minta dia untuk mengenalkannya pada mama dan Lilan cuma bilang kalau dia nggak suka sama siapapun. Mama jadi berpikir yang tidak-tidak; jangan-jangan Lilan masih trauma untuk menjalin hubungan lagi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING AFFAIRS [PO ke-2 22 Mei - 12 Juni]
RomanceJagad Winanta, pebisnis muda sukses yang tidak peduli pada apapun selain pada bisnis dan uang. Itulah alasan mengapa ia menyetujui pertunangannya dengan Clara Viona Daniell. Prospek keuntungan dari bisnis kerja sama dengan keluarga Daniell adalah se...