Tamat gue tamat!! Teriak Via dalam hati.
Ia panik bukan sekedar karena terkunci di ruang musik melainkan dengan siapa ia terkunci. Yap, bersama Iel. Itu jauh lebih membuatnya panik. Ia menarik napas dalam-dalam sambil berupaya tetap tenang sejenak. Ia kembali mencoba membuka pintu di hadapannya. Dan, yah memang pintu itu benar-benar di kunci dari luar. Ia meringis sambil menempelkan keningnya di permukaan pintu.
"Vi, lo ngapain berdiri depan pintu? Mendingan lo duduk di sebelah gue dan nyanyiin lagi tuh lagu." Usul Iel seraya menepuk-nepuk kursi seperti menyuruh Via kembali duduk.
Via menegakkan kembali kepalanya dan berbalik badan. Ia tak punya pilihan lain. Ia lalu mengikuti saran Iel untuk kembali duduk di kursi itu. Ia berjalan gontai hingga benar-benar sampai dan duduk.
Via menghentakkan telapak kaki kanannya ke lantai. Ia kesal. Niatnya ke ruang ini kan hanya untuk menghilangkan kebosanan bukan untuk terkurung bersama Iel.
"Heh, lo kayak TKW disiksa tau gak cemberut gitu?" Ledek Iel. Ia terkekeh sambil mengatakan itu.
Via menatap pemuda di sampingnya sinis. "Dan gue bakal bikin lo ngerasain jadi TKW itu, mau lo? Hah?" Mangasnya tiba-tiba.
"Yee santai, Vi, santai!" Balas Iel. Ia berdiri menghadap Via dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku. Ia memandang gadis yang kini sedang menumpu dagu itu terheran-heran. Ia penasaran, apa sih yang membuat Via kelihatan segitu bencinya padanya?
"Lo kenapa sih? Juteek mulu! Salah gue apa coba?" Katanya berkeluh kesah.
Via sedikit terkesiap. Ia menoleh dan menatap remeh Iel. Salah lo? Yel, Yel, apapun salah lo ke gue, lo juga gak bakal peduli! Batinnya miris. "Lo gak merasa salah kan? Ya udahlah!" Serahnya seraya melengos ke arah lain.
"Justru itu, gue nanya salah gue apa? Kenapa lo tiba-tiba jutek sama gue?" Desak Iel. Ia kembali duduk di kursi. Bagaimana pun hari ini masalah mereka harus clear. Ia tidak ingin berlama-lama bermusuhan dengan mainannya.
"Iss, gak nganggu lo juga kan? So what?!" Kata Via bersikeras mengelak.
"Gak nganggu gimana? Tiap ketemu gue, lo buang muka. Tiap ada gue, lo pergi. Gue risih kali!" Sungut Iel tak terima.
Via menatap Iel datar. Risih? Oh..cuma itu. Kirain, ckck. Batinnya meskipun sudah menduga tapi tetap saja sedih. "Hmm, inget-inget sendiri lah salah lo apa. Gue malas jelasin. Ujung-ujungnya lo bakal bilang 'Oh' dan 'Ya udah gue minta maaf'. Ckck, basi tahu gak!"
Via mengambil Ipodnya lagi dan mulai memilih-milih lagu. Iel menyerah terus memaksa Via mengatakan kesalahannya. Ia akhirnya berusaha sendiri dengan mengingat-ngingat kejadian yang melibatkan dirinya dengan gadis itu.
Ia pun ingat kejadian di koridor lalu saat Via menabraknya yang berakhir dengan sorakan-sorakan orang di sekitar. Aha, ia yakin pasti karena itu! Ia sudah tahu kesalahannya sekarang.
"Jadi lo marah karena kejadian di koridor itu?" Tanyanya memastikan.
"Hmm, pinteer!" Jawab Via malas seraya tersenyum dipaksakan.
Iel mendesah singkat. "Yaelah, itu kan cuma masalah sepele?"
Via menoleh kembali dan kali ini benar-benar tersenyum. Diolok-olok setiap saat di sepanjang jalan itu hal sepele?
"Sepele? Hmm, bediri depan umum di sorakin habis-habisan. Kemanapun lo jalan, setiap pasang mata merhatiin lo, mencibir lo, meledek lo bahkan ada yang menghina lo. Haha, jadi bahan tertawaan emang masalah sepele. Sepele banget!" Katanya tertawa hambar. Ia melipat kedua tangannya di dada. Sedetik kemudian, ia meraba-raba bagian kantongnya hendak mengambil ponsel. Tapi sial, ia baru ingat tadi pagi ia menaruhnya di tas. Ia hanya bisa pasrah meratapi kemalangan beruntunnya hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking
Teen FictionPerjodohan tidak melulu soal pasangan. Perjodohan tidak harus oleh manusia. Semua kehadiran, kepergian, pertemuan, perpisahan, peristiwa, perasaan, apapun yang terjadi dan ada di dunia ini sudah tercantum dalam list perjodohan milik Tuhan. Yang piki...