Semenjak ucapan Cakka mengenai Kiki, perasaan Agni pada Kiki berubah aneh. Ia selalu merasa canggung dan grogi tiap kali Kiki ada di dekatnya, apalagi mengajaknya bicara. Sampai-sampai ia tidak memperbolehkan Kiki masuk ke dalam kamar, meski tidak secara langsung.
Ia hanya mengunci pintu saat masuk ke kamar. Alasannya ia ingin tidur dan tidak ingin diganggu. Tidak bohong memang kalau ia ingin tidur. Tapi, alih-alih tidur, menutup mata saja ia tidak bisa. Ia terus memikirkan hubungannya dengan Kiki. Ia yakin setelah ini ia pasti tidak akan bersikap seperti biasa pada Kiki.
Namun, ia tidak ingin Kiki menyadari perubahan dalam dirinya. Ia tidak ingin Kiki bertanya. Ia tidak ingin Kiki tersinggung. Ia tidak ingin Kiki juga sadar kalau mereka berdua tetaplah dua orang asing. Dan, entah firasat ini datang dari mana, ia takut Kiki akan merasakan yang lain padanya.
Jatuh cinta misalnya. Karena ia tidak akan bisa membalas perasaan pemuda itu. Ia tidak ingin Kiki merasakan kesedihan karena cinta tak terbalas. Ia akan merasa sangat bersalah dan tidak tahu diri karena Kiki dan keluarganya sudah terlalu baik padanya.
"Katanya mau tidur?" celetuk Kiki yang tiba-tiba muncul di samping tempat tidurnya.
Agni langsung bangun dari tidurnya. "Kok lo bisa masuk?" tanyanya kaget. Kiki menunjuk kamar mandi kamarnya dengan dagu. Agni lantas menepuk kepalanya. Baru ingat kalau ada connecting door di kamar mandinya dengan kamar sebelah yang tak lain kamar Kiki. Kiki pasti masuk ke dalam kamarnya dengan itu.
"Lo kenapa mendadak ngunci diri di kamar dan malah uring-uringan?" tanya Kiki yang sudah mengambil tempat di atas kasur. Agni memandang Kiki lalu menghela napas. Ia harus bilang apa? Pikirnya.
"Yee..malah bengong!" Tegur Kiki karena merasa diabaikan.
"Gue..cuma lagi mikir aja." Agni akhirnya menjawab walau tak yakin.
Kiki mengerutkan dahi menunggu ucapannya kembali. "Gimana ya kalo misalnya di antara kita ada yang jatuh cinta?" sambungnya kemudian seraya memandang Kiki. Hanya sebentar karena setelahnya ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
Kiki terkejut bukan main mendengar itu. Kenapa Agni sampai bisa berbicara begitu? Apa Agni tahu soal perasaannya? Atau ada seseorang yang memberi tahu? Ia terus bertanya-tanya hingga tiba-tiba muncul sebuah jawaban yang menurutnya amat pasti.
Cakka!
"Cakka!" desisnya tanpa sadar.
Agni langsung menoleh penasaran. "Kenapa sama Cakka?"
"Cakka pasti ngomong aneh-aneh sama lo kan?" tanya Kiki seraya menaikkan satu alisnya curiga.
Agni berkedip cepat beberapa kali dan mengangguk jujur. "Kok lo tau?"
Tampang Kiki seketika berubah malas. "Ya kalo gak, mana mungkin lo tiba-tiba mikir gitu."
Agni hanya meringis lalu menunduk. Tiba-tiba ia merasa malu karena sempat berpikiran 'aneh' setelah melihat reaksi Kiki saat ini. Jelas-jelas yang ia pikirkan itu tidak masuk akal dan tidak penting juga. "Iya, ya. Ngapain juga gue mikirin gituan? Ckckck." Katanya seraya tergelak ringan.
"Tapi, kalo misalnya kejadian, menurut lo gimana?" tanya Kiki tiba-tiba, yang membuat jantung Agni hampir copot saat itu juga.
"Hah? Me—menurut gue gimana apanya?" Sahutnya gelagapan. Kiki tidak sedang bertanya serius, kan?
Benar saja, Kiki mendadak tertawa. Ia diam-diam mendesah lega. Yah, setidaknya saat ini Kiki tidak serius dan ia tidak harus menjawab.
"Becanda, Ni. Lo serius banget!" Tukas Kiki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking
Teen FictionPerjodohan tidak melulu soal pasangan. Perjodohan tidak harus oleh manusia. Semua kehadiran, kepergian, pertemuan, perpisahan, peristiwa, perasaan, apapun yang terjadi dan ada di dunia ini sudah tercantum dalam list perjodohan milik Tuhan. Yang piki...